Sialan Matt untuk menempatkan dia dalam posisi ini. Itu seperti dia bergabung dengan militer dan bermain sebagai pahlawan di luar negeri. Teman kuliahnya itu adalah tipe pria yang Trent merasa bangga karena mengenalnya. Matt telah datang menolongnya berkali-kali hingga ia tak bisa menghitung, dan satu-satunya yang pernah ia minta adalah agar Trent mengawasi saudara kembarnya Mara selama penugasannya.
Dia berharap dia tahu sejak awal betapa sulitnya akan menepati janjinya itu. Dan betapa sulitnya akan menjaga tanganku sendiri.
"Jadi, seberapa cepat kau bisa bersiap-siap untuk pergi?" Trent melipat mantelnya di atas lengan sofa. Dia menatap sekeliling tempat itu dengan pandangan ingin tahu. Dia sering mengganti barang-barang, membawa perabotan rumah yang ditemukan di sebuah toko barang bekas atau menambahkan pernak pernik aneh yang ia beli di eBay.
Tempatnya mencerminkan jiwa eklektiknya. Furniture bermotif liar berwarna terang beradu dengan dinding berwarna hijau mint di belakang sofa. Dia membantunya mengecat warna gila itu hanya beberapa bulan yang lalu. Dia bilang dia akan menjadi "energik." trent malah berpikir itu tampak seperti bagian dalam dari rumah bermain.
"Yah, aku berpikir mungkin kita bisa tetap tinggal di dalam" Mara menjatuhkan dirinya di sofa dan meringkuk dengan kaki terselip di bawah dirinya.
Dalam posisi itu, atasannya membentang ketat pada bagian payudaranya. Ia bisa melihat tonjolan kecil di mana putingnya menempel pada kain.
Sial.
"Aku tahu kau punya rencana besar bersenangsenang malam ini di kota tapi ... Aku tak tahu. Aku hanya merasa enggan pergi keluar. Apa kau keberatan?"
Trent berkedip beberapa kali dan kemudian memaksa menjauhkan pandangannya. Dia memandang berkeliling dengan putus asa. Ada video yoga yang diputar di TV dan lampu di meja samping sebelah sofa memancarkan cahaya kuning lembut ke seluruh ruangan. Bau hangat terpancar dari dapur, membuat mulutnya berliur.
"Kau memasak?"
Dia duduk tegak dan melemparkan salah satu bantal berbulu hijau di sofa kearahnya. "Ya, aku memasak. kau tak perlu terdengar begitu terkejut. aku membuat lasagna dan menyewa beberapa dvd. Kupikir kita bisa melakukan makan malam dan nonton film di sini."
Mara memandanginya penuh harap, jadi Trent mengangguk. Senyum mengembang di wajah dan hatinya sedikit mempertimbangkan itu. Dia melengos dan menyelipkan tangannya di saku celana. Jika sesuatu yang sederhana seperti tetap tinggal di dalam rumah membuat ekspresi wajahnya seperti itu, ia akan dengan senang hati melakukannya.
Trent duduk di tepi kursi mungil. Di suatu tempat di dapur ada suara ding lembut dan Mara melompat berdiri.
"Saatnya bagiku untuk memasukkan lasagna ke dalam oven. Tak butuh waktu yang lama untuk memanggang. Apa kau ingin bir sementara kita menunggu?"
Tatapannya mengikuti goyangan pinggulnya saat ia bergegas ke dapur.
"Trent? Halo, sadar Trent" Mara berdiri di ambang pintu dapur, melambaikan tangannya bolak-balik seperti pengawas lalu lintas udara. Dia mendongak, rasa panas membanjiri pipinya saat ia bertemu dengan tatapannya. "Hah?"
"Bir. kau ingin satu?" Dia mengucapkan katakata itu pelan-pelan. Bagus, sekarang dia pikir dirinya adalah seorang idiot.
Dia menelan ludah dan mengangguk bersemangat. "Tentu. Bir. Benar."
Mara menyipitkan mata ke arahnya sebelum kembali ke dapur. Segera setelah ia diluar pandangan, senyum tegang Trent langsung jatuh. Ini adalah tahun pertama Matt dalam tugasnya dan dia khawatir Mara akan terlalu sering sendirian, terutama pada hari ulang tahun mereka. Orang tua mereka tidak tertarik lagi melakukan perjalanan dari Florida begitu cepat setelah liburan dan Mara tidak bisa mendapatkan waktu liburan untuk terbang mengunjungi mereka. Trent tidak lagi punya pacar jadi beban untuk meluangkan sedikit waktu bersama Mara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teasing Trent (Contemporary Romance) (The Alexanders, #0.5) by Minx Malone
RomanceSatu-satunya permintaan dari sahabat baik Trent yang pernah dilakukan untuknya adalah untuk mengawasi saudara perempuan kembarnya saat dia tugas militer di luar negeri. Menemani Mara pada hari ulang tahunnya pastinya jadi urusan yang biasa. Yang har...