Kecewa

2.1K 229 5
                                    

Jerry masih meneguk minuman memabukan itu sampai habis. Ia terlihat begitu lemah dan patah semangat. Ia sadar melihat gelasnya sudah kosong, lalu kembali menuangkan cairan berakohol itu ke gelasnya dari botolnya.

“Sepertinya kau sudah sangat mabuk?” kata lawan bicaranya yang juga terlihat sama mabuknya yang duduk tidak jauh dari tempat Jerry duduk.

“Kau jangan menguruiku,” kata Jerry kesal, “kalau kau juga mabuk. Bukankah ini lebih baik.”

“Tentu saja.”

“Aku rasa masalahmu tidak seberapa, bukan?” kata Jerry terbata-bata, “kau mabuk untuk kesenanganmu. Sedangkan aku untuk kekecewaanku.”

“Kau tidak tahu masalahku.”

“Kau juga punya masalah?” Jerry tertawa terbahak-bahak.

“Tentu saja aku punya,” jawabnya dingin.

“Apa?”

“Kau tahu, aku mencintai seseorang yang mencintai orang lain.”

Jerry tertawa lagi.

“Kenapa, ada yang lucu?”

Jerry mengelengkan kepalanya.

“Lalu kenapa kau tertawa?”

“Aku tertawa karena kita senasib.”

“Apa?”

“Kita senasib.”

Lawan bicaranya juga ikut tertawa,

“Kau juga mencintai orang yang mencintai orang lain?”

“Ya…Ya…Ya…” kata Jerry sambil berdiri dan mendekati lawan bicaranya yang duduk di sebelahnya, “kau tahu aku ini siapa?”

Jerry menunjuk mukanya sendiri.

“Kau siapa?”

“Aku Jerry Alexander, salah satu orang terkaya di dunia.”

Lawan bicaranya tertawa makin kencang.

“Kalau begitu aku orang terkaya kedua di dunia.”

“Aku serius.”

“AKu pun serius.”

“Aku telah menciptakan mesin waktu. Kau tahu apa itu mesin waktu?”

“Jam?”

“Bukan jam,” kata Jerry, “mesin itu. Mesin itu dipakai untuk ke masa lalu atau masa depan.”

“Wah?”

“Iya. Lalu kau tahu, aku kembali dari masa depan untuk menjemput kekasihku.”

“Kau romantis.”

“Kau tahu ternyata saat aku datang, kekasihku itu sudah mencintai orang lain.”

“Kau malang sekali, tuan.”

“Benar bukan?”

“Ya.”

“Aku memang malang sekali.”

“Kalau begitu kembali saja dengan mesin waktu lagi.”

Jerry mengeleng-geleng. Ia sudah mulai mabuk berat, begitu pun lawan bicaranya. Tetapi keduanya seakan tidak peduli dengan keadaan mereka dan tetap meminum minuman setan itu.

“Tidak bisa….Tidak….Bisa…”

“Kenapa?”

“Aku merusaknya.”

Jerry tiba-tiba tertawa lagi terbahak-bahak.

“Bodohnya, aku merusaknya.”

“Kau memang sudah gila.”

“Aku gila?” kata Jerry, “mungkin saja.”

Keduanya tertawa lagi.

“Kau sendiri?”

“Apa?”

“Apa kau gila?”

“Aku?” Tanya temannya sambil tersenyum, “kau nilai sendiri!”

“Apa?”

“Beberapa hari lalu….Aku…Meracuni orang.”

“Hebat…”

“Tapi dia tidak mati.”

“Kau ingin dia mati?”

“Iya,” kata lawan bicaranya, “tentu saja.”

“Kenapa?”

“Karena ia telah merebut orang yang aku sukai.”

“Begitu?”

“Dan kau tahu tidak,” katanya lagi, “orang itu playboy dan hanya ingin mempermainkan orang yang aku sukai. Dia pantas mati.”

Jerry mengangguk-angguk, lalu terlelap.

* * *

“Bangun tuan!”

Jerry membuka matanya dengan penuh rasa kantuk yang luar biasa. Ia baru sadar ternyata ia berada disebuah bar kecil dipinggir kota.

“Tuan, kami mau tutup.”

Jerry mencoba bangun dan memijat-mijat lehernya.

“Hari ini hari apa?”

“Hari sabtu tuan,” kata pelayan bar itu.

“Maksudku, tanggal berapa?”

“29 Desember.”

“Terima kasih.”

“Tuan selama beberapa hari selalu menanyakan itu.”

Jerry hanya tersenyum kecil.

“Oh ya tuan,” kata pemuda itu lagi saat Jerry ingin meninggalkan ruangan itu, “sepertinya temanmu meninggalkan sesuatu.”

“Temanku?”

“Semalaman tuan mengobrol denganya,”

Pemuda itu memberikan Jerry sebuah buku.

Sebuah buku Diary.

Jerry pun terkejut melihatnya.

Loving You With Time Machine...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang