Chapter 3

703 20 9
                                    

Dengan beberapa pertimbangan, dan mengingat janji yang telah ia berikan kepada Bonna. Sepertinya tidak ada salahnya jika memberikan beberapa hari untuk liburan kepada karyawan yang sudah menghasilkan banyak pundi-pundi untuk perusahaannya ini.

"Hmm baiklah.. karena kamu sudah bekerja keras selama beberapa bulan ini. Saya izinkan kamu untuk berlibur selama beberapa hari.." tutur Pak Ari dengan nadanya yang dingin.

"Ini demi kebaikan perusahaan juga. Sepulangnya dari liburan nanti kamu harus membawa banyak ide-ide baru yang segar untuk diterapkan pada proyek baru kita nanti.." imbuhnya.

"Hah?! serius Pak?? Bapak setuju?? Aaaaahhhh terimakasih banyak Pak!" seru Bonna seraya beranjak dari kursinya.

Kemudian menggenggam tangan Atasannya yang berada di atas meja. Ia sangat-sangat bahagia mendengar persetujuan Pak Ari. Dia pikir Pak Ari akan bersikeras tidak mengizinkannya untuk berlibur. Tetapi dengan sedikit perlawanan dan ketegasan pada nada bicaranya. Bonna sudah mendapatkan izin untuk berlibur.

Lalu sedetik kemudian suasana kembali tegang. Karena kecerobohan Bonna menggenggam tangan Atasannya itu. Bonna sangat canggung. Ia merasa bersalah, karena telah menggenggam tangan Pak Ari. Namun, di sisi lain ia juga senang, karena sudah berhasil memegang tangan Pak Ari. Tangan kokoh yang sangat maskulin.

"Ma-maaf Pak. Saya terlalu senang.." Bonna menyelipkan rambut yang terurai di telinganya. Lalu kembali menduduki kursinya.

"Kamu mau izin mulai hari apa?" tanya Pak Ari.

"Mulai kamis Pak.." jawab Bonna, teringat dengan kata-kata Shira di telpon tadi sore.

"Sampai senin Pak kalau boleh.." lanjutnya.

"Oke, jadi rabu kita bisa langsung mulai proyek baru ini" tutur Pak Ari dengan perasaan tidak berdosa sedikit pun atas apa yang telah dia perbuat terhadap karyawannya ini.

'yaudahlah gapapa, seenggaknya gue masih dapat libur. daripada nggak sama sekali..' batin Bonna.

Bonna pun pulang dengan perasaan gembira karena mendapat izin dari Pak Ari untuk berlibur. Akan tetapi masih ada hal yang mengganggu pikirannya. Ia tidak tahu apa yang telah direncanakan oleh Shira .

Tanpa pikir panjang sembari menunggu taksi yang lewat. Bonna mengeluarkan ponsel dan menekan beberapa tombol. Lalu ditempelkannya ponsel itu di telinga kanan. Setelah terdengar beberapa kali nada sambung akhirnya terdengar suara perempuan yang dapat menguatkan tekadnya meminta izin untuk berlibur.

"hallo?" seru suara dari ponsel miliknya.

" Shira ! thank you so much!! berkat lo yang sok-tahu-segalanya gue jadi berani. Untuk nagih hak gue berlibur. Dan sekarang kasih tau gue apa rencana lo?" sergahnya yang sudah sangat penasaran terhadap rencana adiknya.

"Gue udah bilang nanti kalau kita udah ketemu, bukan setelah lo izin cuti!" jawab suara tersebut dengan santai.

"Heh! Ratu Musim Gugur! awas aja ya kalau rencana lo nggak bagus! gue nggak mau tau pokoknya rencana lo harus worth it sama apa yang udah gue lakuin!" seru Bonna kepada suara di seberang sana.

"Duh! Kak Bonna ku sayang.. sepertinya kamu itu terlalu stress kerja ya, sampai-sampai mengancamku seperti itu. Santai sedikit dong Kak!" seru suara tersebut menenangkan. Bonna segera memutus sambungan telponnya. Lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari dalam dompetnya.

"Terimakasih pak" seru Bonna seraya keluar dari taksi yang sudah mengantarnya sampai di depan gedung apartment.

***

Sabtu sore adalah waktu yang tepat untuk bersantai sambil menikamati segelas ice vanilla latte dan ditemani dengan sepotong cheese cake. Bonna sudah menunggu di dalam coffee shop langganannya tersebut selama kurang lebih 30 menit. Tetapi yang ia tunggu tidak menunjukkan tanda-tanda kemunculannya.

Sembari menyeruput secangkir kopi hangat ia memerhatikan keluar jendela berharap yang ia tunggu segera datang. Namun, detik demi detik berlalu, menit demi menit berlalu, dan ia sudah berusaha menghubungi ponsel orang tersebut namun tidak ada jawaban. Bonna pun mencoba untuk meyakinkan hatinya bahwa orang tersebut akan datang.

Tepat saat jarum jam berada di angka lima. Bell pintu coffee shop itu berbunyi pertanda ada pengunjung yang masuk. Bonna menoleh ke arah pintu, berharap yang masuk adalah orang yang sudah ia tunggu selama satu jam belakangan ini. Benar saja, sesosok wanita yang ia kenali dengan tubuh mungil dan rambut bergelombang yang dibiarkan terurai. Muncul dari balik pintu. Lalu menghampiri mejanya dengan tergesa-gesa.

"Bonna-Bonna maaf.. hhh-fff-hhhff" tutur wanita itu dengan nafas satu-dua satu-dua, seperti habis lari maraton lima kilometer.

"tadi ada urusan mendadak terus jalanan juga macet Bonn.." lanjut wanita yang sudah duduk manis di hadapannya.

"H-hh sudahlah.." seru Bonna sambil menghela napas melihat kelakuan adiknya yang tidak pernah berubah sejak dulu. Suka terlambat. Dengan berbagai macam alasan yang selalu keluar dari mulutnya, agar dapat dimaklumi oleh orang yang menunggu.

"Kalau nggak ngaret itu namanya bukan lo Shir! Satu hal, udah berapa kali gue bilang kalau handphone itu jangan dibiarin mati! Seenggaknya lo masih bisa dihubungin walaupun telat!" seru Bonna seraya menatap Shira yang berada di hadapannya.

Bonna sudah kehilangan mood untuk mengobrol dengan adiknya yang menyebalkan ini. Selalu terlambat dalam segala hal. Ceroboh. Dan juga pelupa. Diumurnya yang masih sangat muda yaitu dua puluh tahun. Ia sudah menjadi seorang yang sangat pelupa. Bahkan telpon genggam yang berada di tangannya pun dapat luput dari ingatannya.

"Ya maaf Bonn, gue kan nggak tau kalau jadi kayak gini" Shira menundukkan wajahnya.

Ia merasa bersalah. Ia sadar bahwa sudah terlambat lebih dari satu jam. Yang berarti, Bonna akan sangat marah besar kepadanya. Bonna adalah tipikal perempuan yang perfeksionis dan selalu tepat waktu. Itulah sebabnya ia selalu diandalkan oleh Atasannya. Bagi Bonna semenit saja terlambat itu merupakan sebuah masalah besar. Akan tetapi, Bonna sudah lelah memarahi Shira yang tidak pernah bisa merubah kebiasaan buruknya itu.

Dengan mengambil napas panjang Shira mengangkat wajahnya dan kembali menatap Bonna. Tetapi Bonna tidak menatapnya sama sekali. Bonna terlihat sangat menyeramkan disaat Shira telat seperti ini. Wajahnya seperti mengatakan 'aku akan memakan mu hidup-hidup Shira !!'.

Setelah melihat kesekeliling Shira melambaikan tangannya di udara memanggil pelayan untuk memesan secangkir kopi. Seorang pelayan yang melihat lambaian tangannya itu segera menghampiri mejanya.

"Hazelnut latte satu, sama cheese cake blueberry satu," ujar Shira menjelaskan pesanannya.

"Terima kasih" imbuhnya kepada pelayan yang sudah selesai mencatat pesanannya.

Shira membenarkan posisi duduknya. Ia mengumpulkan tenaga untuk menghadapi wanita dihadapannya. Shira meraih ransel miliknya yang berada di sisi kiri. Ia mencari sesuatu untuk ditunjukkan kepada Bonna. Hati kecilnya juga berharap agar Bonna senang melihat kejutan ini.

"cha-chang!" Shira mengeluarkan dua lembar kertas berbentuk persegi panjang yang sudah tidak asing lagi di mata Bonna.

Bonna yang sempat tak acuh pun akhirnya menoleh ke arah Shira , karena rasa penasarannya yang tinggi. Ia memerhatikan lamat-lamat ke arah kertas yang dipegang oleh Shira . Setelah menyadari tulisan yang tertera di kertas itu. Dengan cepat Bonna mengambilnya dari tangan Shira .

Bonna sangat terkejut dengan apa yang dibawa oleh adiknya. Ia tidak percaya bahwa adiknya bisa mendapatkan ini. 'Seorang Shira ?' batinnya, 'nggak mungkin!'. Di sisi lain, Shira merasa senang, karena kejutannnya berhasil. Bonna benar-benar terkejut saat ini. Senyum lebar terbentang di wajah Shira . 'Yes!' batin Shira .

---

Plisss leave a comment here, if there's something wrong in my writing. I really-really need your critics and suggestion for this story.

Pliss vote if you like this story and want me to continue this story.

Ps- Love.A.Q

Perfect StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang