Bab 3
Mara menarik roti dari oven dan menaruhnya dengan hati-hati di atas kompor. Dia memandang anggur yang belum dibuka dan lasagna yang sudah ia atur di piring terbaik. Semuanya sudah siap - kecuali kepercayaan dirinya.
Kumpulkan semua kepercayaan dirimu. Sudah saatnya untuk mendapatkan apa yang kau inginkan.
"kau perlu bantuan?" Suara Trent melayang masuk dari ruang tamu.
Tentu saja big boy. Lepas saja pakaianmu untukku. Ini akan menghemat waktu nanti.
"Tidak, terima kasih. Aku bisa sendiri" Mara tertawa dan mengembuskan napas, memutar kepalanya dari satu sisi ke sisi. Dia sudah mendapat kram kaki dan mengatakan sesuatu yang tolol dengan memanggil Trent sebagai pacarnya. Menjadi penggoda ternyata adalah pekerjaan yang sulit. Terutama ketika ia bahkan tak yakin apakah itu berhasil. Apapun hasilnya, aku harus menjalaninya.
Ketegangan seksual yang belum terselesaikan di antara mereka sudah berlangsung terlalu lama. Sejak tahun pertama di perguruan tinggi ketika dia masuk ke kamar asrama Matt dan bertatap muka dengan Trent yang sedang bertelanjang dada, Mara sudah tahu. Dia adalah orangnya.
Trent mengajarinya dalam bidang kimia, bersorak untuknya pada pertandingan bola voli dan membantu Matt mengintimidasi mantan pacarnya. Dia selalu ada di sana bersama saudara kembarnya sebagai pendukung terbesarnya atau bahu untuk menangis, tergantung yang mana paling ia dibutuhkan.
Saat itu Mara tak tahu bahwa ia jatuh cinta padanya.
Mara mengambil dua piring lasagna dan membawanya keluar ke meja ruang tamu. Trent langsung duduk tegak ketika ia mendekat, memberi ruang gerak padanya untuk manuver. Trent tak mau beradu pandang dengannya namun tatapannya tertuju berlama-lama pada tonjolan payudaranya ketika ia membungkuk untuk menempatkan makanan di atas meja.
Bagus.
Sekarang Mara hanya perlu membuat Trent menjadi rileks. Jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Setelah sesi penyiksaan yoga-nya, pria malang ini digantung lebih ketat dibanding jemuran milik neneknya. Dia bergegas kembali ke dapur dan meraih keranjang roti dan botol anggur. Itu tidak meninggalkan banyak ruang baginya untuk memegang dua gelas anggur kosong tapi dia berhasil membawanya ke atas lengannya.
Sedetik kemudian, ia menaruh semuanya di meja ruang tamu dengan suara dentingan yang khas.
"Mara, yang harus kau lakukan hanyalah minta bantuan." Trent terdengar agak geli.
Mara mengernyitkan hidung padanya. Trent memperlakukan dia seperti sahabat tapi juga adik perempuan yang menjengkelkan. Sesuatu yang ia harap akan berubah akhir pekan ini.
"Tidak apa-apa. Aku sudah selesai semua. Wine?" Mara sudah menuangkan dua gelas sebelum Trent sempat menjawab dan ia langsung meneguk cukup banyak wine miliknya. Mara gugup sekali dan tatapan waspada di wajah Trent tidak membantu keadaan sama sekali.
Mereka menetap di sofa dan mengambil piring mereka, keheningan di antara mereka nyaman. Dia mencintai ketika mereka hanya menghabiskan waktu santai bersama-sama seperti ini. Trent tidak perlu mengisi keheningan dengan obrolan berarti. Malam hanya terjadi beberapa momen canggung, seperti ketika ia memergoki Trent menatap mulutnya sambil makan. Ia menjilat garpunya dan mata Trent-pun melebar. Setelah kejadian itu, Trent tidak berani memandangnya lagi. Trent makan lasagna dengan apresiasi yang hangat. Menyenangkan untuk melihat dia menikmati sesuatu yang ia masak. Ia merasa kurang sering memanjakan dirinya.
Ketika Trent selesai, dia menurunkan piringnya dan menggeliat, mengistirahatkan tangannya di belakang sofa. "Itu bagus. Aku sudah lama sekali tidak makan lasagna rumahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teasing Trent (Contemporary Romance) (The Alexanders, #0.5) by Minx Malone
RomansSatu-satunya permintaan dari sahabat baik Trent yang pernah dilakukan untuknya adalah untuk mengawasi saudara perempuan kembarnya saat dia tugas militer di luar negeri. Menemani Mara pada hari ulang tahunnya pastinya jadi urusan yang biasa. Yang har...