"Kita mau kemana?" Pulang sekolah Bintang langsung mengajak Aresha kesuatu tempat. Suatu tempat yang ternyata sebuah kafe.
"Ketemu temen lama" Bintang merangkul Aresha dengan mesra, memasuki sebuah kafe dengan desain coklat kayu bernuansa tenang ini.
"Tunggu sebentar, dia masih dijalan" Aresha duduk dihadapan Bintang dengan tubuh yang masih mengenakan seragam batik sekolahnya. Kenapa tidak berganti baju dulu si? Bintang memang selalu dadakan hidupnya.
"Eh itu dia" Bintang bangkit dari duduknya, menyambut lakilaki yang juga mengenakan celana abu abu. Mereka bertos ria ala lakilaki biasanya.
"Duduk Zam" Azzam duduk tepat disamping Bintang. Aresha hanya memandang sejenak lakilaki berjaket hitam putih itu. Tampan. Tapi tetap Bintang yang paling tampan.
"Aresha ya?"
"Iya"
"Azzam" lakilaki itu menjulurkan tangannya yang disambut malas oleh Aresha.
"Azzam ini sekolah di 24 Sha, satu angkatan sama lo" Aresha tahu jika SMA 24 adalah sekolahannya anak anak pinter dan terkenal elit dikalangan masyarakat. Yang Aresha bingungin itu kenapa Bintang harus mengajak Aresha untuk bertemu temannya. Kan bete.
"Cantik gak Zam?" Bintang semakin membingungkan saat ia tersenyum jahil menatap Aresha dan Azzam. Seakan akan Bintang menyodorkan Aresha untuk lakilaki asing ini.
"Cantik" Azzam hanya mesem mesem tidak jelas saat melihat wajah datar Aresha yang sangat manis. Bintang tertawa sumbang saat melihat wajah temannya yang memerah, sedangkan gadis itu hanya memasang wajah Flat tidak tertariknya. Bintang tahu ia salah.
"Dia bakal lebih cantik kalo senyum Zam" Bintang semakin gencar membuat Azzam tertarik pada Aresha. Sedangkan gadis yang ada dihadapannya sudah jengkel setengah mati akan kelakuan konyolnya itu.
"Senyum dong Sha, dia pengen liat lo senyum" Bintang memainkan matanya agar Aresha tersenyum. Gadis itu biasanya akan tersenyum bahkan tertawa saat melihat matanya yang mengedip ngedip tidak jelas, tapi kali ini bukan tawa yang Bintang lihat, tapi wajah datar 3 bulan lalu. Bintang lupa jika Aresha marah maka akan seterusnya marah.
"Jomblo loh Zam" Bintang mencolek colek pinggang Azzam yang membuat lakilaki itu terkekeh pelan. "Seriusan cewek secantik Aresha jomblo?" Azzam sama sekali tidak mengetahui hubungan antara Bintang dan Aresha. Yang ia tahu Bintang akan mengenalkannya pada seorang gadis.
Aresha bangkit dari duduknya, memakai kembali tas punggungnya yang tadi ia letakan diatas meja. Gadis ini marah. Kesal. Bingung. Benci pada lakilaki yang sudah ia anggap kekasihnya tapi malah menjodohkannya pada lakilaki lain. Dia dipermainkan, dan itu sakit. Saat ini Aresha sadar jika lakilaki dihadapannya ini tidak benar benar mencintainya.
"Gue pulang duluan" Aresha keluar dari area kafe, mengabaikan teriakan Bintang. Lakilaki itu berteriak menyuruhnya kembali, tapi tidak berusaha mengejarnya untuk kembali.
**
Berkalikali Aresha menyeka airmatanya agar tidak jatuh dan dilihat orang. Saat ini Aresha sedang berjalan menyusuri trotoar tak tentu arah. Wajahnya menunduk lalu mendongak, menunduk lagi lalu mendongak lagi.
Menunduk lama lalu saat airmatanya hendak jatuh ia mendongak mencegahnya turun. Begitu seterusnya hingga sebuah mobil hitam berhenti disampingnya, keluar lakilaki berseragam guru dan menatap bingung kearah Aresha.
"Sha kamu ngapain disini?" Pak Gio menatap wajah Aresha yang tertutup rambut karena menunduk. Gadis itu mendongak dan terlihatlah air mata yang sudah membajiri pipi merahnya. Pak Gio tertegun melihat gadis yang sampai saat ini masih ia harapkan menangis yang entah kenapa. Pak Gio menggiring tubuh Aresha untuk memasuki mobilnya. Gadis ini sedang tidak stabil emosinya, takut terjadi apa apa dijalan akhirnya Pak Gio memutuskan untuk mengantar Aresha pulang.
Tanpa keduanya ketahui, seorang lelaki dengan helm dikepalanya memandang kejadian tadi dengan tatapan menyesal. Ia menyakiti gadis yang sangat berharga dihidupnya. Satu tetes air mata jatuh mengenai pipi. Dan untuk pertama kalinya ia menangis karena seorang gadis.
**
"Sha maafin gue"
"Sha dengerin dulu"
"Sha"
"Aresha" Bintang tidak tahu jika efek dari perbuatannya akan sefatal ini. Aresha menjauhinya. Sudah 1 minggu Aresha menghindar untuk bertemu Bintang. Saat kerumahpun selalu Bi Inah yang membukakan pintu dengan wajah bersalah 'Non Aresha gamau ketemu Aden' selalu begitu.
Saat ini ia melihat Aresha sedang menyusuri koridor menuju perpustakaan, tak mau mebuang buang kesempatan Bintang mengejar gadis itu, mulutnya tak berhenti mengucap kata maaf. Bahkan gadis itu sudah tidak sudi menatapnya lagi.
Disatu sisi gadis ini tak tega mengabaikan Bintang yang selalu gencar mengunjungi kelas maupun rumahnya, tapi mengingat kembali kejadian satu minggu yang lalu saat di kafe hatinya kembali ngilu. Bintang mencoba memberikannya pada lakilaki lain.
"Gue terlampau sayang sama lo" Aresha menghentikan langkahnya, menatap wajah Bintang dengan bibir mencibir. Apa katanya tadi? Terlampau sayang? Apa masih dikatakan sayang saat ia menyerahkan gadis yang disayanginya pada orang lain? Omong kosong sekali lakilaki ini.
"Bulshit!" Aresha meninggalkan Bintang yang mematung ditempat. Lakilaki pengecut!
**
Ujian semakin dekat, sudah 1 bulan ia menjauhi Bintang. Lakilaki itupun tidak ada usaha lagi untuk meminta maaf. Satu bulan yang bagaikan satu tahun bagi Aresha, setiap malam ia akan menenggelamkan wajahnya pada bantal, lalu saat pagi menjelang mata sembab dan hidung merah yang ditemuinya.
Lana tahu betul akan keadaan Aresha yang memprihatinkan. Ia sekarang gila tugas, tugas yang diberikan untuk dikumpulkan minggu depan akan ia kerjakan hari itu juga. Lana juga mendengar jika sudah 1 minggu Bintang dirawat dirumah sakit, entah karena sakit apa Lana pun taktahu, Deyna yang setiap hari menjenguk Bintang tak kenal lelah. Sebenarnya Lana ingin memberitahukan pada Aresha jika lakilaki itu sedang sakit, tapi melihat kembali satu bulan belakang ini Aresha mencoba menghindari topik pembicaraan yang menyangkut tentang Bintang. Aresha marah dan akan seterusnya marah. Itu sifat Aresha yang Lana sangat tahu.
Aresha semakin hari semakin tak tentu arah, kadang hatinya ingin ke kantin tetapi langkah kakinya malah membawa ke kamar mandi.
Satu bulan mereka berprilaku seolah olah orang tak kenal. Satu bulan yang menyakitkan bagi keduanya. Dan satu minggu Aresha mencoba tak perduli saat Deyna menghampirinya dengan wajah memohon.
Flashback
"Kak please, sekali ini aja" Deyna menemuinya diperpustakaan seusai pulang sekolah. Rutinitas yang selalu Aresha lakukan satu bulan terakhir ini.
"Gakbisa Dey" Aresha hanya menunduk meminta maaf, sungguh untuk yang satu ini ia tak bisa. Rasa benci masih betah berada di hatinya.
"Kasihan Bintang kak" sudah setengah jam Deyna membujuk Aresha untuk menjenguk Bintang yang sedang dirawat diumah sakit. Anehnya, Deyna hanya menjelaskan jika Bintang sakit demam berdarah.
"Hanya DBD nanti juga sembuh" Aresha melanjutkan kembali kegiatannya membaca buku padahal otaknya sudah tertuju pada lakilaki itu. Ia ingin berlari kerumah sakit dan melihat keadaan Bintang, tetapi hatinya mencegah 'dia tidak mencintaimu' katakata yang mau tak mau mengoyak perasaannya.
"Pikirin lagi kak" setelah itu Deyna bangkit meninggalakan Aresha yang lagi lagi menangis terisak.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved True
Teen FictionCinta itu tidak memandang umur,fisik ataupun popularitas. Cinta adalah saat kamu bisa menerima kekurangan kekasihmu tanpa memperdulikan cemoohan orang. Sama seperti yang dirasakan Aresha saat mencintai Bintang, Bintang adalah adik kelas disekolahnya...