Part #3 Wedding??

38.4K 1.7K 35
                                    

Part #3 Wedding??

* * * *

Mulmed : Gaun Pengantin yang dipakai Adel.

* * * *

What what what!! Nikah?!! Yang benar saja!!

Otak Adel langsung menyuarakan isi hatinya. Menolak mentah-mentah apa yang disarankan Kakeknya. Tetapi Adel merasa penolakannya pada saran Kakek juga ditentang kuat oleh seluruh anggota Keluarga Djamil.

Dan disinilah Adel sekarang. Fitting baju pengantin dengan Bunda dan Tante Mut ... ehm ralat! Mama Mutia.
Tanpa didampingi calon pengantin pria.

"Ah bodo amat! Dia nggak datang malah gue seneng banget. Semoga aja dia nggak datang, nggak usah nikah sekalian aja," batin Adel. Ia menyeringai kecil sambil ikut membenarkan letak gaun pengantinnya.

Katanya nggak mau nikah, kok sekarang Adel malah ikut bantuin mbak mbak pegawai butik buat masangin gaunnya?

Gadis itu juga antusias memilih gaun pengantin yang sejak awal menarik perhatiannya.

Karena cita-cita Adel sedari kecil adalah ingin mengenakan gaun seperti putri-putri kerajaan yang dulu sering diceritakan Bundanya. Ia ingin menikah dengan pangeran berkuda putih yang akan memboyongnya ke istana.

Hey bukankah itu adalah impian semua wanita?

Begitupun dengan Adel, Adel juga ingin menikah dengan pria yang dia cintai. Setelah itu menimang anak, membesarkan anak mereka sepenuh hati, melihat anak itu tumbuh dewasa, dan menemani anak mereka meminang gadis yang dicintainya.

Adel sudah berpikir hingga sejauh itu. Tetapi masalahnya ...

Apa Beni adalah pangeran berkuda putih itu?

"Maaf aku telat, Ma."

Lamunan Adel buyar ketika suara rendah nan berat di belakangnya terdengar. Beni menghampiri ketiganya dengan napas terengah. Sepertinya cowok itu sehabis berlari.

Adel mencebikkan bibirnya. Kayaknya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya kali ini.
Dia hanya tersenyum pada Beni saat pandangan mereka bertemu.

"Kayaknya kamu antusias banget, Del," ledek Beni berbisik pada Adel.

Wajah Adel memerah. Ia meninju lengan Beni sambil berkata, "Narsis abis kamu! Ini tuh buat menghargai Bunda sama Tan- eh Mama, tau."

"Mama?" tanya Beni menaik turunkan alisnya.

"Iya. Mama kamu nyuruh aku manggil dia 'Mama'. Bunda juga nyuruh kamu manggil dia 'Bunda' bukan 'Bude' lagi," balas Adel.

Beni menganggukkan kepalanya. Cowok itu memandang Adel dari atas sampai bawah, seolah menilai gadis yang ada di hadapannya kini.

Adel imut juga. Tubuhnya yang memang agak bongsor dari teman sebayanya membuat gaun ini tidak tampak dikenakan oleh anak kelas 3 SMA.

Rambut Adel dicepol asal menampakkan leher jenjangnya. Hidung mungil bangirnya terlihat lucu saat dirias ringan oleh Bundanya. Wajah Adel memang terbilang kecil dan tampak pas dengan bingkai wajahnya yang oval.

Entah sejak kapan. Beni mulai membandingkan wajah Adel saat ini dengan wajah Adel dulu, 10 tahun yang lalu.

Adel kecil memang sangat imut. Dan tidak banyak berubah. Hanya rambut Adel yang sepertinya berubah. Kini rambutnya berwarna hitam kecoklatan dan berponi rata. Padahal Beni yakin, dulu rambut Adel berwarna coklat ikal.

"Beni nggak kedip mandangin Adelnya,"celetuk Mutia sambil cekikikan bersama Bundanya Adel.

Beni dan Adel salah tingkah. Terlebih Beni yang wajahnya merona. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, lalu segera menghampiri mbak mbak pegawai butik yang kini menyodorkan tuxedo lengkap dengan jas ke arahnya.

Cowok itu segera masuk ke ruangan khusus untuk pria.

Beberapa menit kemudian, Beni keluar dari ruangan itu dengan gagahnya.

Adel hampir lupa cara mengatupkan bibirnya jika ia tidak segera disenggol Bundanya. Ia bahkan tak berkedip menatap Beni.

Gantengnya calon suami gue!!

Beni menyeringai mendapati Adel yang memandangnya tak berkedip. Ia tersenyum meledek saat akhirnya gadis itu sadar dengan tingkah bodohnya.

"Segitunya natap akunya, Del. Ya, aku tau kok aku ganteng. Tapi gak usah sampe ngiler juga kalik, Del," ledek Beni sambil mencolek dagu Adel.

Cowok itu melenggang begitu saja menuju cermin besar di tengah butik. Dan diam-diam mengagumi ketampanannya sendiri.

Adel mendengus. Dia ikut melirik Beni di depan cermin. Ya, Adel akui Beni memang ganteng.

Tapi narsis!!

Pandangan mereka bertabrakan. Beni tersenyum tulus ke arahnya. Berbeda dengan senyumnya yang biasanya meledek Adel. Lalu cowok itu melambaikan tangannya mengintruksi Adel agar mendekat padanya.

Adel mengangkat gaunnya, dan ikut mensejajarkan dirinya di samping Beni.

Mereka sama-sama tersenyum melihat pantulan dari cermin. Mereka terlihat serasi.

Dan tanpa disadari keduanya, dua orang ibu-ibu di belakang mereka menyaksikan keakraban yang mulai timbul pada sepasang calon pengantin itu. Bundanya Adel dan Mutia saling berpandangan lalu tersenyum.

Besok akan menjadi hari paling bahagia untuk Keluarga Besar Djamil!

----------------------------------------

Flashback

"Kalian berdua harus menikah."

Adel masih terbengong di tempat saat ucapan itu meluncur dengan indahnya dari bibir Kakek. Barulah sepuluh detik kemudian gadis itu sadar.

"APA??!!"

Adel terkejut hingga tak sadar berteriak. Bukan hanya gadis itu saja yang terkejut mendengar pernyataan Sang Kakek, tetapi seluruh keluarga, kecuali Bundanya.

"Benar. Kalian harus menikah!" Bundanya tak kalah bersemangat.

Ayahnya mengerutkan kening lalu melontarkan tatapan tanya pada keduanya.
"Pak, Bapak yakin kalau menikah adalah solusi yang tepat untuk situasi ini?" tanyanya.

"Iya, Kek. Adel kan masih sekolah! Adel nggak mau menikah!" tolak Adel mentah-mentah. Ia bersungut menatap Kakeknya.

"Untuk sekarang, Adel harus nurut sama Kakek," ucap Kakek tenang menanggapi tatapan marah Adel. Adel tanpa sadar mengerucutkan bibirnya.

"Kek, nggak bisa begitu. Beni masih menganggur, belum bisa biayain diri sendiri. Apalagi kalau harus ditambah biayain beban hidup Adel," kata Beni sambil sedikit menarik kain batik Kakek. Ia ingin merajuk pada Kakeknya.

"Aku juga nggak mau nikah sama pengangguran kayak kamu," hardik Adel. Beni hanya diam. Malas merespon ucapan gadis keras kepala sejenis Adel.

"Adel!" seru orangtua Adel berbarengan. 

"Adel, Beni, ikut Kakek ke kamar Kakek sekarang juga. Kita bicarakan baik-baik disana," putus Sang Kakek.

Semua anggota keluarga hanya diam.

Beni duluan yang mengambil langkah menghampiri Kakek, sedangkan Adel menyusul di belakangnya. Oh jangan lupakan wajah kesal setengah mati gadis itu.

* * * *

Gimana part kali ini? Kayaknya kurang ngefeel ya, sorry kalo cerita ini agak sedikit bertele-tele.

Aku sengaja pendek buat part ini, biasalah, badmood menghantui.

Tapi aku janji di part selanjutnya bakal lebih panjang.

Oke, see you next chapter!

* * * *

November 2015
Aster

My Husband Or My Teacher [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang