[06] Rio

29 9 2
                                    


Jika dibilang perasaanku ini salah? Ya memang pada kenyataannya rasa suka-ku ini datang pada saat yang tidak tepat seperti sekarang.  Aku tidak pandai soal berbohong bahkan bisa dibilang aku sangat payah dalam hal itu.

Seperti sekarang, aku meringis kaku mendengar ke sekian kali nya Valerie menyuruhku acting berbohong. Ya berbohong, sebagai prepare ketika ditanya Thomas tentang surat itu. Ya, surat itu, jika ketahuan nantinya pastinya aku tidak akan shock atau gugup.

"Duh, lo Cia aduh serius dong! Gue cape nihh. Udah pengen minum."

"Udahan dulu kali Val, kan lo cape tuh makan atau minum dulu sana."

"Gak akan. Lo pasti ntar bakalan kabur. Yaa kann?" Curiga Valerie sambil menatap menyelidik ke arah ku yang membuatku tersenyum kaku ke arahnya.

"Nggak kok Val. Suer deh."

"Yaudah.. Deh. Gue beli minum dulu ya. Lo kaya biasa kan?" Tanya Valerie. Aku mengangguk sebagai jawaban.

Aku terduduk lemas di lantai beralaskan marmer ini, sekarang aku sedang di ruangan tempat kumpulnya anak basket. Tekankan soal itu. Memang sih sekarang sekolah sudah sepi, hampir semua murid mungkin sekarang sudah santai bermain laptop mereka di rumah. Membuatku iri saja.

Soal Thomas, minggu lalu setelah insiden dia menyanyi untukku, um.. Membuat Valerie bertambah cemas bukan main. Dia tersenyum, namun dibalik itu semua dia cemas bahkan sangat cemas. Semenjak itu, ia menyuruhku belajar private acting berbohong dengannya.  Memang sih, Valerie emang paling pintar soal itu, sampai terkadang guru-pun tertipu dengan acting abal-nya itu dan meloloskannya begitu saja. Berbeda denganku yang bisa dipanggil bahkan diceramahi oleh guru bp hingga larut sore. Dan itu benar-benar menyebalkan, dan juga itu hanya boleh terjadi sekali saja.

Thomas tadi sempat menawarkanku untuk pulang bareng, tapi Valerie dengan gaya anggunnya itu mengusir Thomas secara halus dan dengan gaya meyakinkan, ia bilang akan mengantarku sampai rumah dengan selamat.

"Duh Tom. Cia gak bisa pulang bareng lo, kita mau pergi les, dan tenang aja gue bakal anter Cia sampe rumah. Oke?"

Jujur saja. Aku sedikit kesal dengan itu, masalahnya Valerie dengan mimik tak berdosa itu sedari tadi sibuk berceloteh tentang betapa buruk acting berbohong itu.

"Eh ada Ciara. Gue mau ambil basket nih." ucap seseorang yang ternyata Rio. Cowo itu ketahuan sekali habis bermain basket karena keringat bercucuran di dahinya.

"Basket? Ambil aja, Yo." ucapku sambil tersenyum kecil. "Abis main basket ya?"

Rio tersenyum kecil, membuka resleting tasnya dan memasukkan bola itu ke dalam tas ransel miliknya. "Iya nih. Bareng Thomas di rumah dia. Bareng yok ke sana" ajaknya.

  Aku menggeleng kemudian menunjuk beberapa lembar kertas di hadapanku ini. Kertas-kertas itu adalah kata yang harus kuucapkan ketika ketahuan nanti.

  "Lagi ngerjain apa sih? Liat dongg"

  "Eh jangan. Mendingan lo cepet samperin Thomas, ntar dia nunggu kelamaan" ucapku ngeles sambil meringis kecil. Rio tampak melirikku curiga dan akhirnya mengangguk ragu.

"Yakin nih gamau bareng?"tanyanya sekali lagi.

Aku mengangguk dan tersenyum kecil, "Iya. Lagian gue lagi nungguin Valerie balik" ucapku sambil menunjuk ke arah pintu.

"Kalo gitu, gue temenin deh nungguin Valerie"

Aku meringis pelan mendengar perkataan Rio. Tampak cowok di sebelahku ini cuek bahkan dia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil di lehernya.

Just HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang