Delapan

250K 8.2K 180
                                    

-Dominick-

Hah, sepertinya aku salah bicara.
Aku menyusul gadis Devany ke kamar.
Lalu mendekatinya yang berbaring tengkurap dan membenamkan wajahnya di bantal.

Aku menyentuh bahunya dan membalikkan badannya. Lalu menariknya duduk di sebelahku.

"Sttt, maaf, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu." Aku mengelus punggungnya. Aku memang jahat, namun semua sudah terjadi dan tidak bisa kembali ke semula lagi.

"Huaaa, Om Nick jahat, hiks...." Tangisnya semakin kuat dan menjadi."Aku kan hanya ingin berteman dengan mereka, hiks. Aku juga nggak perawan lagi karena kamu, Berengsek!" Dia memukul dadaku berkali-kali sampai dia lelah.

"Maaf," ucapku dari lubuk hatiku. Aku sedikit menyesali perbuatanku.

"Cih, Om memang tak tahu diri!" Makinya, dan aku hanya diam saja menerima makian darinya. "Nanti kalau aku hamil, bagaimana Om?" Lanjutnya lagi dan melap ingusnya di bajuku tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Iya, kalau kamu hamil, aku tanggungjawablah, tapi nggak harus melap ingus sembarangan juga di bajuku."

"Memangnya kenapa? Kamu pikir aku peduli, hah?!" Oke. Dia kembali menyebalkan seperti biasa. Dia kembali melap ingusnya di bajuku. Dia mengusap air matanya.

"Udah nangisnya?" Tanyaku dan dia mengangguk.

"Ganti pakaianmu, aku akan mengajakmu ke suatu tempat," ucapku dan dia mengangguk pelan dan bingung. Ada keraguan di matanya. Dia turun dari tempat tidur dan berlari menuju walk in closed.

Aku mengikuti dari belakang.

"Apa kita akan kencan?" Tanyanya semangat dan aku mengangguk saja. Aku sedikit tidak mengerti bagaimana sebenarnya kepribadian gadis ini.

"Pakaiannya yang nyaman dan santai saja ya," ucapku dan dia mengangguk. Aku keluar dan menunggunya di kamar.

Setelah selesai  mengganti pakaian, kami keluar dari apartemen dan aku merangkul pinggangnya posesif.

Kami keluar dari lift dan menuju parkiran. Aku sangat sadar dia sedikit tertatih saat berjalan, namun gadis ini sama sekali tidak bicara sejak keluar dari apartemen.

"Mobil om, di mana?" Tanya Devany bingung sambil menatap sekelilingnya. Aku terkekeh melihat tingkahnya tanpa mengucapkan apa pun. Aku menarik tangannya.

"Kita naik ini," ucapku sambil menunjuk sepeda motor yang bersebelahan dengan mobilku.

"Nggak mau!"

"Kenapa? Sesekali naik motor tidak apa-apa, kan?"

"Aku tidak mau! Aku..."

"Kenapa, hmm?" Dia mulai gelisah.
"Masih sakit?" Tanyaku dan dia mengangguk.

Aku mengelus rambutnya sayang dan menggendongnya naik keatas motor sehingga dia duduk cantik sekarang. Aku tahu aku jahat dan tega, tapi aku tidak suka penolakan.

Aku naik dan mulai menghidupkan motorku.

"Pegangan, Sayang. Nanti jatuh." Tapi tampaknya dia hanya mematung dan cemberut. Tanpa menunggu persetujuan darinya, aku menarik tangannya sehingga melingkar sempurna di perutku.

Dia menurut saja dan menyandarkan tubuhnya di punggungku. Sepertinya aku merasakan keterpaksaan darinya. Tapi tak apa lah

Selama perjalanan, kami hanya diam. Sebelah tanganku menggenggam tangannya yang dingin.

Jujur saja, ini pertama kalinya aku naik motor dengan seorang wanita. Entah kenapa aku sangat senang.

Aku bisa merasakan detak jantungnya yang berdebar cepat sama seperti jantungku. Aku tahu ini gila, sebenarnya aku tidak tahu bagaimana perasaanku sekarang.

My Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang