PART 7

2.2K 94 2
                                    

"Cinta....

Cinta adalah tentang hati, keduanya saling berkaitan satu sama lain.

Cinta adalah udara, ia bisa kita hirup menjadi helaan nafas yang mulia. Namun, jika salah saja menghirup udara itu. Maka akan menjadi helaan nafas yang sesak.

Waktu. Ia selalu menjadi peran penting pada mahluk yang bernama cinta itu.

Semuanya seolah ia yang menjawab, walaupun atas kehendak Tuhan. Aku selalu setia dengan Waktu. Dalam hitungan angka usiaku, ia belum sempat menjawab atas apa yang aku rasa ini.

Kini aku hanya bisa apa? Pura pura lega dengan nafas yang sesak itu? Ataukah pura pura bahagia atas jawaban waktu saat ini? Semuanya terlalu dusta. Aku sendiri tak beda dengan Pecundang diluaran sana.

Merpati...

Aku tak tau kemana kau membawa lukisan kata kataku ini. Entah pada diakah? Yang menjadi dalang atas perasaan apa yang kurasa ini. Jika itu terjadi, Aku akan bertima kasih padamu. Itu berarti kau lebih gagah dariku ini..."

Fathan menggulung tulisan disecarik kertas yang kemudian di ikatkan dikaki merpati putih. Dan menerbangkan merpati itu. Fathan memang sudah biasa melakukan ya, menuahkan perasaanya kedalam tulisan. Lalu, biarlah Merpati putih itu terbang membawa isi hatinya. Entah kemana.

Ia masih duduk disamping rumahnya. Tak ada senyuman dari seorang Fathan. Ia marah pada dirinya sendiri yang tak beda dengan seorang pecundang. Fathan tak habis fikir, Kenapa Maliq mampu mendiami fikiran Andra. Padahal baru beberapa hari mereka kenal. Sedang dirinya? Yang sedari kecil selalu ada untuk Andra, yang selalu ada disaat andra kecil merengek, menangis. Fathan sudah lebih dulu ada. Ia merasa kehadiranya tak berarti dimata Andra. Mungkin Andra tak sadar betapa Fathan mengkhawatirkanya tadi pagi ketika mendapatinya terkena demam.

**

"Loh bukanya lu sama Kak Fathan ya?" Faisal menaruh satu kantung pelastik jeruk yang sengaja mereka beli secara patungan untuk andra.

"Dia pulang dulu katanya.. Mau nganterin nyokapnya apa.."

"Ohh. Lu kok bisa sakit?"

"Mungkin Cuma kecapekan aja"

"Untung ada Kak Fathan ya ndra di rumah lu" Adit duduk disamping Andra yang bersandar dengan beralas bantal tidurnya.

"Tanpa ada dia juga dia juga gue gak kenapa napa" Andra memainkan ponselnya

"Eh Selfie dulu yuk ndra. Biar anak anak tau kalo lu sakit" Dion duduk di samping andra sambil meraih ponsel dari kantong celananya

"Apaan ogaah" Andra menolak, adit dan faisal tertawa cekikikan

"Maliq emang gak masuk?" Lanjut andra kemudian yang membuat ketiga temanya itu terdiam beberapa saat.

"Gue heran sama lu ndra. Masih aja nanyaiin Maliq. Disaat lu sakit kayak gini masih mikirin dia? Dia belum tentu mikirin lu?" Faisal berceloteh

"Lu suka kali ya sama dia?"

Andra mendorong Dion yang bicara asal ceplos itu, "Enak aja lu. Gue masih normal kali.."

"Ya habis lu perhatian banget sama dia"

Kata kata Dion yang terakhir membuat Andra berfikir. Ia pun memang merasakan seperti itu. Kata kata Dion seakan membuatnya lebih dalam masuk kedalam ruang sadarnya.

"Gini ndra, gue, faisal dan dion selaku temen deket gak ngelarang lu temenan sama si Maliq. Tapi jangan kucing kucingan dong. Lu ajak dia gabung sama kita. Jujur kita marah ia, aneh ia lu deket banget sama dia. Perhatian lu, khawatir lu semua Cuma tentang Maliq. Kita lu belum pernah lu lakuin seperti itu. Dan kita gak masalah ndra.." Adit ikut duduk di samping dion. Kata kata adit barusan membuat jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.

RITUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang