Seharian ini aku seperti orang gila yang kapan pun siap dibawa ke Rumah Sakit Jiwa atau psikiater terhandal. Pagi-pagi sekali aku sudah membuat rusuh kamar kosku. Kontak lensaku hilang, aku lupa menaruhnya di mana atau sepertinya aku tidak sengaja membuangnya. Astaga, itu buruk sekali! Aku tidak mungkin membelinya saat perjalanan ke sekolah karena waktu yang terbatas, aku bisa terlambat. Sebenarnya, banyak yang aku pikirkan malam tadi, terutama soal kaleng itu yang membuatku tidak fokus dan kesulitan tidur.
Ada yang melemparkan sebuah kaleng ke jendela kosku saat waktu menunjukkan hampir tengah malam. Aku masih terjaga sembari menonton pertunjukkan balet di platform online dan langsung terkejut ketika bunyi aduan kaleng dan jendela yang sedikit nyaring. Mulanya aku masih berpikiran positif, bisa saja itu kucing liar yang agak bar-bar, bertengkar dengan sebuah kaleng yang akhirnya tidak sengaja ia tending ke jendela. Tetapi, gertakan itu aku dapatkan dua kali. Ada kaleng lain yang terlempar lebih keras, sampai aku takut jendelaku akan hancur. Kondisi kamarku yang gelap—aku memang suka mematikan lampu karena bersiap akan tidur juga—membuat bulu kudukku merinding. Apa mungkin ada yang berniat menjahiliku? Tapi, siapa? Anak-anak kos di sini kebanyakan pelajar yang biasanya pun jarang memiliki kegiatan di tengah malam begini.
Akhirnya, aku putuskan untuk beranjak dari kasur, mencari letak sakelar untuk membantuku melihat lebih jelas. Saat aku membuka pintu, dua kaleng berwarna merah telah teronggok di depan kakiku. Kepalaku otomatis mendongak, menjelajahi setiap sudut lingkungan kos untuk menemukan seseorang atau sesuatu yang mungkin menjadi pengantar dua kaleng itu. Sedikit gemetar, sebab kos tidak kalah sepi dan gelapnya. Para penghuni sudah banyak mematikan lampu mereka. Kalian tahu bagian yang paling menyeramkan dari itu semua? Tiba-tiba mataku terpaku pada sebuah semak-semak yang berada di areal belakang kos, sedikit jauh, dan biasanya dijadikan lahan parker kendaraan penghuni. Ada tiga bilik kamar mandi yang disediakan untuk para penghuni kos dan saat itulah aku melihat sosoknya.
"Siapa itu?" cicitku. Suaraku seolah tertahan, tidak berani mengucap lebih keras.
Aku mencengkeram erat gagang pintu kamar kosku, sahutan tidak aku terima, entah sosok itu tidak mampu mendengarku atau memang ia tidak mau membalikkan badannya menghadapku. Aku memperhatikannya lamat-lamat, lebih memfokuskan pandangan di tengah penerangan yang minim. Sosok itu seperti menggunakan jubah yang sama gelapnya, tidak terlalu tinggi, tubuhnya sedikit pendek, dan rambut yang sedikit panjang melewati bahu. Aku tidak ingin berpikiran aneh-aneh, apalagi menganggap sosok itu adalah hantu karena kulihat kakinya yang terbalut boots cokelat menapak di tanah. Aku meneguk salivaku ketika tubuhnya membalik perlahan, hanya setengah, lalu aku melihat senyum lebar yang menyala di kegelapan, dan mengingatkanku akan ... Vanara Lin.
Bunyi jeblakan pintu cukup keras. Aku tidak sempat memikirkan tetangga-tetangga yang akan terbangun karena lebih memikirkan untuk menyelamatkan diriku sendiri. Sial! Mengerikan sekali!
Aku mencoba menenangkan diriku yang sudah gemetaran. Kutatap kedua kaleng di tanganku, di mulut kaleng terdapat kertas yang tergulung. Takut-takut aku mencoba mengintip dari celah jendela, namun sosoknya tidak kulihat lagi, atau mungkin aku tidak dapat melihatnya dengan jelas sebab jendelaku tidak langsung mengarah ke areal belakang kos. Aku mendudukan diri di kasu dengan napas masih memburu, kakiku rasanya lemas sekali. Kuhempaskan tubuhku setelahnya, mencari sedikit ketenangan dan merelaksasi otot-ototku yang kaku karena takut. Dua kaleng itu aku angka ke udara, memperhatikannya dan berpikir beberapa sekon. Apakah aku harus membuka gulungan kertas itu sekarang?
Aku menarik kertas di kaleng pertama dengan perasaan was-was. Aku menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya, lalu mulai membaca setiap kata yang tertera.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAMOND [sedang revisi]
FantasyAku harus mencari permata biru itu dan melindunginya dari Zevana. Demi permata itu juga, aku harus turun ke Bumi. Siapa yang tahu, kalau pada akhirnya aku terjebak dalam sebuah permainan? Membawaku melepas apa yang seharusnya aku lindungi dan melind...