1

91 2 0
                                    

"250, temui saya sehabis ini. Mengerti?" Kata atasanku.

"Siap, dimengerti" Jawabku tegas dengan tatapan kosong.

Lalu wanita itu berlalu sambil berjalan dengan tegap seperti biasanya.

Aku akhirnya menghela lalu membuang nafas dengan sangat berat. Entah karena pekerjaan yang kami lakukan seharian ini atau aku yang hanya nervous dengan atasanku.

ya, bagaimana tidak? semua orang disini adalah petarung.

"Berkumpul dalam hitungan ke sepuluh! satu! dua!.." Sahut atasanku, memanggil kami.

"Ah, aku paling benci ini." Keluhku sambil mencoba berlari sekuat tenaga menuju sumber suara.

"Kau terlalu banyak mengeluh, 250." Kata teman kelompokku yang tiba-tiba berlari beriringan denganku.

"223, kau tahu kan aku tidak menyukai rutinitas?" Tanyaku, berharap ia mengerti.

"Bukan begitu, 250. Kau tidak pernah berhenti mengkritik apapun disini walaupun kita telah bersama-sama selama 10 tahun." Katanya sambil terlihat membuat ekspresi masam.

"Benarkah?" Tanyaku sambil membuat ekspresi wajah sarkas.

"Aku membencimu disaat -saat seperti ini kau tahu? no wonder kau punya tanda pemberontak di lengan kirimu itu." Katanya cepat sambil langsung berlari mendahuluiku.

Akupun melihatnya berlalu.

Ah, mengapa ini begitu sulit bagiku? maksudku, untuk menerima semua kehidupan ini? mengapa harus begini?

"Baiklah, sehabis ini kalian istirahat selama satu jam. Setelah satu jam, berkumpul dalam barisan! mengerti?" Kata atasanku dengan suaranya yang menggelegar. Yang kupastikan juga terdengar oleh orang-orang yang ada dibalik arena ini.

Aku hanya menatap kosong rerumputan. Melihat daun-daun melambai tertiup angin. Kemudian melihat jejeran senjata yang setiap hari kami pakai untuk berlatih dan bertarung.

Tanpa kusadari semua orang nyaris menghilang dari arena. Kelompokku juga telah berjalan jauh didepanku. Aku pun langsung mencoba berlari mengejar mereka.

"250, apa yang kau lakukan? apa perkataan saya tadi tak cukup menggemparkan bagimu?" Sahut seseorang dari belakangku, aku agak susah menghentikan kakiku yang berlari terus. ia hanya ingin mengejar kelompokku.

Aku pun berhenti berlari dan menoleh ke belakang. Aku mendapati wanita tua itu lagi. Ia wanita yang biasa kami anggap sebagai penguasa tertinggi disini.

"Maaf, bu!" Kataku dengan tegap tanpa keraguan.

"Ikut saya." Lalu wanita itu berbalik dan menuntunku ke suatu lorong.
Aku berjalan tepat dibelakang wanita paruh baya itu. Mengikuti setiap langkahnya.

Aku lalu menengok ke kanan dan ke kiri. Mengamati detil-detil lorong tersebut, walau agak gelap.

Aku sudah biasa dengan ini. Lorong hitam, koridor hitam, atap hitam. Menjadi pandanganku setiap hari.

Mengapa mereka tidak menambahkan sesuatu berwarna lain? seperti, putih? bukankah itu akan lebih menyenangkan?

Sambil berjalan, aku memainkan rambutku yang tergerai panjang sampai ke bawah pundak. Setelah itu, aku mengikatnya tinggi.

Setelah beberapa menit berjalan, kami memasuki ruangan kerja seseorang. Wanita itu pun meninggalkanku sendiri diruangan itu. Setelah keluar dari ruangan, ia pergi entah kemana.

Ruangan tersebut sungguh berbeda dari ruangan-ruangan lain yang pernah kulihat di Nibiru ini.

Ruangan tersebut memiliki banyak kaca. Tidak seperti ruangan seorang ranger.

Apakah orang ini bekerja di pemerintah?

"Selamat pagi,"

Aku pun menoleh ke sumber suara. Ternyata, itu berasal dari belakangku.

Seorang Pria tinggi, berkulit sawo matang dan memakai baju rapih berwarna putih itu berjalan ke sebelah kiriku, lalu ke depanku.

"Pagi..," Jawabku, Sedikit was-was.

"Saya tahu kamu pasti tidak mengenali saya. Tidak apa-apa kalau kamu merasa terancam." Jawab pria itu dengan rileks sambil mengambil cangkir yang sedari tadi sudah ada dimejanya.

SolarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang