"Berhentilah berpikir begitu keras." Mara menatap dari balik bahunya dan meringkuk lebih dalam ke pelukan Trent. "Aku hampir bisa mendengar pikiranmu saling membentur di dalam otakmu. Matikan saja untuk sementara waktu."
Trent mendesah tapi setidaknya dia berhenti cemberut. "Itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Setiap tindakan membawa konsekuensi."
Mara menyangga tubuhnya dengan siku sampai mereka saling berhadapan. "Tak ada yang salah bahwa kita bersama-sama. Ini bukan urusan siapapun kecuali kita sendiri. Tapi, jika ini kau anggap hanyalah tindakan sekali saja untukmu, aku bisa mengerti. Aku tak akan menahanmu jika kau ingin pergi dariku."
Dia duduk dan menarik selimut untuk menutupi payudaranya yang telanjang. "Sama yakinnya seperti kau tak akan menahanku jika aku pergi keluar dengan temanmu Jackson. Kita kebetulan ketemu di kantor pos kemarin dan dia mengajakku keluar."
Kata-kata itu baru saja keluar dari mulutnya sebelum dirinya akhirnya telentang dengan Trent berada di atas dirinya.
"Aku terkutuk jika aku melepaskan tanganku darimu setelah beberapa tahun terakhir hanya untuk melihatmu dengan babi seperti Jackson," geramnya.
Mara mendorong di bahunya. "Kenapa kau peduli, Ini hanya one night stand, kan?"
Dia terhenti dan menatap Mara yang ada dibawahnya. Matanya tertuju pada matanya sampai Mara berhenti meronta di bawahnya. "Ini bukan one night atau apapun. Kau milikku, Mara. Aku jatuh cinta padamu ketika membantu dengan laboratorium kimia-mu dan waktu kau berpakaian seperti burrito pada Halloween untuk menghiburku."
Dia meluncur lengan bawahnya dan memeluknya ke ke arah jantungnya. Mara merasakan detak jantungnya begitu kuat seperti suatu ketukan tangan ke dadanya.
"Aku mencintaimu begitu lama dan aku sudah berhenti menolak pikiran itu. Biarkan keping-keping ini jatuh di tempat yang seharusnya."
Mara mengerjapkan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Dia akhirnya mendengar pria idamannya mengatakan "Aku mencintaimu" dan dia tak ingin menjadi orang yang menangis berantakan seperti yang akan terjadi.
"Aku juga mencintaimu sudah sangat lama, Trent. Hanya memang butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian melakukan sesuatu terhadap urusan ini."
Trent mengerling ke arahnya. "Yah, terima kasih Tuhan untuk itu. Jika kau memutuskan menggodaku saat kita masih kuliah, aku tidak mungkin lulus. Itu pakaian yoga yang paling minim yang pernah kulihat."
Mara menutup mulutnya dengan punggung tangannya saat ia tertawa. "Jadi kurasa itu bukan one night stand, ya?" candanya.
Trent menggeleng, tersenyum padanya dengan sayang. "Tidak sama sekali. Kupikir tak akan ada cukup malam yang tersisa dalam hidupku untuk melakukan semua hal yang dapat kau bayangkan aku bisa lakukan."
"Jadi kurasa kau sebaiknya tidak ke mana-mana. Dan mulai sekarang, kita harus jujur satu sama lain. Tidak ada lagi sikap menjauhiku karena kau pikir itu yang terbaik bagiku. Oke?" Mara mencubit lengannya untuk membuat penegasan.
Trent tertawa, suaranya bergemuruh di atas kulitnya di mana mulut Trent menekan bahunya. "Kukira kau sudah memerintahkannya padaku, ya?"
Mara menyeringai ke arahnya dan membungkus kakinya di sekeliling tubuhnya, menahan Trent dalam buaian pahanya. Ereksinya menusuk perut Mara seperti paku keras. Mara menarik napas penuh apresiasi saat dia menggesek pada tubuhnya.
"Benar. Kau tahu aku tidak menerima omong kosong dari siapa pun. Bahkan pria yang kucintai."
Dia menghela napas dan memiringkan kepalanya, memberinya akses yang lebih besar ke arah lehernya. Trent memberikan ciuman kecil yang lembut di sepanjang kulitnya sampai ia mencapai telinganya. Mara merintih ketika ia menggigit-gigit daun telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teasing Trent (Contemporary Romance) (The Alexanders, #0.5) by Minx Malone
DragosteSatu-satunya permintaan dari sahabat baik Trent yang pernah dilakukan untuknya adalah untuk mengawasi saudara perempuan kembarnya saat dia tugas militer di luar negeri. Menemani Mara pada hari ulang tahunnya pastinya jadi urusan yang biasa. Yang har...