MEET HER | RIO

1.6K 114 6
                                    



Aku menarik paksa Cakka untuk keluar kantin. Kalau membiarkannya meracau di dalam sana, bisa-bisa kami jadi tontonan masa. Apalagi sebagian banyak orang yang sedang berdiam di kantin memperhatikan kami dengan khidmat, tatapan mereka menggambarkan keingintahuan yang amat sangat.

"Tadi itu Agni, Kak! Agni!"

Aku mendengkus dan menariknya lebih jauh dari kantin. "Kamu lihat respon orang tadi? Kamu yakin dia Agni sedangkan dia sendiri meringis kesakitan waktu kamu mengguncang bahunya seperti itu? Sudahlah, Cak."

"Kak, berapa lama, sih, kamu kenal Agni? Kamu tidak menemukan sedikit pun kemiripan? Kamu tidak senang kalau ternyata orang tadi itu Agni?" Cakka menghentakkan kakinya, bersungut kesal sebab aku tidak memercayai kata-katanya.

Aku tentu akan senang sekali kalau Agni memang berada di satu sekolah yang sama denganku dan Cakka. Tapi, melihat tidak adanya respon dari gadis yang Cakka duga sebagai Agni membuatku hilang harapan. Kalau boleh jujur, aku sempat menaruh harapan pada gadis itu karena wajahnya sepintas memang seperti Agni.

"Kita belum menemukan Agni. Dia bukan Agni, Cak," kataku melenggang pergi menuju motorku, meninggalkan Cakka yang mengacak rambutnya frustasi.

Jadi, begini ceritanya. Sewaktu aku sudah selesai menjadi kameramen kelas, aku ingin segera pulang dan kembali melanjutkan tidurku yang tertunda. Tetapi, sepertinya aku sedang sial hari ini. Ban motorku gembos—entah ada orang jahil atau memang saat perjalanan ke sekolah aku tidak sadar melindas paku. Terpaksa aku menghubungi Cakka yang ternyata belum bangun dari tidurnya. Aku memaksanya dan sedikit mengancam tidak akan berbagi playstationku padanya agar dia mau menyusulku ke sekolah dan meminta kenalannya untuk membantu memompa ban motorku. Dengan tampang kusam, akhirnya Cakka menuruti perintahku.

Aku memperhatikan seorang montir yang sedang memompa banku ketika Cakka tiba-tiba memekikkan kata 'Agni'. Pandanganku sontak teralih pada siswa-siswi yang baru selesai melaksanakan MOS dan berhambur keluar aula. Aku mengernyitkan alis dan menatap Cakka bertanya, apa dia tidak salah panggil? Tidak ada wajah Agni di antara kerumunan itu. Dia tidak menjawab, justru cepat-cepat Cakka menarikku, mengikuti dua orang siswi dengan atribut MOS lengkap menuju kantin. Aku ikut terpana dan berpikir bahwa satu di antaranya memanglah Agni karena wajahnya sangatlah mirip. Tetapi, aku tidak mau berharap terlalu tinggi. Aku sudah mengalaminya berkali-kali. Bertemu orang di jalan, lalu mengiranya Agni. Aku mengejarnya dan nyatanya bukan. Itu sangat menyakitkan.

Cakka masuk ke dalam kantin, aku hanya bisa mengikutinya dengan harap-harap cemas. Aku mendelik kaget ketika Cakka menarik bahu gadis itu dan menggoncangkan kedua bahunya sembari menyebut nama Agni. Dasar ceroboh! Dengan hati ketar-ketir karena Cakka sudah menyebabkan kekacauan di dalam kantin, aku cepat-cepat menghampirinya. Sejumput harapan tumbuh dalam hatiku kala melihat gadis itu dalam jarak dekat. Muncul keinginan kuat agar memang dialah Agni yang kami cari. Namun, melihat ekspresinya yang malah kesakitan bukan terkejut seperti kami, aku jadi berpikir ulang, dan mungkin gadis itu memang bukan Agni.

Aku melirik seseorang yang berusaha melepaskan gadis itu dari goncangan Cakka dan sibuk menyebut-nyebut kata Nini. Mataku sempat melebar ketika mendapati orang itu adalah Ify. Ada hubungan apa gadis itu dengan anak baru ini? Apa mereka bersaudara atau ada hubungan lainnya? Aku cepat-cepat sadar akan situasi yang semakin memanas. Kami sudah menjadi tontonan orang-orang yang berada di kantin karena Cakka sudah seperti orang kesetanan, belum lagi jeritan kesakitan dari anak baru itu. Aku segera membekap mulut Cakka dan membawanya keluar kantin.

Aku memijat pelipisku yang mulai pening. Semuanya terlalu rumit, tambah rumit lagi bila sampai nanti Agni tidak akan kembali pada kami. Aku menjalankan motorku ketika lampu lalu lintas berwarna hijau. Dengan masih berkonsentrasi pada jalanan, aku memiliki rencana untuk menanyakan perihal anak baru itu pada Ify.

DIAMOND [sedang revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang