One in a Million Bagian III - Have something wrong

1K 73 7
                                    

Siang itu Bicha sedang membantu Kakek Sean membuat ramuan obat di bale-bale bambu teras rumah saat ada salah satu penduduk datang mengeluh tentang hal yang sedang marak terjadi akhir-akhir ini di Kota Nipal. Ular hutan.

Ia mendengarkan dengan seksama apa yang sedang di bicarakan Kakek Sean dengan calon pasien mereka--yang belum pernah Bicha lihat sebelumnya, sambil tetap menjamu ramuan dan menghaluskan berbagai dedaunan obat.

Sesekali gadis berambut hijau hasil eksperimennya itu mengangguk-angguk kecil seakan-akan Ia yang sedang bercakap-cakap dengan pemuda asing itu dan menggantikan posisi Kakek Sean sebagai pendengar. Matanya melirik cepat kepada pria muda asing itu, melihat bagaimana antusiasnya pria itu menyarankan Kakek Sean untuk mencari seseorang yang memiliki kekuatan kuat yang bisa menjaga Kota Nipal dari gangguan ular hutan yang dia duga adalah sosok siluman yang berbahaya.

'Siluman? Yang benar saja. Memangnya ini tahun berapa?' cibir Bicha dalam hati.

"Aku menduga ular hutan itu bukanlah ular sembarangan, Kek. Bisa saja ular itu adalah ular jadi-jadian yang meminta korban jiwa." ucap Falks asing itu mengutarakan pendapatnya. Mata pemuda asing itu juga sering melirik Bicha dengan cara yang aneh.

"Aku sudah lama tinggal di sini. Dan hal seperti itu tidak ada di Kota Nipal." balas Kakek Sean perlahan tidak ingin membuat pria muda asing tersebut tersinggung.

"Tapi buktinya ular itu tetap saja datang dan datang lagi walau kita sudah memberikan sesembahan untuknya di pinggir hutan. Aku takut keselamatan warga Nipal menjadi taruhannya." ucap Falks asing itu dan menjulurkan lidah merahnya dengan aneh.

Bicha mengernyitkan keningnya bingung. Dengan tetap mempertahankan tangannya bekerja meracik ramuan obat-obatan, pikirannya berkonsentrasi hebat untuk memasuki pikiran Falks asing itu karena rasa penasarannya yang entah kenapa terasa membuncah ingin mengetahui siapa pemuda yang tidak pernah Ia lihat sebelumnya itu.

Buntu!

Ia tidak bisa masuk ke dalam pikiran pria itu. Ini aneh. Seperti ada sihir yang membentengi pikiran penduduk asing itu dan tidak membiarkan kekuatan manapun--bahkan kekuatan Bicha-- untuk masuk menelusurinya. Bicha mencoba lagi untuk kedua kalinya dan lebih berkonsentrasi, bahkan tangannya sudah berhenti bergerak. Hasilnya tetap sama, buntu. Ia tidak bisa membaca pikiran Falks asing itu.

Tidak mau ambil repot dan pusing, Bicha pun hanya mengangkat bahunya ringan tidak mau peduli dan Ia mulai melanjutkan lagi pekerjaannya.

"Baiklah, akan aku usahakan nanti untuk mencari jalan keluarnya." balas Kakek Sean mengalah.

Tanpa sengaja Bicha melihat ekspresi puas yang aneh melintas samar di wajah penduduk asing itu ketika mendengar jawaban Kakek Sean. Sesaat Ia sudah tidak peduli lagi dengan Falks aneh itu. Tapi ekspresi puasnya terlihat tidak wajar. Itu bukan ekspresi puas lega karena Kota Nipal akan lebih aman nantinya jika Kakek Sean benar-benar ingin melakukan sarannya. Bicha pun memustuskan untuk menelisik kembali pikiran pria itu untuk yang terakhir kalinya dan hasilnya pun tidak ada yang berubah. Tidak ada hasilnya.

'Kenapa pemuda ini sangat bersikeras ingin membasmi ular hutan yang tidak penting itu? Kakek Sean saja tidak mempermasalahkannya. Lagipula apa maksudnya mencari bantuan Falks kuat yang bisa menjaga Kota Nipal dengan sebagian penduduk Kota Nipal sendiri adalah penduduk rentan yang untuk berjalan ke kamar kecil saja sudah cukup kesulitan.' gerutunya tanpa suara dengan asal sambil menumbuk keras daun-daun kecil Noella dalam tumbukan.

Kakek Sean menoleh kepada Bicha yang komat-kamit tanpa suara, "Apa yang kau lakukan?" tanyanya tiba-tiba.

Bicha tersentak terkejut, menoleh ke Kakek Sean dengan tergesa-gesa "T-tidak ada. Aku hanya sedang membacakan doa untuk ramuan ini." Ia menambahkan cengiran khasnya dan mengangkat hasil tumbukannya untuk meyakinkan Kakek Sean--yang malah terlihat aneh di mata pria tua itu.

Kakek Sean terkekeh kecil, "Yang benar saja. Itu tidak ada gunanya, nak." ujarnya sambil menepuk kepala Bicha ringan.

Bicha tersenyum simpul melihat Kakek Sean yang akhirnya terlihat berseri lagi dibandingkan beberapa hari ini yang terlihat lebih murung.

Tanpa Bicha dan Kakek Sean sadari, terdapat sepasang mata yang tadinya berwarna hitam normal telah berubah menjadi hitam pekat sekelam malam. Kakek Sean telah berhenti tertawa dan kembali menatap calon pasien mereka yang dalam hitungan detik mata itu kembali menjadi normal.

"Apa kau terkena gigitan seperti penduduk lainnya?"

"Tidak. Aku masih sempat mengelak saat ular itu akan mematokku."

Salah satu alis putih Kakek Sean naik ke atas, "Jadi kau ke sini hanya untuk membicarakan ular itu?"

"Bukan hanya. Tapi ini penting," ucap orang itu penuh penekanan. Bicha heran kenapa orang itu terlihat seperti terbawa emosi mendengar pertanyaan biasa Kakek Sean. Apa Ia merasa tersinggung?


***


"Cobalah untuk mendengarkan saranku agar semua pendudukmu di sini aman."

Ucapan pria muda asing itu sebelum pergi meninggalkan rumah Kakek Sean masih terngiang-ngiang dipikiran Bicha. Ucapannya itu tidak terdengar seperti sebuah pendapat, melainkan seperti sebuah ancaman yang jika tidak Kakek Sean laksanakan penduduk Kota Nipal yang akan menjadi taruhannya.

"Apa Kakek akan mengikuti saran pemuda itu untuk mencari bantuan pengamanan disini?" tanya Bicha penasaran sebelum sempat Kakek Sean bangkit untuk membawa ramuan yang sudah selesai Ia ramu ke dalam rumah.

Kakek Sean menoleh, "Entahlah. Aku tidak yakin akan meminta tolong kepada siapa. Sedangkan semua penduduk Kota Nipal sendiri adalah kakek-kakek dan nenek-nenek renta sepertiku, selain kau yang masih muda tentu saja. Tidak ada lagi harapan Falks muda di sini selain kau." setelah mengucapkan itu Kakek Sean berlalu ke dalam rumah tanpa memikirkan ucapan yang baru keluar dari mulut keriputnya.

"Semua penduduk Kota Nipal adalah Kakek-kakek dan nenek-nenek seperti Kakek Sean. Tidak ada lagi harapan Falks muda yang bisa diharapkan selain diriku." gumam Bicha kecil mengulang ucapan Kakek Sean. Kening Bicha berkerut dalam.

Lalu pemuda asing tadi itu siapa?





To be continued

---

19 November 2015

Salam damai,




Raviolla MD


One in a MillionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang