One in a Million Bagian V - Mate?

715 54 12
                                    

Sinar matahari terlalu menyengat pagi itu. Burung-burung berkicau dengan seruan merdu mereka. Menyanyikan paduan suara yang menyejukkan hati bagi siapa saja yang hendak meluangkan sedikit waktu sibuknya untuk mendengarkan alunan alami di pagi hari yang cerah ini.

Tanpa membuang waktu Carlyle pun bergegas dan bersiap-siap menuju hutan untuk memenuhi permintaan calon keponakannya yang kemungkinan besar akan mirip dengannya daripada Aiden karena si jabang bayi itu sendirilah yang meminta dicarikan buah Ampirr hanya kepadanya, bahkan ayahnya yang sudah menciptakannya pun menolak keras. Carlyle terkekeh kecil mengingat wajah merah padam Aiden yang sedang menahan gejolak cemburunya terhitung beberapa menit yang lalu di ruang keluarga saat dengan rona bahagianya Abby meminta padanya untuk di carikan buah Ampirr.

Saat akan berjalan keluar melewati pintu gerbang dengan ukiran rumit besar kerajaan Falks di tengah-tengah pintunya, tiba-tiba saja pria berambut pirang pasir itu merasa salah satu kakinya-disebelah kiri terasa lebih berat. Carlyle menurunkan pandangannya dan terpampanglah langsung wajah polos Kenio tepat sedang mendongak menatapnya dengan tatapan memohon.

"Tidak, kau tidak boleh ikut kenio. Ini perjalanan orang dewasa. Bocah kecil sepertimu tidak di izinkan untuk pergi." ujar Carlyle datar, sudah mengetahui isi otak bocah laki-laki itu yang sebelas-dua belas memiliki sifat sama dengannya.

Sifat keras kepala bocah berusia kurang lebih tiga tahun itu mulai keluar dan Ia mulai mengeluarkan rengekannya yang bisa memekakkan telinga bagi siapa saja yang tidak terbiasa dengan suara bising itu. Bagi Carlyle ini sudah seperti ritual hariannya mendengar rengekan Kenio mengingat bocah itu memang lebih banyak maunya dari pada Keanu.

Kedua tangan dan kedua kaki mungil milik kenio melilit erat kaki kiri Carlyle, membuat pria itu sedikit kesulitan untuk melepaskan lilitannya.

Carlyle mendecak tidak sabaran, "Kemana Keanu? Kenapa kau tidak bermain saja dengannya?" tanyanya jengkel.

"Aku disini, Uncle." terdengar suara Keanu yang ternyata sedang berdiri tepat di belakangnya.

"Oh, di sana kau rupanya. Kenapa diam saja? Kau tidak ingin ikut seperti Kenio?" tanya Carlyle heran. Setahunya kedua keponakannya ini selalu mengganggunya secara bersamaan tanpa ada sistem rolling-bergantian seperti saat ini.

Keanu menggeleng dengan senyuman lebarnya, "Aku tidak ingin mengganggu waktu berhargamu dengannya." jawabnya polos.

Kening Carlyle mengkerut dalam. "Dengan siapa?"

"Kau akan tahu nanti, Uncle Kyle."

Carlyle membalikkan tubuhnya dengan mudah tanpa merasa terganggu dengan posisi Kenio yang menggelayut kuat di kaki kirinya. Pria berambut cepak pirang pasir itu sedikit membungkukkan tubuhnya untuk menyeimbangi posisi tubuh Keanu yang kecil tanpa harus mengambil resiko menjepit Kenio jika Ia lebih memilih berjongkok. Matanya menyipit menatap curiga bocah pendiam yang penuh dengan kejutan itu.

"Kau pasti melihat sesuatu." tebak Carlyle. "Apa yang kau lihat?"

Keanu berkedip bingung menatap Carlyle. "Aku sedang melihat Uncle Kyle dengan Kenio di kaki kirimu." jawab Keanu mendefinisikan bagaimana keadaan Carlyle saat ini.

"Bukan--bukan itu." potong Carlyle cepat.

"Tadi kau bilang kalau kau tidak mau ikut denganku karena kau tidak mau mengganggu waktuku dengannya. Dengan siapa?"

Bibir mungil itu membentuk huruf O mengerti kemana arah pertanyaan yang di ajukan pamannya itu. "Dengan pasangan-mu."

Perlahan senyuman tipis ragu Carlyle muncul samar dengan tatapan sendu menatap Keanu berharap omongan bocah kecil itu benar-benar terwujud.

Tapi yang benar saja! Bocah itu baru berusia tiga tahun dan masih sangat kecil untuk mengerti permasalahan orang dewasa sepertinya. Jangan kira Carlyle tidak sadar apa yang Ia bicarakan, Ia tahu Keanu dan Kenio adalah putra dari Abby dan juga Aiden. Penyatuan dari kaum terkuat Ratu Amethyst dan Pangeran Falks yang terkenal keji di Immosence.

Tapi-- come on. Omongan dua bocah laki-laki ini terkadang hanyalah sebuah celotehan asal khas anak kecil yang kebenarannya pun sangat di ragukan.

"Nah kalau begitu biarkan aku bertemu dengan pasangan-ku. Dan kau Kenio, menyingkirlah." titahnya tegas, dan hebatnya tanpa mengulang perintahnya untuk kedua kalinya Kenio langsung mengangkat bokong kecilnya yang dari tadi menempel lekat dengan telapak atas sepatu Carlyle.

Carlyle menaikan kedua alisnya heran dengan sifat Kenio yang cepat berubah-ubah, "Good boy. Sekarang masuk ke dalam rumah sebelum aku mengadukan kalian kepada Aiden bahwa kalian sudah menghancurkan stick game edisi terbaruku yang sangat mahal tadi pagi." salah satu sudut bibir Carlyle naik menunjukan kemenangannya.

"Oh tidak!" seru dua bocah itu serempak dan langsung berbalik lari tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah. Carlyle hanya menggeleng kecil melihat tingkah dua keponakan kembarnya tersebut.


***


Tidak mau membuang waktu lebih lama lagi Carlyle menyibakkan sayap birunya dan melengkunginya ke depan tubuh bidang tingginya. Dalam hitungan detik bayangan tubuhnya langsung menghilang di gantikan oleh asap berwarna biru samar.

Carlyle memijakkan kedua kakinya tepat di tengah hutan yang gelap tersebut. Pria itu mengerjapkan matanya berkali-kali mencoba menyesuaikan penglihatannya. Matanya yang tajam meneliti dengan seksama keadaan di dalam hutan tersebut seakan-akan mataya itu merupakan sebuah alat scan.

Bersih.

Setelah merasa aman, Carlyle mulai menengadahkan pandangannya ke atas dan mencari buah Ampirr yang di inginkan sang Ratu Amethyst.

Ia melangkahkan kakinya secara perlahan menelusuri dari satu pohon ke pohon lain dengan tetap mempertahankan posisi kepalanya yang menatap ke atas fokus mencari buah berwarna merah darah itu.

Tanpa sengaja ekor mata Carlyle melihat samar punggung berjubah hitam di depannya.







To be continued

---

19 November 2015

Salam damai,



Raviolla MD


One in a MillionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang