12. Lelaki di Kejauhan

375 20 0
                                    


Pada hari itu adalah hari pertama ia menginjakkan kaki di lingkungan universitas, Aya, dan tiada kentara betapa gemetar jiwanya memasuki dunia asing itu. Getaran jiwa itu tiada hilang dan tiada gagal mengganggu kesehariannya – atas keasingan dunia baru itu tidak terlalu dipersiapkan terlebih dahulu. Segala pekerjaan yang ia lakukan terpaksa dilakukan layaknya orang yang tidak mempunyai pengalaman sebelumnya, toh walaupun benar, tetapi pekerjaan tersebut pernahlah ia alami sebelum menginjak bumi perkuliahan.

Aya memerlukan diri untuk mengerjakan suatu tugas, dan perlu pula pergi ke toko fotokopi sebagai syaratnya dapat mengerjakan tugas itu. Dan saat itu, saat sedang sibuk ia dengan pekerjaannya, diperlukan hanya satu tengokan kecil untuknya menaruh rasa kepada seorang lelaki – yang tiada ia kenal, yang juga tak sengaja menengok kearahnya pula.

Lelaki itu tiada tampan ataupun buruk rupa, tiada tinggi maupun pendek, hanya rasa saja yang melekat, auranya yang mempengaruhi hati Aya, tiada yang lain. Dan mulai hari itu pula juga kehidupan Aya mulai berubah, seiring bertambah pula usianya di bumi perkuliahan. Mulai dicari olehnya lelaki yang pernah ia lihat itu, disegala sudut yang dapat ia temukan di wilayah perkuliahannya. Tiada mungkin ia jauh, jikalah ia menginjak bumi universitas yang sama, tiada mungkin ia jauh, jikalah saat itu mereka bertemu di satu fakultas yang sama.

Dan benar saja, hanya butuh beberapa hari, beberapa lama yang tiada menjadi sebulan, ia bertemu kembali dengan lelaki itu – setidaknya, melihat lelaki itu lagi. Lelaki itu hendak pulang dengan sepeda motornya, yang sepertinya sudah menjadi rutinitasnya selama di bumi perkuliahan – dan hari itu pula dimulai rutinitas baru, oleh gadis dikejauhan, Aya, memandanginya seraya ia pulang mengendarai sepeda motor.

Rutinitas itu dilakukan oleh Aya tanpa lelah, tanpa lupa, seakan-akan sudah mendarah daging di dalam dirinya. Ia bahkan menghafal identitas dan ciri dari sepeda motor kepunyaan lelaki tersebut, ironisnya, bukan yang mempunyai sepeda motor tersebut. Setiap sore di tempat yang sama, di kejauhan yang sama, Aya akan berdiri di tempat yang tiada mungkin disadari oleh lelaki itu, hanya untuk melihatnya pulang. Walau tiada kenal, Aya sudah menaruh rasa sedalam mungkin di dalam hatinya – hanya saja tiada berani untuk mengucapkan salam, hanya melihatnya di kejauhan.

Setahun lebih telah ia lewati, melakukan rutinitas yang sama selagi melakukan rutinitas wajib yang diberikan oleh universitas. Setelah sedemikian luas pergaulan Aya, barulah ia dapat mengenal mereka yang mengenal lelaki itu. Dan dari pertolongan mereka, dapatlah ia berkenalan dengan lelaki itu, walau awalnya hanya sekedar kenalan. Bergantilah rutinitas lama dengan rutinitas baru, yang selalu ia lakukan tiap hari selagi rutinitas yang diberikan universitas sudah dilakukan atau dapat ditunda. Setiap harinya jikalah ia sempat, ia menghubungi dan bercengkerama dengan lelaki itu, sebisa mungkin bercanda ria dan berbagi cerita satu sama lainnya.

Sudah lama sekali serasa, dan tiada bosan Aya dengan rutinitas yang satu ini. Surga baginya setiap kali dapat melakukannya, bahagia baginya setiap kali dapat menyenangkan hati lelaki itu, selagi ia menyenangkan dirinya. Bagaikan sahabat mereka sudah seperti, dan hanya satu diantara mereka berdua yang mengetahui perasaan terhadap lawan bicaranya dalam rutinitas itu. Mengenai kenyataan itu pula harus diakui, bahwa segala daya dan upaya yang dilakukan Aya sepertinya masih terkesan kecil dan tidak terlihat. Sudah menjadi budaya bagi dunia wanita kepunyaannya, bahwa lelakilah yang akan merayunya – dan apa yang dapat dilakukan olehnya sebagai wanita, adalah dengan sebisa mungkin menjadikan dirinya pantas untuk dirayu.

Dan pada suatu hari, di sore yang sama, rutinitas lama sedikit ia ulangi. Dapat ia melihat lelaki itu hendak ingin pulang, seperti biasa. Seakan tiada jenuh yang ia rasakan, rutinitas lama itu justru ia ulangi lagi untuk memuaskan hati – walau tentu rutinitas baru sudah ada, dan kepuasan hati lebih didapatkan di rutinitas baru tersebut. Disana, dikejauhan, dapat ia lihat lelaki tersebut,

dan lelaki di kejauhan itu terlihat olehnya, menggandeng tangan seorang wanita, dan pulang bersama.


Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang