• the plan, the judge, and the agreement •
∞
Dua orang pria tengah sibuk mengurus pekerjaannya di meja masing-masing. Ruangan yang menjadi kantor keduanya berisik oleh suara jari yang menekan-nekan keyboard dan kertas yang dibolak-balik secara kasar. Tidak ada harum kopi ataupun semerbak bunga segar dari dalam vas di atas meja. Suasana di kantor itu murni sunyi senyap dengan bau sisa rokok berasap dari dalam asbak.
Dan salah seorang pria itu bernama Adam Nirwana, Sang Penanggung Jawab konflik dalam cerita.
"Jo?" panggil Adam pada asistennya.
"Iya, Pak?"
"Bacakan jadwal saya hari ini."
Jo mengambil tumpukan kertas di lacinya dan membaca rentetan kata yang tertulis di sana. "Hari ini Bapak ada jadwal sidang jam 12, jam 3, dan jam 7 malam untuk kasus kenakalan remaja. Selain itu ada kunjungan khusus ke Akademi Minerva untuk memastikan jumlah pagu yang tersisa pukul 10 malam."
"Itu saja?"
"Itu saja."
Adam memutar-mutar kursi kerjanya ke kanan dan ke kiri. Jam di pergelangan tangan kirinya menunjukkan angka sebelas lebih dua puluh menit. Sementara matanya fokus pada pemandangan gedung pencakar langit, pikirannya tenggelam dalam kasus kenakalan remaja yang seminggu ini hangat dibicarakan.
Diam-diam Adam tersenyum geli. Menghadapi kasus kenakalan remaja seperti ini mengingatkannya pada Adam versi SMA yang sangat badung dan pemalas. Bersyukur semuanya kini berubah dan ia sukses menjadi seorang hakim sekaligus detektif di umurnya yang ke dua puluh lima tahun.
"Jo?" panggil Adam lagi.
"Kenapa lagi, Pak?"
Adam mengambil pulpennya di atas meja. "Kasus kenakalan remaja itu... bisa kamu bacakan siapa saja yang bersangkutan?"
"Hmm," Jo membalik halaman kertasnya. "Di sini ada si Badung Acacia Trisha Alpen yang datang bersama lawan mainnya, Diana Cecilia. Lalu ada seorang cewek korban bully Kairin Bunga Faira yang menuntut pada tiga orang pelaku bully-nya, oh.. siapa ya pelakunya? Di sini tidak dituliskan. Dan terakhir ada Lilian Brietha Tanuwiatmaja yang... tidak datang dengan siapa-siapa? Entahlah. Putri Brian itu tuntutannya tidak terlalu jelas di sini."
"Oh ya?" Adam mengernyit bingung. "Waktu itu Bri digosipkan hamil di luar nikah, ya? Tapi saya rasa itu hanya gosip. Lalu apa yang menjadi tuntutan?"
"Tunggu sebentar," Jo membolak-balik halamannya dengan ganas. "Di sini... Di berkas ini tertulis bahwa Brietha menjadi pihak penuntut atas kasus pelecehan seksual oleh teman sepermainannya," Jo mengerutkan dahi pada kalimat terakhir
"Oke," Adam mencoretkan sesuatu di kertasnya. "Kalau begitu, kita ubah jadwalnya. Hubungi Acacia, Kairin, dan Brietha bahwa jadwal sidang diubah jadi pukul empat sore. Sidang mereka saya jadikan satu."
Jo membelalakkan matanya. "Jadi satu?!"
"Ya," Adam mengangguk, berdiri dari kursinya, hendak keluar dari kantor. "Dan katakan pada pihak yang lain selain mereka bertiga bahwa kasus ini ditutup untuk sementara waktu dengan damai."
"Tapi, Pak. Kasus mereka tidak semudah itu ditu--"
Adam menggelengkan kepalanya. "Lapor pada saya bila ada pihak yang tidak terima karena saya akan menjelaskan alasannya secara langsung."
"Tapi, 'kan--"
"Saya tahu apa yang saya lakukan, Jo," kata Adam. "Saya sudah punya rencana."
*
KAMU SEDANG MEMBACA
The School's Scandals
JugendliteraturAcacia tipe-tipe cewek rusuh, banyak tingkah, dan pembenci hal-hal manis seperti nge-date berdua di restoran mahal atau mengintai gebetan dari jauh dengan hati dag dig dug. Hidupnya tidak pernah jauh dari masalah yang ia timbulkan sendiri. Dan ketik...