One in a Million Bagian VII - Crafty Boy

706 56 8
                                    

Bicha terus saja meremas kedua tangannya bergantian dengan gugup. Ia memperhatikan dengan lekat bagaimana Kakek Sean memeriksa tubuh bidang tinggi pria berambut pirang pasir tersebut yang terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang kecil miliknya. Terkadang kedua kakinya melangkah kesana-kemari dengan gelisah memikirkan keselamatan pria yang sudah Ia buat tidak sadarkan diri tersebut.

Bagaimana kalau pria itu tidak selamat?

Bicha menelan ludahnya dengan susah payah kala pemikiran buruk melintas di pikirannya.

Tidak, tidak! Pria itu pasti selamat. Pria itu akan sadar. Mungkin Ia hanya sedikit kehabisan oksigen.

"A-apa dia baik-baik saja, Kek?" Tanya Bicha cemas. Ia melongokan kepalanya sedikit menatap wajah pemuda tersebut yang bernafas dengan teratur dalam ketidaksadarannya.

"Dia baik-baik saja. Hanya butuh sedikit istirahat." jawab Kakek Sean serak khas orang tua tanpa menoleh sedikitpun.

Bicha menghembuskan nafasnya sedikit merasa lega walau perasaannya masih di selimuti oleh rasa bersalah karena sudah mencelakakan salah satu anggota keluarga inti kerajaan.

Tapi, apa benar pria ini keluarga kerajaan? Bagaimana kalau Ia hanya mengada-ngada dan menipunya?

"Bisa kau tolong bukakan jendela itu, nak? Kurasa pria ini membutuhkan udara alam langsung," pinta Kakek Sean menunjuk sebuah jendela sederhana yang hanya ada satu di dalam kamarnya itu, terletak tepat di samping kanan ranjangnya berada.

"Baik Kek," Bicha memutari ranjang sambil melirik takut-takut pria-dengan pakaian serba hijau lumut itu dan berbagai pangkat aneh yang melekat di dada kirinya-yang tertidur pulas di ranjangnya.

Ia membuka jendela kecil itu lebar-lebar agar udara dapat masuk dengan leluasa dan membuat pria tersebut cepat sadar tanpa harus membuatnya cemas kalau-kalau Ia tidak selamat.

"Apa kau tahu apa yang terjadi pada pria ini?" Kakek Sean menoleh dan menatap langsung pada manik coklat almond milik Bicha.

Seketika gadis berambut hijau terang itu gelagapan dan panik di tanyai bagaimana alur kejadian yang menimpa pria malang tersebut. Walau Kakek Sean hanya bertanya apakah Ia mengetahui atau tidak perihal kejadian bagaimana pria itu bisa pingsan di tengah hutan, namun Bicha merasa kalau dirinya sedang di sidang oleh Kakek Sean dan di tuduh sebagai tersangka yang bersalah.

"Tidak." jawab Bicha cepat. Kakek Sean mengernyitkan keningnya heran melihat itu.

"Maksudku, ya. A-aku tidak tahu apa yang terjadi dengan pria ini, Kek. Tiba-tiba saja aku menemukannya tergeletak tidak sadarkan diri di dekat sebuah pohon besar. M-mungkin saja dia tidak bisa melihat di kegelapan lalu tidak sengaja menabrak pohon." rasanya Bicha ingin sekali memukul mulut nakalnya yang dengan mudah berkata asal seperti itu dan berbohong kepada Kakek Sean-yang sudah Ia anggap sebagai orangtua keduanya setelah Luck. Beribu maaf Ia ucapkan berkali-kali di dalam hati kepada pria tua itu.

Kakek Sean hanya mengangguk kecil mendengar penjelasan Bicha yang cukup masuk akal. Keadaan hutan memang sangat temaram karena hutan itu memiliki dahan pohon yang besar-besar dan memiliki dedaunan yang lebat sehingga membuat sinar matahari sulit untuk menjamah masuk ke dalam hutan itu. Ia saja sampai harus meminta Bicha untuk mencari bahan obat-obatan di hutan karena Ia memang sudah tidak sanggup lagi melihat di kegelapan mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi dan tentu saja Ia tidak memiliki mata ajaib seperti Bicha yang dapat melihat dengan keadaan normal di kegelapan.

"Tapi kalau memang Ia hanya menabrak pohon tanpa sengaja, lalu kenapa sistem pernafasannya tadi sempat memburuk seperti habis tercekik," ujar pria tua itu keheranan.

One in a MillionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang