Part #8 Absen Pertama

29.6K 1.5K 105
                                    

Mulmed : Rumah Adel dan Beni.

Ya aku tahu ini telat bingitz.... Tapi ya sudahlah, selamat menikmati para readers tercintahh... ;) :*

* * *

"Yeay, gue ada kabar gembira nih!", teriakan salah seorang siswi yang (agak) populer di sekolah saat ia baru saja memasuki kelas XII IPS 2 mengalihkan perhatian seluruh siswa.

"Apa?! Obat Mas*in ada ekstrak jeruk purutnya?!", celetuk cowok lainnya membuat gelak tawa di dalam kelas.

Adel hanya diam, sambil ikut mendengarkan perbincangan di depan kelas. Ia akhirnya bosan dan menenggelamkan kepalanya ke sela tas di atas mejanya.

"Kenapa lo? Nata gak ada bbm lo?", tanya Reina, teman yang semeja dengan Adel.

Adel sudah tidak lagi mendengarkan kabar gembira di depan kelas, padahal kan Adel duduk di bangku kedua setelah seorang siswi berkacamata di depannya.

"Heumm..", gumam Adel lesu. "Pagi tadi gue juga gak ngelihat Nata ada ngegerombol di gengnya", sambungnya.

Adel mencebikkan bibirnya dan menatap Reina malas. Lalu keduanya dikejutkan oleh teriakan yang kembali menggema di kelas.

"Pak Fajar lagi kena cacar, jadi gak masuk sekolah hari ini!! KITA BEBAS DARI CERAMAHNYA YANG MEMBOSANKAN!"

"Serius lo? Tumben banget? Entah gue harus seneng atau sedih karena guru yang imutnya mirip Doraemon itu gak masuk karena cacaran?", celetuk murid cowok lainnya. Sedetik kemudian kelas itu dipenuhi gelak tawa lagi.

Cowok yang tadi nyeletuk juga ikut-ikutan ketawa sambil joget goyang sambalado bareng teman se-gengnya, di depan kelas.

"YUHUUU!!! HARI INI GAK ADA PELAJARAN MTK?!!"

Adel lagi-lagi tak ikut tertawa saat hampir semua murid kelasnya tertawa termasuk Reina, yang terkekeh melihat aksi 'Juno and the genk' yang kini malah oplosan sambil godain Mimi, anak hits yang tadi ngumumin kalo hari ini akan tidak ada pelajaran Matematika.

"Siapa bilang kalo hari ini tidak ada pelajaran Matematika?",

Suara bariton di ambang pintu menyadarkan semua murid. Mereka bergegas ngacir ke habitat masing-masing.

Pak Iqbal, Kepala Sekolah tempat Adel menimba ilmu, berjalan memasuki kelas sambil diikuti seorang laki-laki yang berusia sekitar 23 tahunan di belakangnya.

"Ini guru baru kalian, yang akan mengajar Matematika kelas kalian, menggantikan Pak Fajar yang sedang sakit", tegasnya di depan kelas. Lelaki itu menatap sewot pada Juno dan teman-teman se-genk-nya sejenak, lalu beranjak meninggalkan kelas setelah menepuk pundak guru baru itu.

"Selamat pagi semua!"

"PAGI, PAK!!"

"Perkenalkan nama saya Beni Ardawidya Panjaitan. Kalian bisa memanggil saya Pak Beni. Saya akan mengajar kalian Matematika", kata cowok itu tersenyum. Kemudian ia semakin melebarkan senyumnya saat seorang gadis di barisan kedua langsung mengangkat kepalanya yang sedari tadi di tumpukan di meja.

Gadis itu menganga di tempat duduknya.

* * *

Adel terus mengucak kedua kelopak matanya memastikan bahwa penglihatannya salah. Ia juga menepuk-nepuk pipinya lagi-lagi untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi.

Tapi ia harus menelan pil pahit, sebab harapan jika penglihatannya salah itu tidak akan terjadi.
Karena memang, orang yang kini berada di depan kelas dan yang tengah mengerling ke arahnya itu benar-benar Beni, suaminya.

Jadi ini ya, kabar gembira yang ingin Beni sampaikan saat tadi pagi mereka sarapan. Dan dengan cueknya ia malah meninggalkan Beni yang berkali-kali memanggilnya.

Entahlah, kini yang berada di hadapannya adalah kabar gembira, atau bahkan... kabar buruk.

"Keluarkan kertas ulangan kalian! Kita adakan ulangan. Saya mau mengecek seberapa jauh kemampuan siswa SMA HARAPAN, SMA favorit di kota ini", perintah Beni langsung. Tanpa senyum yang menghiasi wajah gantengnya seperti saat perkenalan tadi.

Semua murid cowok mendesah panjang sambil bermalas-malasan mengikuti perintah guru baru itu. Sedangkan murid cewek di kelas Adel justru bersemangat mengikuti atensi Beni.

Adel mungkin tidak berada di pihak cowok atau cewek, karena gadis itu tetap terbengong hingga sebuah suara menginterupsinya.

"ARDELA MAHARANI?"

Adel tersentak ketika Reina menyenggol lengannya. Ia bergegas bangkit dan menjawab dengan lantang, "Ya, Sayang?"

Setelahnya semua orang di dalam kelas XII IPS 2 terbengong, termasuk Beni.

* * *

Setelah acara perkenalan, Beni beranjak dari berdirinya dan segera duduk. Cowok itu membuka buku jurnal kelas dan mulai mengabsen.

Beni tersenyum saat ia melihat deretan nama murid di buku absen. Nama orang yang berada pada deretan teratas lah yang menarik perhatiannya.

"Akan saya absen dulu!", ujar Beni menginterupsi semua murid yang tengah menuliskan identitas diri.

Semua pandangan murid mulai tertuju pada Beni seorang.

"Ardela Maharani?", kata Beni. Cowok itu mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas dan berhenti ke deretan bangku kedua di depannya.

Tidak ada sahutan.

"ARDELA MAHARANI?", kata Beni lebih lantang.

Semua pandangan murid di kelas XII IPS 2 mencari keberadaan Adel. Adel masih terbengong sambil menatap Beni, mengacuhkan semua pandangan murid yang menuju ke arahnya.

Beni melihat teman yang semeja dengan Adel menyenggol lengan gadis itu. Lalu akhirnya gadis itu tersentak dan bergegas bangkit dari duduknya.

Sedetik kemudian Adel mengatakan sebuah kalimat yang membuat Beni terkejut.

"Ya, Sayang?"

Berbagai macam ekspresi terpancar dari raut muka semua murid, tapi yang lebih dominan adalah ekspresi cengo.

Sedetik berikutnya mereka tergelak.

Beni menggeleng, dan menatap galak Adel. Ia beranjak menghampiri Adel yang tengah merutuki kebodohannya.

"Ardela Maharani, sekali lagi kamu melamun saat pelajaran saya, saya akan mengeluarkan kamu dari kelas",

JEDERR

Ini pertama kalinya Adel tersangkut masalah dengan guru. Dan yang lebih parah lagi, guru yang kini dihadapinya adalah suaminya sendiri.

* * *

Apa ini? Kok malah sedikit? Malah ngupdetnya lamaaa lagi!

Entahlah, writer block merajai.. Maklumi ya kawan..

Oke, happy new year.

Aster.

My Husband Or My Teacher [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang