"Apa?" Tanyaku terbata-bata, karena terlalu banyak melamun.
"Jadi, kau itu yang mereka sebut sebagai si abno." Kata pria itu sambil memandangku dari bawah sampai atas.
"Apa maumu?" Tanyaku kesal.
"Hold on little girl, ternyata kau memang anak yang punya temper yang cepat marah seperti yang mereka bilang." Jawabnya sambil setengah tertawa.
"Jadi kamu tahu saya memanggilmu untuk apa?"
"Darimana bisa saya tahu soal apa yang mau anda katakan pada saya." Kataku dengan nada tinggi.
"Saya memanggilmu karena kamu spesial" Katanya seraya tersenyum.
Sungguh, senyumnya tidak dapat ditebak.
"Apa maksudmu?" Tanyaku, tak mengerti.
"Sebelumnya,"
Aku terus saja menebak-nebak hal aneh apalagi yang akan dia katakan nanti.
"Kenalkan, namaku Harris."
"Saya bekerja sebagai perdana mentri di pemerintah." Jelasnya.
"Saya punya dua pertanyaan untuk anda." Tanyaku sambil tetap berdiri tegak. Seperti yang diajarkan kakak-kakak senior padaku selama ini.
"Apakah itu?" Tanyanya sambil mengangkat beberapa derajat dagunya diudara. Mengisyaratkanku untuk lanjut berbicara.
"Pertama, mengapa namamu bukan sebuah angka?"
"Kedua, saya tak pernah tau ada dunia yang lain lagi selain hidup di arena ini." Tanyaku panjang lebar.
Pria yang bernama Harris itupun tertawa. Ia hanya tertawa.
"Jadi, kau mau tahu mengapa namaku bukan angka dan soal kehidupan lain dibalik arena ini?" Jelas Harris.
"Tentu saja" Jawabku dengan mantap.
"Oh oke baiklah,"
"Tapi, sebelum saya beritahu apapun soal itu, kamu ikuti saya dulu." Kata Pria tersebut sambil berjalan ke arah pintu.
"Apakah kalian bisa berhenti membawaku mengikuti kalian seperti ini. hhh" Geramku sambil mulai mengikuti pria ini keluar ruangannya.
Tapi Harris hanya diam saja. Aku yakin ia mendengar perkataanku.
Mengapa dia sangat arogan?
"Kita mau kemana?" Tanyaku sambil berjalan mengikutinya.
kali ini memang, Harris berjalan lebih cepat daripada atasanku tadi, jadi aku lebih cepat pula mengikutinya.
Pria itu diam lagi.
Dia benar-benar ingin mati.
"Jadi, kau bisu jika diluar ruangan?" Tanyaku.
Lalu langkahnya terhenti. Aku menubruk punggungnya.
"Ah!"
Kemudian pria itu menoleh ke arahku.
"Bisakah kau berhenti menanyakan pertanyaan-pertanyaan aneh dan hanya mengikutiku saja?" Katanya dengan nada agak kesal.
Aku merasakan amarahnya.
Dengan cepat ia merapihkan stelan jasnya dan mulai berjalan kembali.
Aku pun memutuskan untuk diam selama kami berjalan.
Tak lama, kami tiba disuatu hall besar. Hall tersebut sangat luas. Aku tidak bohong.
Di sisi-sisi hall terdapat beberapa orang dengan komputer dan jas lab. Mereka terlihat seperti menantikanku.
Setelah itu aku pun menoleh ke arah Harris.
Ia pun tersenyum dan berjalan menuju salah satu sisi hall itu. Kemudian, ia berbicara dengan orang yang memakai jas lab, lalu orang itu menunjuk-nunjuk ke arahku.
Tiba-tiba ada dua orang besar menubrukku dari belakang.
Aku pun terjatuh.
"Ah!!"
Dua orang yang menubrukku itu lalu menahan lenganku.
"HEY! Berhenti!! apa yang kalian lakukan??? akan kubunuh kalian!" Kataku.
Kedua orang tersebut sedikit memberi lenganku celah untuk bergerak.
Saat itu aku menyadari,
mereka tak ingin menyakitiku.
Karena dorongan kedua orang tersebut, aku ada diposisi berlutut seperti orang meminta. Lututku sakit karena membentur marmer lantai hall tersebut.
Aku tak berhenti meronta-ronta. Walau aku tahu orang-orang disitu tak menghiraukan perkataanku.
Lalu seorang perempuan memakai jas lab, datang kehadapanku.
Ia terlihat seperti seumurku. Rambutnya pirang mengkilap. Jelas, hidupnya pasti lebih banyak waktu untuk membersihkan diri daripada berlatih dengan Katana dan Wakizashi.
"Selamat pagi, 250. Maaf sebelumnya, tapi aku akan menempelkan sesuatu ke lehermu. Jadi, jangan bergerak ya"
Kata-katanya halus. Sampai membuatku ingin muntah.
Aku tahu itu akan menyakitkan.
"Jangan coba menenangkanku dengan perkataanmu itu."
"Aku hanya ingin menolongmu, 250. Tahan sedikit ya"
Lalu ia beralih ke arah belakangku. Aku terus saja memberontak.
Lalu aku merasakan sesuatu menancap dibelakang leherku.
"AAAH!"
Sungguh, sangat menyakitkan!.
Tetapi, setelah beberapa saat, rasa sakitnya menghilang perlahan.
Aku pun dilepaskan oleh dua orang yang menahan lenganku sedari tadi.
Kedua orang itu, dan perempuan tadi berjalan ke sisi hall.
Tiba-tiba, seorang lelaki datang dari pintu hall. Ia berjalan ke arahku sambil membawa sebuah pedang.
Figurnya terlihat menyeramkan. Ia memakai pakaian yang sama denganku. Pakaian berwarna hitam.
Sekarang aku yakin.
Dia pasti akan menjadi lawanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Solar
Science FictionSeorang gadis yang besar di arena pertarungan, memiliki jiwa dan kekuatan yang jauh lebih besar dari yang ia sadari. Berbagai tahap percobaan yang menguji ketahanan dan kekuatan 250, perlahan membuat gadis tersebut menyimpan dendam tak berujung kepa...