(12) healer

78 10 2
                                    

Kelly Gibson

.

.

Benda yang sekarang berada di dalam genggamanku berhasil mengalihkan perhatianku. iPod yang kutinggalkan di rumah dan tidak terpikir untuk diambil lagi, tiba-tiba saja sudah kupegang. Hal itu membuatku berpikir bagaimana bisa ia ada di sana. Yang membawa juga bukan aku, namun Luke.

Ia masih berdiri di dekatku, memandangi sketsa yang pernah kubuat sudah lama sekali. Sketsa gambar berantakan yang jauh dari kata sempurna. Anehnya, lembar kertas itu bisa berada bersama Luke. Membuatku bingung untuk kesekian kalinya.

"Aku akan main gitar di depanmu kalau aku sudah mendapat satu gambar darimu." Luke kembali menatapku.

Aku diam dan berpikir sebentar. "Baiklah, tapi sepertinya tidak hari ini."

Luke mengangguk pelan. "Ya, kau butuh istirahat."

"Kau juga."

Aku berterimakasih sekali lagi pada Luke sebelum ia meninggalkanku. iPod di tanganku terasa aneh karena sudah lama tidak bersentuhan denganku tapi setidaknya ia bisa menemaniku dalam dunia yang lebih aneh ini. Setelah Luke hilang dari pandanganku, aku masuk ke dalam tempat perawatan.

Ayahku terbaring di sana dan Tom sibuk memberikan obat yang tadi kuambil dengan Luke pada Ayah. Semoga saja obat itu bisa mempercepat kesembuhan ayahku. Setidaknya ia jadi lebih baik dan bisa berjalan tanpa bantuan dan mencari tempat yang lebih layak untuk menyembuhkan kakinya. Walaupun Tom sendiri bilang kalau menunggu tulang kembali seperti semula tidak sebentar.

Satu hal yang tidak biasa terlihat di dekat Tom dan ayahku. Kali ini Tom ditemani seorang perempuan. Masih muda, tampak seumuran dengan Tom dan cantik. Aku mengatakan dia cantik karena memang dia sungguh cantik. Rambutnya berwarna coklat gelap dan bergelombang, berbeda sekali dengan rambutku. Pipinya tidak tirus tapi justru itu yang membuatnya menarik. Entahlah tapi menurutku gadis itu menawan dan aku mulai curiga apa hubungannya dengan Tom.

Tom melihatku sekilas dan mengerjapkan matanya. Ekspresinya seolah tidak menyangka aku akan datang dan ia mengerling sedikit ke arah gadis itu lalu kembali ke arahku. Tanpa dipanggil aku berjalan ke arah Tom, mencoba memperhatikan apa yang Tom dan gadis itu lakukan pada ayahku.

"Kelly." sapa ayahku yang sadar penuh dengan keberadaanku. Ia sudah tidak merintih lagi seperti beberapa hari kemarin. Mungkin efek obatnya sudah mulai bekerja.

Gadis itu menengok padaku. Ia terlihat sedikit gugup saat aku balik menatapnya. Kukira tidak ada yang salah dengan pandanganku. Tapi aku tidak menggubrisnya dan kembali kepada ayahku. "Ya, sudah baikan?"

Ayahku mengangguk. "Rasanya begitu. Tom bilang kau yang mengambilkan obat ini?"

"Iya, semuanya baik-baik saja kan dengan obat itu?" tanyaku pada mereka bertiga.

"Iya," jawab Tom. "Kelihatannya efek analgesik obat itu sudah mulai bekerja. Rasa nyerinya tidak separah yang tadi kan, Yah?"

"Kalau nyerinya sedikit seperti sekarang, Ayah masih bisa menahannya," kata Ayah. "Terima kasih, Kelly dan Tom."

"Sama-sama, Ayah." jawabku.

"Oh juga terima kasih Brighton sudah membantu Tom." tambah Ayah.

Aku menoleh pada gadis yang dipanggil Brighton. Jadi si rambut coklat tadi bernama Brighton. Ia membantu Tom untuk mengobati ayahku. Kurasa aku juga harus berterimakasih padanya. "Mmm, terima kasih juga..."

"Brighton." sambung Brighton cepat. Ia tersenyum malu padaku.

Aku membalas senyumannya. "Ya, terima kasih Brighton sudah mau membantu kakakku."

outbreak (l.h.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang