PART 5

2.4K 115 2
                                    

"Keuangan sedang panas panasnya, namun akan ada peneduh nantinya. Gunakan akal sehat ketika kamu mendapatkan peneduh itu"


Tiba tiba Dania teringat kembali ucapan Madam Eva yang meramal dirinya lewat kartu tarot. Mungkinkah peneduh itu adalah zidane? Uang pemberian zidane sebesar tiga ratus ribu masih ia simpan dibawah bantalnya. Dania bingung kenapa tiba tiba kakak kelasnya itu berubah. Ia lebih intens memperhatikan dirinya. Tadi saja ketika mendadak luka dikakinya kembali mengeluarkan darah, dengan sigap zidane langsung membawa dirinya ke ruang Uks. Ini tak boleh dibiarkan. Dania tau bahwa zidane adalah kekasih dari ajeng, yang juga kakak kelasnya. Tapi tak bisa dipungkiri jika sosok seorang Zidane Fairuz itu memang tampan. Ahh bukan ketampanan yang dania cari, ia tak mempermasalahkan soal fisik. Dania harus menjauhi zidane, ia tak mau menjadi benalu hubungan zidane dan ajeng.

"Dania, keluar kau. Tolong strika baju karin, ia mau keluar malam ini"

Suara bibik dengan nada yang selalu terdengar sedikit membentak terdengar sampai dalam kamar dania. Ia langsung bangkit. Mau tak mau ia harus menyetrika baju karin sepupunya itu. Itu memang sudah kewajibanya. Semua pekerjaan rumah sang bibik menyerahkanya pada dania. Bibik memperlakukan dania bukan seorang keponakan, melainkan seperti asisiten rumah tangga. Bagi dia, memberi makan dan menyekolahkan dania itu adalah gaji yang cukup bagi dania.

Dania sudah berdiri dari ranjangnya meski kakinya masih sakit. Ya, bekas lemparan didik menggunkan gelas masih menyisakan bekas luka. Didik memang hanya seorang anak kecil berusia enam tahun, tapi ia tak seharusnya melempar dania dengan gelas hanya karena susu yang dibuatkan dania waktu itu kurang terasa manis.

"Daniaa... lama sekali kau. Tuli kau hah? Keluar cepat" bibik kembali melontarkan suaranya. Ia harus benar benar keluar sebelum bibik murka padanya.

**

Andra benar benar dibuat nyaman ketika berada disamping Maliq, ia sendiri tak sadar jika saat ini hubunganya begitu dekat dengan Maliq. Bukan seperti sepasang sahabat lelaki. Tapi ini sudah melebihi batas. Mereka memang belum melakukan apapun yang di haramkan oleh semua agama. Meski Andra atau Maliq tak melukiskanya lewat sebuah ungkapan. Kenyataanya diantara mereka memang ada sesuatu yang mereka pendam dalam hati. Saat ini Andra tidur dipangkuan Maliq disebuah bukit terpencil yang jauh dari suara bising kendaraan. Suasanya hening sepi, anginya berhembus dengan pelan dan teratur. Yang terdengar hanya suara jangkrik dan helaan nafas mereka. Kedua pasang mata mereka semuanya tertuju pada bulan. Mungkinkah disana ada kehidupan, mungkinkah kehidupan disana lebih indah dari pada dibumi. Andra mulai memainkan kata dalam hatinya. Ia memang diperlakukan seperti seorang Pangeran oleh Maliq. Apakah itu yang membuat Andra nyaman? Bukankah ia tak suka diperhatikan. Dipedulikan atau dilakukan manja. Jika ia mau, ia sudah bisa mendapatkanya lewat Fathan. Pria yang dari kecil selalu ada untuk dirinya. Pria yang selalu membelanya ketika Andra kecil menangis karena kejailan teman temanya. Logika Andra memang lumpuh seketika ketika berada disamping Maliq.

"Tubuh lu dingin amat sih?' Andra bersuara dengan pelan

"Mungkin ini ulah angin malam" Maliq tak menatap Andra, pandanganya tetap tertuju pada bulan yang malam ini membentuk bulat dengan sangat utuh.

"Bukan, dari pertama gue kenal lu. Kulit itu dingin. Kayak.."

"Mayat?" Maliq menatap Andra yang berada dipangkuanya? Kali ini Andra sangat jelas melihat cahaya biru dari kedua bola mata pria yang memberikan kenyaman padanya.

"Kalo gue mayat?" Maliq meneruskan kata katanya, Andra hanya tertawa. Maliq sangat suka melihat andra tertawa.

"Seorang Radja yang terhormat sekalipun, jika ia mengatakan dirinya mayat gue gak peduli. Karena gak ada ilmu apapun itu yang membuat orang yang udah mati jadi hidup kembali. Gue tau di dunia ini ada hal hal mistis. Tapi aneh lah kalo mayat bisa hidup. Gue gak percaya. Itu pembodohan"

RITUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang