Selamat membaca dan selamat menunaikan ibadah puasa.
####
Amia diam dan membuang pandangan ke jendela saat mobil Gavin meninggalkan hotel. Daripada berisiko tepergok mengamati wajahnya lagi. Iya kalau Gavin masih single, kalau sudah beristri? Masa iya mengamati suami orang terang-terangan dengan tertarik begitu?
Mata Amia kembali bergerak ke tangan Gavin yang sedang mencengkeram kemudi. Tidak ada cincin. Atau bekas cincin. Berarti dia belum menikah. Atau dia punya prinsip seperti Adrien? Yang hanya membeli cincin untuk istrinya saja, karena menurutnya laki-laki tidak perlu pakai cincin.
Tapi belum tentu belum punya pacar juga, hati Amia memperingatkan.�
Siapa tahu malah sudah duda, giliran otak Amia yang bersuara. Kalau dudanya seperti ini, boleh-boleh saja. Ups.
"Ada yang ingin kamu tanyakan?" Gavin bersuara lagi.
Amia menggelengkan kepala. Sebenarnya Amia ingin menanyakan umur Gavin—hal lain yang membuat penasaran selain statusnya—tapi jelas sangat tidak sopan.
"Di mana supermarket di sekitar sini?" Mobil Gavin sudah berhenti.
"Di sana." Amia menunjuk sembarang arah. Memang ada tapi Amia tidak ingat di sebelah mana.
"Enak banget ya jadi bos." Amia mengamati rumah bercat putih—rumah dinas—tanpa pagar yang akan ditempati Gavin. Kecil. Tapi terlihat nyaman.
"Kenapa kamu tidak jadi bos kalau enak?" Gavin berhasil membuka pintu.
"Saya harus seumuran Bapak dulu kalau mau jadi bos." Amia ikut masuk ke dalam rumah yang sudah full-furnished itu. Bau catnya samar masih tercium. Power plant manager yang dulu tidak menempati rumah ini.
"Memangnya umur saya berapa?" Gavin membawa masuk kopernya.
"Empat puluh mungkin." Dengan asal Amia menjawab.
Seharusnya sudah lebih dari tiga puluh tahun kalau tebakan Amia benar, bahwa dia seumuran dengan Adrien.
"Apa saya kelihatan setua itu?" Gavin tampak keberatan dibilang tua.
Tidak. Amia menggigit bibirnya. Gavin sama sekali tidak tua. �He's just aged nicely. Tadi Amia hanya menjawab asal saja.
"Saya, kan, tidak tahu umur Bapak." Amia menjawab sambilberjalan keluar rumah. Menjauh dari Gavin. Ini sesuatu yang sangat tidak sehat bagi jiwanya.
Tampaknya Gavin juga sudah selesai dengan segala urusan, mengunci pintu dan memimpin berjalan ke mobil.
"Ke kantor?" Amia lega akhirnya dia terbebas dari tugas mahaberat ini."Kamu tunjukkan dulu di mana supermarket, apotek, rumah sakit, tempat makan...."
Amia mengembuskan napas panjang. Hari ini benar-benar harus diberi judul satu hari yang melelahkan bersama Gavin.�
***
Mengabaikan janji pada Vara, Amia setuju untuk bertemu dengan mantan pacar yang tidak waras sore ini. Mungkin di dunia ini, tidak ada pengantin baru yang sebegitu putus asanya ingin bertemu dengan mantan pacar. Bukankah Riyad dan istrinya seharusnya sedang dalam masa bulan madu? Alasan Amia mau duduk berhadapan dengan Riyad lebih karena lelah. Selama seminggu ini Riyad terus-menerus meneror ponselnya. Dengan berbagai nomor berbeda. Membuat Amia gila.
"Aku cinta kamu, Am. Kamu tahu itu, kan?"
Amia memandang Riyad dengan jijik. Someone being an ex because of a reason. Many reasons kalau untuk kasus mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELLAMIA
Storie d'amoreDari penulis A Wedding Come True dan My Bittersweet Marriage: *** Gavin jatuh cinta pada Amia, pegawainya yang meyakini bahwa karier dan cinta tidak boleh berada di gedung yang sama, dan Gavin harus berusaha keras untuk mengubah pandangan Amia, demi...