Bab 3: Jatuh Cinta atau Tidak?

773 49 9
                                    

**

Abel menatapku dengan tegang dia menarik nafasnya lalu air mukanya kembali berubah cerah seolah-olah raut wajahnya yang tadi hanyalah angin lewat semata. Aku menanti jawabannya dan dia berteriak sampai kupingku nyaris pecah dibuatnya.

"OMG!AKHIRNYA LO SUKA COWOK!!"Abel berteriak dramatis dan aku memutar bola mataku jengah.

"Please deh, gue gak suka dia. Dia aneh banget. Sumpah gue gak suka sama dia." Jawabku.

"Hati-hati suka beneran loh Shill'. Kata Abel menggoda.

"Enggak! Udah ah! Tugas gue banyak" Ujarku. Abel tertawa lagi.

"Duuilehhh segitunya yang lagi jatuh cinta. Oke deh, I'll call you later. Byee"

Abel menutup sambungan dan aku kembali menghembuskan nafas keras.

Aku gak suka sama si Rio itu kan?

**

Malam ini gelap, Rio tidak bisa tidur. Sudah segelas susu ia habiskan untuk mengundang kantuk, domba-domba yang dihitung malah membuatnya lapar, desau pendingin ruangan malah membuatnya seakan-akan beku.

Dia tidak pernah suka mengalami hal seperti ini.Percuma saja, pikirannya pasti akan mengorek segalanya yang pernah ada. Rio berguling ke kanan, menyadari betapa hampa dan sepinya sesuatu yang berada dalam jiwanya.

Bagaimana caranya untuk bisa lepas? Bagaimana caranya agar ia lupa tentang rasa sakitnya? Rio tak tahu.

Dia berharap agar ia bisa terlelap. Melupakan segala kepahitannya. Mungkin sedikit berharap pula agar ia bisa sekali saja tahu cinta. Meski dia tidak mengerti tentang kata tanpa wujud itu. Tapi mengapa tak ia coba?

Rio mengangkat bahunya. Lalu tersenyum diam-diam membayangkan anak baru dikelas musik tadi siang. Membuat Rio teringat sesuatu ketika melihat wajahnya. Sesuatu yang tak asing. Rio tersenyum kecil lalu mencoba mengingat ketika kantuk menyerangnya sampai ia terlelap.

Gadis itu.. Rio mungkin mencoba jatuh cinta padanya.

*

Gabriel baru saja duduk di meja makan dan mengambil dua potong roti ketika adik satu-satunya datang dengan wajah mengantuk khas bangun tidur.Adiknya bahkan lupa untuk menyisir rambut sampai rambut hitamnya dia biarkan kesana kemari.

'Yo?"

"Hmmm?"

Gabriel mengernyit lalu geleng-geleng dan melahap rotinya. Tidak ada gunanya juga bertanya ada apa pada Rio. Adiknya itu pasti tidak akan menjawab dan memilih kabur dari hadapannya segera.

Rio mengangkat wajahnya dan melahap roti tanpa selera dengan mata terpejam. Tidur hanya 3 jam saja itu menyiksa sekali.Apalagi hari ini ada banyak sekali ulangan harian dan praktek. Rio sangsi ia tidak bisa tidur meski hanya 5 menit saja.

"Yo?" Suara Gabriel membuat mata Rio terbuka.

"Kalau ngantuk tidur aja, gak usah sekolah" Ujar Gabriel.

"Gak bisa. Ulangan Bu Rum." Sungut Rio kesal mengingat wajah guru matematika yang menyebalkan itu. Guru itu tidak pandang bulu meskipun ia anak pemilik sekolah sekalipun.

"Oh". Sahut Gabriel mengerti dan tahu benar tabiat gurunya dulu di Global Art.

"Gue anter aja, gimana?" Usul Gabriel yang langsung disambut anggukan mantap Rio. Gabriel lalu berlalu mengambil kunci mobil dan membiarkan Rio lebih dulu berjalan keluar menuju garasi.

Rio berhenti sejenak lalu menepuk jidatnya keras-keras. Merutuki dirinya sendiri yang lupa bahwa hampir seluruh populasi perempuan di sekolahnya adalah pemuja berat Gabriel –tentu pemuja Rio juga- .

"Bakal pada jerit-jerit najis nih, ketumbar kebelet gaul" gerutunya.

*

Shilla mengernyit karena hampir semua perempuan di sekolahnya berhamburan menuju balkon atau bahkan naik ke meja dan melihat lewat jendela dengan mata berbinar dan menjerit-jerit histeris seperti melihat Brad Pitt atau apa.

Shilla yang tidak tahu apa-apa malah mencuri dengar saat ia ada di bilik toilet. Gadis-gadis itu bilang bahwa Gabriel mengantar Rio kesekolah. Gabriel? Shilla seperti pernah mendengar nama itu.

Awalnya pagi ini Shilla ingin menemui Febby untuk bertanya apakah masih bisa daftar ke kelas vokal. Tapi niat itu dia urungkan karena banyaknya siswi yang bergerumul di balkon. Shilla tidak tahu siapa itu Gabriel dan seperti apa wajahnya. Lagipula, apa urusannya?

Shilla tidak ingin berada dikerumunan itu maka dia bersandar di pilar. Menunggu febby menghampiri. Saat kerumunan sudah mulai menghilang satu per satu Shilla menatap nyalang kearah Rio yang menyampirkan tas di bahu.

Ia menatap Shilla, lalu tanpa berkata apa-apa Rio berlalu begitu saja.

Shilla mengerjap, apa itu tadi? Mengapa ada perasaan senang saat Rio menatapnya lalu terasa berdenyut nyeri ketika Rio berlalu?

Shilla tak mengerti, lalu hatinya bertanya sekali lagi seolah meyakinkan pertanyaan yang berlalu tak pasti.

Dia tidak jatuh cinta kan?


*

Hai.. long time no update wkwkwk 

Sorry banget lama karena banyak halangan terlebih lagi aku sakit udah 2minggu..

smoga terpuaskan yahh!! 



Oh, My Rio...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang