Tertangkap

2K 212 1
                                    

Aku benci kalau harus pergi ke kantor tiap hari sabtu. Banyak temanku menikmati hari liburnya akhir pekan seperti ini. Tetapi sepertinya kantorku berbeda dari kantor pada umumnya. Setiap hari sabtu pun kami wajib masuk walaupun hanya sampai jam 2 siang.

Sebenarnya aku masih terpikir dengan kejadian semalam. Pria gila yang selama ini membuntutiku akhirnya muncul juga. Entah bagaimana caranya ia bisa mendapatkan buku diaryku dan meniru tulisanku dengan membuat buku diary lain? Sampai-sampai ia mengaku Jerry Alexander. Sebenranya aku bingung bagaimana ia tahu nama itu, sedangkan di diaryku aku hanya menulis nama Jerry? Sudahlah. Ia sudah gila.

Tapi ada yang aneh lagi di buku tersebut. Kenapa hanya ada 2 halaman yang terisi? Tanggal 19 Desember 2006 dan 1 Januari 2007. Sebenarnya aku agak bingung dengan tulisan ini, benar-benar seperti tulisanku, tapi entah mengapa aku tetap merasa janggal.

Ia menuliskan di 19 Desember 2006.

Dear Viary,

Aku ingin membuat buku diary ini dengan beberapa tujuan, terutama untuk mengasah tulisanku sekaligus mengingatkan aku kepada bibiku. Reva Alexa. Yang merupakan penulis yang sangat berbakat dan merupakan salah satu penulis favoritku. Menulis adalah kesukaanku, maka dari itu atas saran darinyalah aku menulis. Diary inilah saran terbaik darinya. Ini sudah menjadi keputusanku, untuk terus menulis buku diary ini.

Aku akan memulainya dengan cerita hari ini. Adalah Jerry Alexander, tetanggaku yang lucu yang mengatakan hal yang sangat romantis. Kau tidak akan mempercayai apa yang ia katakan, Viary.

Vera Febiana.

Dan di 1 Januari 2007.

Dear Viary,

Selamat tinggal. Jalan-jalanku segera dimulai, hari ini.

Vera Febiana.

Begitulah buku diary ini. AKu benar-benar merasa aneh dengan tulisan ini. Tetapi, apa yang aneh aku tidak tahu itu. Ah sudahlah, aku rasa ini hanya perbuatan lelaki aneh kemarin. AKu rasa ia sudah masuk penjara sekarang.

Hari ini pekerjaan begitu banyak. Joni, Merry, Willy dan Danu pun terlihat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Kami tidak dapat mengobrol, ya walau pun kami memang tidak pernah mengobrol.

Handphoneku berbunyi. Aku mengangkatnya.

“Sayang,”

“Iya,” kataku, “ada apa?”

“Maaf, sepertinya malam ini kita tidak bisa pergi, begitu juga besok.”

Aku kecewa. Sungguh kecewa. Tetapi aku ingin tahu kenapa?

“Kenapa?”

“Adikku sakit, aku harus kembali ke Surabaya. Maafkan aku.”

“Adikmu sakit apa?”

“Demam berdarah.”

“Jadi kamu akan berangkat sekarang?”

“Iya,” kata Zylon, “sebentar lagi aku naik pesawatku. Maafkan aku sayang, aku tidak bisa menemanimu. Malam tahun baru pun, sepertinya planningnya berubah.”

“Tidak apa-apa. Adikmu kan sakit.”

Sebenarnya sih, kalau aku mau egois aku tidak rela ia melakukan itu. Ini malam tahun baru pertama kami, tapi harus gagal.

“Benar tidak apa-apa?”

“Ya.”

“Soal ke Bangkok.”

“Ya?”

“Bagaimana kalau kita bertemu di Singapura?”

“Maksudmu?”

“Perjalananmu akan transit sebentar ke Singapura, kau tunggu aku di sana. Aku sudah memesan pesawat langsung dari Surabaya ke Singapura. Nanti kita ketemu di sana dan sama-sama berangkat ke Bangkok. Okey Sayang?”

Aku tidak mau. Sesungguhnya tidak mau. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Zylon sudah baik sekali padaku bahkan memintakan ijin cuti selama tiga hari untukku jalan-jalan. Sudahlah.

“Baiklah.”

“Baiklah, siapa?”

“Aku malu, ini di kantor.”

“Tidak apa-apa.”

“Baik…” aku benar-benar malu. Aku belum pernah memanggilnya dengan sebutan sayang di kantor. Aku melirik kanan dan kiri. Tidak ada yang melihatku. “…Sayang.”

“Nah. Gitu dong!” goda Zylon, “sampai jumpa.”

“Iya.”

Handphone ku matikan. Aku sepertinya harus segera melanjutkan kerjaku.

Jam 1.30 siang. Setengah jam lagi kami akan pulang. Aku harus segera menyelesaikan semuanya sebelum aku berangkat untuk berlibur. Aku meneguk kembali kopiku, lalu berusaha untuk menyelesaikan semua tepat pada waktunya.

Tetapi aku mengantuk.

Dan sangat mengantuk.

Saat ku buka mataku, aku sadar aku masih di… Tidak ini bukan di ruanganku. Ini toilet. Kenapa aku ada di sini. Aku berusaha bangun dan tidak bisa. Seseorang telah mengikat tanganku dengan tali. Kenapa juga dengan mulutku, mulutku disumpal dengan kain. Siapa yang melakukan ini?

Aku berusaha melepaskan ikatanku. Tetapi usahaku sia-sia, sebagaimana pun aku memberontak aku tetap saja tidak dapat melepaskannya.

“Kau sudah bangun Vera?”

Suara yang sangat ku kenal itu sangat-sangat mengagetkanku, apalagi saat ku mengecek kebenaran dari dugaanku tersebut.

Loving You With Time Machine...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang