7. Coklat

588 26 0
                                    


Hari itu aku tidak ingin masuk sekolah. Aku tidak sakit ataupun punya acara keluarga, dan harus aku akui tidak ada kesibukanku yang lebih penting dari sekolah itu sendiri. Aku hanya tidak ingin masuk sekolah, keinginan sederhana.

Aku senang ibu mengerti, dan mengirim surat sakit kepada sekolah walaupun ia tahu aku tidak sakit. Dan aku tidak berharap lebih dari itu, aku ingin ibu tidak menggangguku hari itu. Mungkin ibu menganggap aku keterlaluan, dia membayar sekolahku dan aku tidak ke sekolah – aku menyia-nyiakan uangnya. Yah, aku memang keterlaluan.

Hari itu sebenarnya aku merasa sedih. Tidak ada alasan tertentu, apalagi sesuatu untuk disedihkan. Hanya sedih biasa, hanya satu hari dari banyak hari yang aku tidak ingin menghidupinya. Bisa dibilang juga aku cukup beruntung tidak mempunyai teman yang banyak, dan teman terdekatku tidak mungkin sudi mengunjungiku karena aku sakit. Ibu juga tidak peduli, apalagi guru atau siapapun yang lebih jauh lagi dari ibu.

Aku melamun saja seharian itu.

Dalam lamunanku tiba-tiba ibu mengetuk pintu, tentulah aku merasa jengkel! Aku kira dia mengerti bahwa aku tidak ingin diganggu olehnya, dasar. Aku buka pintu, justru untuk menemukan bahwa yang mengetuk bukan ibuku. Seorang anak laki-laki, seumuranku, tak aku kenal. Aku tambah jengkel, bisa-bisanya ibu membawa seorang yang tak aku kenal untuk menggangguku. Niatku adalah menutup pintu, membantingnya kalau perlu. Kemudian,

dia menyodorkan sebungkus coklat.

Coklat kesukaanku? Darimana ia tahu? Ibukah yang memberi tahu? Aku kemudian menerima coklat itu dengan kebingungan, dan berterima kasih yang paling kikuk didalam hidupku. Kemudian dia tersenyum manis, membalas terima kasihku dan berjalan pergi. Akupun menutup pintu.

Aku lihat bungkusan coklat ditanganku itu, ya, itu coklat kesukaanku. Hari yang sedih itu diceriakan oleh coklat dari seorang anak lelaki yang tidak pernah aku kenal, yang memakai topi didalam rumah – agak tidak sopan untuk tamu baru. Tetapi, terima kasih kepadanya, aku dapat memakan coklat mahal kesukaanku, yang ibu enggan membeli karena harganya.

Esoknya aku bertanya kepada ibu mengenai anak lelaki yang kemarin, kenapa tiba-tiba datang membawa coklat. Yang aku ketahui adalah, ibu kemarin menangis – dapat aku dengar sesaat sebelum anak itu datang memberiku coklat. Apakah anak itu membuat ibu menangis? Pasti karena dia tidak sopan, atau anak itu punya orang tua yang menganiyaya ibuku demi anaknya bisa menaksir aku dengan coklat. Kini aku menyesal telah memakan coklat itu, padahal aku belum mendapat jawabannya.

Ibu menjawab, bahwa anak yang kemarin adalah penderita kanker. Dan hari itu adalah hari ulang tahunnya.

Betapa hinanya aku.


Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang