"Kalau kakaknya idiot, udah pasti adiknya juga!" Kelit Agnes dari dalam kelas, walau suaranya sudah terdengar mengambang.
"Jangan pernah lo samain gue sama kakak!" Teriakku dalam hati yang paling damai.
Aku terduduk di bangku taman kembali. Menangis dan terisak sendirian. Tak ada yang membela. Aku memang tak diharapkan di dunia ini.
"Gak berguna!" Teriakku samar.
"Siapa bilang lo nggak berguna? Pasti ada satu orang yang bakalan gelisah kalau sampai kehilangan lo walau cuma semenit!" Suara bariton itu tidaklah asing, dia Aji.
"Aji?" Gumamku.
"Kenapa disini? Ko gak dikelas?" Tanya Aji sembari mengusap air mataku yang mengalir deras di pipi, mataku sembab dibuatnya.
"Lo juga ngapain disini?" Tanyaku pelan.
"Tadi gue abis dari toilet, terus ngeliat lo teriak-teriak gak jelas sendirian disini." Jawabnya lagi-lagi berusaha menghibur diriku yang masih larur dalam kesedihan.
Aku hanya mengiyakan perkataan sembari menganggukan kepala tanda mengerti.
"Ayo, gue antar balik ke kelas!" Serunya.
"Nggak mau! Nanti gue ketemu Agnes lagi!" Ujarku merajuk.
"Agnes? Kamu nangis gara-gara dia?" Tanya Aji sambil membelai rambut kepalaku seraya mengusap puncak kepala perlahan.
Aku mengangguk dan mulai menyeka air mata yang mulai mengering di pipiku.
Lalu Aji merangkul bahu, mengajak diriku kembali ke kelas. Tampaknya Aji adalah cowok yang perhatian dan penyayang. Udah gitu cukup tampan lagi, apakah ini namanya first love? Tapi sayangnya, aku gak percaya sama cinta pertama apalagi masih cinta monyet anak SMA gini.
Aji mengetok lalu membuka pintu kelasku. Aku bingung disaat Aji bilang ke guruku, Agnes malah menatapku seperti tatapan membunuh dan merendah. Sebenarnya ada hubungan apa antara Aji dan Agnes?
Teeett...teeeettt...
Pulang, waktu yang begitu menyebalkan. Tentu saja karena hari ini aku harus pulang sendiri. Karena perhiasan mama yang paling berharga harus cepat di layani, siapa lagi kalau bukan Kakak, soalnya kalau gak gitu nanti ngamuk kan repot *upss.Aku melangkah gontai menyusuri jalanan ini hingga tiba-tiba rntikan hujan menghujam tubuhku. Aku harus mencari tempat untuk berteduh. Segera kuhampiri halte yang tak terlalu jauh dari letakku berdiri sebelumnya.
Kalau hujan terus menerus turun deras seperti ini, tampaknya aku bisa telat datang ke Pesta Ulang tahun kakak. Nanti uang sakuku di potong oleh Mama. Apakah tidak ada cara lain yang bisa kulakukan?
Bruummm...
Suara motor siapa yang melintas di jalanan hujan deras kala ini? Siapa kira-kira orang dibalik jaket hitam itu berani menerobos hujan sederas dengan kilat menyambar ini. Tapi sepertinya dia juga ingin berteduh disini, cuaca memang terlihat sangat tak memungkinkan untuk membawa motor."Angel?!" Ujar suara dibalik helm bertuliskan SNI itu.
"Tunggu, lo Aji?" Tanya ku terperangah.
"Hei, lo pulang sendiri? Bukannya lo biasa di jemput nyokap?" Tukasnya sembari berlari terjinjit ke halte, melindungi kepalanya dengan tas sekolah.
"Iya, harusnya juga gitu. Tapi, mama lagi sibuk ngurusin ultah kakak gue." Jawabku sambil mengusap-ngusap kedua telapak tanganku dan ditempelkan ke pipi.
Nyess... hangat...
"Ngel, lo kedinginan ya?" Tanya Aji sambil melepaskan jaketnya.
"Makasih." Ucapku. "Ji, hujannya udah reda gue balik duluan ya!" Lanjutku sambil merapikan baju yang kusut sehabis duduk.
"Gue anter!" Tukasnya tegas.
"Serius?" Tanyaku tak percaya. Mengapa laki-laki ini selalu bersikap baik kepadaku?
Dia hanya mengangguk dan menuju motor. Motor mulai berjalan dan menyusuri jalanan pinggir kota cukup lengang. Hingga melewati sebuah padang rumput yang cantik. Karena ditumbuhi ilalang berwarna kuning.
"Aji! Gue mau turun disini dulu sebentar aja. Kalau lo mau nunggu gapapa, tapi kalo lo mau pulang duluan juga silahkan." Pintaku.
Aji segera menghentikan laju motornya. Dan memberi tatapan mau-ngapain-lo-disini?
"Ji, di taman ini. Gue biasa melepaskan semua kekesalan gue terhadap siapapun. Dan biasanya ditemani kakak gue!" Ujarku sambil berjalan menelusuri padang rumput terhampar luas ini.
"Lepaskan selagi lo bisa!" Jawab Aji cool.
"Aaaaaaaaaaa!!!" Teriakku sekencang mukin
"Lo udah bahagia kan sekarang?" Tanya Aji sambil menggendongku kembali ke motor dengan seringaiannya yang jahil.
"Aji!" Teriakku kesal.
***
"Ma, maaf telat. Tadi kan hujan deras. Jadi aku meneduh dulu!" Ujarku saat menemui mama di ruang kelas kakak. Kue Ultah yang berhiaskan lilin berangka 22 telah terpasang cantik di sebuah meja. Dan kakak, selalu dalam rutinitas harian, lagi makan coklat kesukaannya.
"Iya Ngel, gak papa. Kamu tolong jadi fotografernya aja ya!" Pinta Mama
"Oke bos!" Jawabku sambil mencolek krim putih dan menoleskannya ke pipi kakak.
"Adik Angel!" Serunya terpekik setengah marah.
Aku terkikik dan segera mengambil kamera yang terletak di sebelah Kue Ultah. Mama segera memulai acara. Kakak terlihat datar saja mukanya. Aneh sekali.
Aku mulai menjalankan tugasku yang diberikan mama. Mama sedang memimpin doa. Pasti susah sekali memimpin anak berkebutuhan khusus semua.
Hingga akhirnya telah sampai di bagian acara peniupan lilin. Kakak terlihat mulai agresif. Aku merasa ada yang tidak beres. Kakak seperti 3 bulan yang lalu. Menjadi kumat karena mama lupa memberi obat.
"Nah Kakak, ayo make a wish. Terus tiup lilinnya!" Ujar Mama lembut
Hhhuuuffttt... kakak meniup lalu menjatuhkan kue ulang tahun yang super indah dan sangat mahal itu.
***
—ladymezzy.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Brother
Teen FictionIdiot. Bodoh. Tolol. - Mungkin bagi sebagian orang, menjadi diriku adalah sebuah bencana. Sebenarnya hal itu tidak sepenuhnya salah, karena memang benar. Siapa insan remaja di dunia yang mampu menerima kenyataan memiliki kakak laki-laki berkebutuhan...