"Woi Ciaa! Bengong aja daritadi, ayo pulang". Aku menoleh ke kanan lalu ke kiri, ya.. Memang kelas sudah sepi kecuali para anak kutu buku masih setia berada di dalam kelas. "Ayo, Rio udah nungguin tau, kelamaan pasti"ajak Valerie yang sukses membuatku bingung setengah mati.Aku mengernyit kemudian menggeleng pelan, "Kenapa sama Rio? Kok lo bisa kenal sama dia?"tanyaku penasaran sedangkan Valerie hanya tersenyum salah tingkah.
Valerie langsung mengubah raut wajahnya menjadi kesal lalu menarik tanganku ke luar kelas dengan terburu-buru, "Lo udah bikin Rio sama Thomas nunggu kelamaan tau"gerutunya sambil mendorongku masuk ke sebuah mobil.
"Lama aja lo Val"kritik Rio yang sudah memasang raut jutek kemudian melirik ke arahku lalu ke arah Thomas lalu kembali lagi ke Valerie. Rio cukup aneh menurutku.
"Biasa nunggu tuan putri selesai"
"Gapapalah, asal tuan putrinya itu Ciara, setuju gue mah"kata Thomas membuat Valerie langsung menengok ke arahku sedangkan Rio menengok ke arah Thomas dengan pandangan yang aneh.
"Apa sih lo gajelas deh"sahutku sewot yang dibalas tawa milik Thomas.
"Udah gue duga lo bakal ngomong gitu Cia"kata Thomas sambil terkekeh ringan. Rio spontan langsung memegang dahi Thomas lalu mengernyit pelan. "Something wrong with you my bro"kata Rio dengan mimik muka yang merengut.
Aku tersenyum melihat Rio, mimiknya persis seperti anak umur 5 tahun yang tidak dibelikan permen, "Emang kita mau kemana sih?"tanyaku penasaran karena sedari tadi belum sampai tujuan.
"Bentar lagi nyampe kok, tunggu aja kali Cia"kata Thomas sambil menambah kecepatan mobil ini agar lebih cepat.
Aku hanya mengangguk-angguk pelan, "Berapa lama lagi Tom?"tanyaku semakin penasaran. Thomas hanya tersenyum, tidak menjawab pertanyaanku sama sekali. Mobil kami sekarang telah memasuki area yang penuh dengan pasir.
Valerie langsung menarikku keluar,"Ayo cia, udah sampe nih, jangan lemot gitu dong"ledeknya yang membuatku mencubit tangannya pelan. "Udah deh, gue mau sama Rio dulu, babayy". Valerie langsung berlari ketika Rio memanggilnya.
"Hai Ciaa"sapa Thomas sambil tersenyum lebar. Aku hanya menatapnya malas tidak berusaha untuk membalas sapaannya sama sekali dan memilih untuk duduk di sekitar pinggiran pantai. Thomas segera ikut duduk di sampingku dan masih tersenyum lebar yang membuatku semakin sebal menatapnya.
Thomas menoel-noel pipiku iseng dengan pasir yang membuatku menoleh sebal ke arahnya, "Cia masih marah ya sama gue gegara semalem? Gue kan ga maksud gitu"kata Thomas dengan raut menyesal.
Aku meliriknya kesal, "Apa sih lo Tom, pipi gue kan jadi kotor nihh"semprotku sebal dan sedetik kemudian ada sepasang tangan menempel di pipiku. Tangan cowo yang membuat jantungku berpacu sangat cepat seperti sekarang, tangan itu tangan Thomas. Ia menatapku dalam, tangannya mengusap pipiku perlahan, seketika aku teringat dengan kejadian semalam yang membuatku sangat kesal padanya.
Flashback..
"Okey take care, byee"pamitku tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya.
"Cia gue suka sama lo.."ucap Thomas pelan. Aku menatapnya kaget sedangkan ia hanya menatapku serius dan sedetik kemudian sorot matanya berganti dengan sorot mata jenaka. "Sebagai teman.."lanjutnya kemudian tertawa terbahak-bahak tanpa memperdulikanku yang hanya berdiri mematung dengan rasa sakit yang mendalam.
"Candaan lo keterlaluan Tom"kataku sambil tersenyum miris. Ya miris karena terlalu berharap padanya, miris karena terlalu menginginkan dia, miris karena itu hanya candaan.
"Cia.. Sorry, gue cuma bercanda. Gue ga maksud buat lo.."
"Udahlah, gue mau masuk, bye"potongku yang langsung masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk, walaupun lebih didominasi oleh rasa sakit.
"Lo sukses bikin gue berharap terlalu banyak sama lo Tom"gumamku pelan.
Flashback end.
"Sorry Cia, gue tau gue ngelakuin kesalahan fatal, sorry"ulangnya sekali lagi dengan senyuman kecil di bibirnya. Senyuman yang membuatku suka padanga dalam sesaat, senyuman yang tampan sekaligus membahayakan, dan anehnya aku sangat menyukai senyuman itu.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum gugup, "Iya, gue maafin, jadi gue ma-mau beli minum sebentar"kataku sambil berlari kecil meninggalkan Thomas yang tengah tertawa lebar.
"Bisa mati diabetes gue, dia manis banget sih"rutukku pelan sambil membawa beberapa minuman kaleng dingin untuk kami, ralat untukku dan Thomas. Aku lihat dari sini Rio dan Valerie tengah tertawa lepas di dalam pendopo yang ada di sekitar bantaran pantai. Mereka persis seperti orang pacaran, yang pasti langsung membuatku seketika iri. Andai aku dan dia bisa seperti itu.
Aku langsung menghampiri Thomas dan menempelkan kaleng dingin itu ke pipinya, "Iseng aja sih lo Cia"gerutunya pelan sambil membuka tutup kaleng dengan mudahnya. "Tapi gue seneng lo isengin gue, trus lo juga beliin gue minum. Thank's ya Cia"kata Thomas sambil menunjukkan cengiran lebarnya yang sejenak membuatku kaku, kaku karena terpesona oleh senyumannya, kaku karena selalu terpukau dengan senyumannya, dan akan selalu seperti itu.
"Jangan liatin gue segitunya deh, ntar lo suka sama gue aja, ga nanggung yaa"ucapnya yang sukses membuatku kaget dan memilih berusaha membuka tutup kaleng ini. "Kalau lo ga bisa buka tutupnya, kenapa lo beli yang kaleng sih Cia"katanya pelan kemudian mengajariku dengan perlahan cara membukanya.
Aku menoleh ke arahnya yang sedang sibuk, berusaha mengajariku dengan gaya sabarnya, dengan raut seriusnya, ya aku suka semuanya itu. Tatapanku beralih tanganku yang terasa hangat, sentuhannya di tanganku cukup membuatku senang walaupun hanya sekejab. "Nah udah selesai"serunya senang sambil mengangkat kaleng itu ke depan mataku.
Aku tersenyum kemudian meneguk minuman itu sampai setengah, "Rio sama Valerie kemana ya? Ga keliatan"tanya Thomas sambil menengok ke kiri lalu ke kanan dengan bingung.
"Tadi gue liat mereka ada di pondok, terus.."jawabku menggantung
"Terus?"tanyanya penasaran sambil menghadapkan badannya ke arahku.
"Terus.. Mereka kayak orang lagi.. Pacaran"kataku singkat sambil membuat istana dengan menggunakan pasir, benar-benar kekanakkan.
"Kita juga persis orang pacaran"
Aku langsung menghentikan aktifitasku dan menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung.
"Kita kaya orang jadian Ciara" ulangnya sekali lagi dengan yakin kemudian tangannya menggenggam tanganku erat dan tidak lupa dengan cengiran tipis di bibirnya.
"Kata-kata lo ambigu tau ga sih"ucapku berusaha meyakinkan diri sendiri untuk tidak terbawa suasana karena aku tidak ingin kejadian semalam terjadi lagi.
"Bukan ambigu Cia, itu cukup jelas gue rasa"kata Thomas sambil mengusap ibu jariku dengan ibu jarinya.
"Kata-kata lo itu bisa bikin orang salah paham tau, kita beda dari orang pacaran"sungutku kesal sambil menghadap ke arahnya.
"Dan gue suka dibilang pacaran sama lo"
"Hah?"
"Dan satu lagi"ucap Thomas menghadap ke arahku kemudian menangkup kedua pipiku dengan tangannya, lalu ia tersenyum melihatku yang tampak gugup sekarang.
"Dan gue nyaman sama lo. Dan gue kali ini serius Ciara"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Him
Teen Fiction"Love at first sight.." Mungkin pribahasa itu benar adanya atau mitos bagi orang tertentu. Namun, pribahasa itu mewakili perasaan Ciara. Gadis berumur tujuh belas tahun itu diam-diam sering memperhatikan Thomas dari kejauhan. Bisa dibilang secret a...