• spat words, dining hall, and pretending •
∞
Acacia meneliti penampilannya lewat cermin full body di dinding samping pintu. Kemeja krem yang agak lebih pas badan dan rok lipit hitam di atas lutut tidak terlalu jelek di matanya. Penampilannya nampak bukan seperti seragam sekolah kalau saja kemejanya tidak menampilkan badge Akademi Minerva. Tapi tetap saja cewek itu merengut tidak suka karena rok hitamnya itu membuat dirinya terlihat terlalu feminim.
Acacia menarik dasi hitam yang menggantung di kerah bajunya dan memasukkannya ke dalam tas berisi baju yang sebelumnya ia pakai. Ia melepas dua kancing kemeja yang paling atas, menampilkan kaos hitam polos dibaliknya. Lalu dengan terburu-buru ia keluar dari kegiatan ganti baju kilatnya tanpa repot-repot memikirkan kunciran rambutnya yang berantakan dan berkeringat.
Si Melia-Melia itu nggak mengijinkannya masuk ke suite untuk meletakkan pakaiannya. Jadi mau nggak mau Acacia harus membawa tas berisi baju kotornya ke Aula Besar. Dasar ibu-ibu rempong. Apa susahnya sih untuk mengijinkannya meletakkan tas berisi pakaian Acacia di sana? Memangnya se-spesial itu suite-nya?
Jangan-jangan itu kamar dulu tempat orang berzina, lagi? pikirannya berkelakar kemana-mana. Jijik gue.
"Eh, sini sini lo, liat ada anak baru," bisik seseorang di sisi koridor. "Dia yang namanya Acacia itu, kan?"
Yang lain menyahuti. "Rebel banget sih rambut pake disemir biru segala! Baru masuk aja udah belagu."
"Paling juga nyemir di salon murahan dianya, Nel. Siapa juga salon bagus yang mau punya pelanggan kayak dia. Yang ada entar salonnya kebakaran lagi," timpal yang lain diikuti tawa.
"Hahaha! Emang busuk banget itu cewek kelakuannya! Masuk penjara kok terus? Hahaha!"
Acacia berhenti melangkah begitu mendengarnya. Dikiranya dia keturunan Avatar yang punya kekuatan api apa?! Kemana-mana bikin kebakaran. Enak banget itu cewek-cewek asal ngomongin dirinya yang enggak-enggak!
Dengan cepat, Acacia langsung menghampiri cewek-cewek tadi sambil memainkan rambut birunya dan tersenyum miring. "Misi cewek-cewek... Gue bisa minta tolong?"
Perempuan yang paling kiri menyahut. "Sori. Lo siapa, ya? Gue gak kenal sama lo."
"Oh iya. Kita gak kenal," Acacia mengalihkan tatapannya pada si perempuan mungil berambut sebahu itu dan mensejajarkan wajahnya. "Tapi kok lo ngomongin gue seakan-akan lo kenal gue, ya?"
Telak. Tidak ada yang berani menjawab.
Merasa ketiga cewek di hadapannya dengan mudah terintimidasi, Acacia memundurkan wajahnya dan tersenyum culas. "Oh iya gue lupa. Kan elo semua pada pengin kenalan sama gue, ya? Tapi sayang banget ya. Gue sih nggak mau punya kenalan yang suka ngegosip murahan kayak kalian."
Ketiga cewek di hadapannya menahan napas. Yang tadi sempat menyahut mengepalkan tangannya. "Dasar lo skandal!" jeritnya.
"Oh, masih berani ngomong ternyata. Pengin gue ulangin?" Acacia tersenyum jahat, lalu setengah berteriak. "Jangan. Ngomongin. Gue. Seakan-akan lo kenal sama gue! Ngerti gak lo?!"
Tidak ada yang menjawab. Jadi Acacia menngeraskan suaranya. "NGERTI GAK LO??"
"Acacia!"
Suara itu sontak menghentikan Acacia dan membuat ketiga cewek di hadapannya balas tersenyum jahat.
"Ruangan saya. Sekarang!"
Mampus, sungut Acacia dalam hati. Kesalnya makin menjadi-jadi begitu melihat senyum sinis cewek-cewek di hadapannya. Gini lagi, gini lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School's Scandals
Teen FictionAcacia tipe-tipe cewek rusuh, banyak tingkah, dan pembenci hal-hal manis seperti nge-date berdua di restoran mahal atau mengintai gebetan dari jauh dengan hati dag dig dug. Hidupnya tidak pernah jauh dari masalah yang ia timbulkan sendiri. Dan ketik...