• organization and hidden secret •
∞
Arsen meluruskan kakinya di atas kasur dan meletakkan kepalanya di atas tumpukan bantal dengan tenang. Matanya terpejam menikmati alunan lagu The Phoenix-nya Fall Out Boy dengan khidmat dari earphone, lelah karena rentetan peristiwa yang terjadi selama di sekolah. Nilai tes dan kuis Matematikanya yang jeblok, teguran dari guru Konseling karena terlalu sering izin meninggalkan kelas, Jingga yang menempelinya terus dan membuat risih, murid badung bernama Acacia yang mendiami kelasnya.
Arsen mengerang dan mengusap wajahnya keki begitu mengingat Acacia. Sikapnya begitu menyebalkan sehingga ia yakin rambutnya akan memutih sebagian jika ia terus berada di radius kedekatan cewek itu.
"Babi," umpatnya sambil mencopot kaus kakinya dengan kasar dan melemparkannya ke sembarang arah. "Siapa yang nyuruh dia duduk di antara gue dan Zidan, sih."
"Anjir. Apaan nih?!"
Suara Batraya. Kaus kaki Arsen mengenai wajah teman sekamarnya itu tanpa sengaja, membuatnya menyengir minta ampun. "Maaf, Bar. Gua kagak sengaja. Lo juga tiba-tiba masuk tanpa suara."
Batraya--yang biasa dipanggil teman-teman dekatnya Bara, atau Ray, atau juga Raya, karena namanya yang dianggap terlalu ribet--- mendengus. Diambilnya kaus kaki Arsen dan ia lemparkan ke mesin cuci di sampingnya dengan mulus. "Lo ngapain ngelempar-lempar kaus kaki, sih. Bau banget sumpah. Kayak pipisnya Betty."
Arsen mengernyit mendengarnya. Betty? "Betty siapa lagi gua kagak tau."
"Betty si kucing piaraan Pak Broto, satpam kita. Lo nggak tau kemarin emaknya, si Blacky ngelahirin empat krucul?" kata Bara dengan raut terheran-heran.
Arsen menggelengkan kepala berkali-kali seperti orang tolol. Sahabatnya ini memang gila kucing. Sepertinya, semua kucing di Minerva dikasih nama sama dia. Dan namanya sok-sokan bule banget, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan tampang mereka yang seperti kucing pasar berambut jabrik dan bermata liar melolong.
"Itu nama kebagusan buat kucing btw, Bar," komentar Arsen setelah beberapa saat. Tangannya sibuk melucuti kancing kemeja, bersiap untuk mandi sore.
Bara menatapnya sangsi. Ia juga ikut melepaskan dasi dan gesper-nya bergantian. "Masa, sih? Namanya standar-standar aja perasaan. Kucing gue di rumah namanya lebih bagus lagi malah."
"Oya? Emang siapa namanya?" tanya Arsen sambil menyambar handuknya dari jemuran.
"Stephanie Chica Louisa Park Jung Ki Al Afsani."
Apa....?
Arsen menatap kosong ke arah Bara selama kira-kira tiga puluh detik, sampai ia melihat Bara tiba-tiba berlari menyambar handuknya sendiri dan masuk ke kamar mandi sambil tertawa-tawa penuh kemenangan.
"BARA MONYET KURANG AJAR! GUE MATIIN LAMPUNYA HABIS INI DASAR LO BOHONGIN GUE YA KAN!" teriak Arsen kesal sambil memukul saklar lampu kamar mandi sampai mati, membuat Bara terpaksa keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya untuk menyalakan lampu kembali sambil tertawa-tawa jahil.
Arsen kembali ke kasurnya dan menunggu antrian mandinya lebih dari sepuluh menit, tapi Bara tidak kunjung keluar. Sampai jarum jam bergerak sedikit ke bawah, menunjukkan pukul 17:16 ketika Zidan masuk ke kamar dengan memikul ransel juga tumpukan map yang ia asumsikan sebagai jadwal-jadwal kegiatan MPK.
"Banyak banget, Dan," komentar Arsen begitu melihat barang bawaan Zidan. "Ini kan mau UTS. Emang MPK mau ada acara apaan?"
Zidan meletakkan map-mapnya di atas meja belajar mereka yang berjejer di satu sisi kamar, lalu menjatuhkan ranselnya ke atas lantai. "Ini bukan proposal acara atau tetek bengeknya. Tapi semacam data-data pribadi perorangan yang musti gue pelajari."
KAMU SEDANG MEMBACA
The School's Scandals
Teen FictionAcacia tipe-tipe cewek rusuh, banyak tingkah, dan pembenci hal-hal manis seperti nge-date berdua di restoran mahal atau mengintai gebetan dari jauh dengan hati dag dig dug. Hidupnya tidak pernah jauh dari masalah yang ia timbulkan sendiri. Dan ketik...