Keempat

306K 9.2K 136
                                    

-Dominick POV-

Setelah sekian jam aku mengurung diri di walk in closet, aku memutuskan untuk tidur. Aku butuh tidur. Aku memasuki kamarku yang gelap temaram.

Darah di tanganku sudah mengering.
Aku menjatuhkan tubuh lelahku di ranjang empukku. Dan tunggu?

Aku seperti menindih sesuatu.
Aku lalu turun dari ranjang dan membuka selimut dan memekik kaget. Berkat penerangan dari bulan yang mengintip, aku bisa melihatnya.

Sejak tadi aku ke sana ke mari mencari Devany si gadis kecil menyebalkan bin menggemaskan, ternyata dia enak-enakan tidur di ranjang?

Kapan dia kembali?

Oh, ya ampun, aku hampir saja mencekiknya kalau dia tidak tiba-tiba membuka matanya.

Aku lalu berdiri tegak dan menghidupkan lampu. Menatapnya tajam dan dia hanya cengengesan di ranjang. Lalu matanya beralih pada tanganku yang terluka.

Dia refleks terduduk dan turun dari tempat tidur lalu menghampiriku. Dia meraih tanganku yang terluka dengan kening yang berkerut dan raut wajah yang kebingungan..

Devany menarik tanganku keluar dari kamar, aku mengikutinya dan dia mendudukkanku di sofa ruang tengah. Lalu meninggalkanku yang masih terdiam. Aku masih berusaha meredakan emosiku.

Devany kembali dengan air di baskom dan juga membawa kotak obat. Lalu membersihkan darah yang sudah mengering di tanganku dengan pelan dan lembut? Dia juga membersihkan beling kaca yang menempel di punggung tanganku dengan hati-hati.

Aku mengamatinya yang terlihat serius. Dalam hati aku bersyukur karena dia tidak apa-apa. Huh, dasar gadis kecil.

"Gak usah lihat-lihat!" Ketusnya masih membersihkan tanganku. Aku mengalihkan pandanganku ke tanganku.

"Dari mana saja?" Tanyku berusaha tidak membentaknya.

"Jalan-jalan!" balasnya yang super dingin.

"Dengan?"

"Teman lelakiku!"

Entah kenapa mendengar dia menyebut teman lelakinya hati ini jadi memanas. Dan emosiku langsung memuncak. Aku seperti orang gila mencarinya, tapi dia enak-enakan jalan-jalan dengan teman lelakinya.

Aku menarik tanganku dengan kasar sampai air yang di baskom tumpah.

"KAMU!!!" aku mengepalkan tanganku menahan emosiku. Dia terkejut.

"Kamu enak-enakan jalan-jalan sementara aku mencarimu keliling-liling kota seperti orang gila?!" bentakku kasar.

"Aku tidak meminta Om mencariku, karena aku memang tidak mengharapkan hal itu," jawabannya membuatku semakin emosi.

Memang benar yang dia katakan. Seharusnya aku tidak usah secemas itu tadi. Dan tidak perlu membuang-buang waktuku dengan sia-sia.

"Tapi tetap saja! Sekarang kamu tanggung jawabku! Kalau kamu kenapa-napa, aku yang akan di salahkan. Kenapa kamu merepotkan sekali? Aku muak denganmu! Kalau tidak karena mamamu yang minta tolong, aku tidak akan menampungmu!" Kali inj aku benar-benar meluapkan emosiku.

Dia kembali meraih tanganku dan mengolesinya anti septik dan mengobatinya lalu membungkusnya.

"Aku sudah meminta Om menemaniku, tapi Om menolak. Aku hampir di perkosa preman tadi. Maaf sudah merepotkanmu!" Dia mencampakkan kotak obat sampai berceceran di lantai dan meninggalkanku yang terdiam. Suaranya bergetar, dia menangis.

Aku menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu dan dia membanting pintu dengan kuat.

Sekarang apa?

My Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang