Arvorilect

329 28 52
                                    

Ketika bumi tidak lagi bisa dijadikan tempat untuk berpijak. Ketika bumi mulai menampakkan keresahannya. Ketika manusia menjadi sebuah penyebab, dan ketika manusia yang mendapatkan akibat.

Zerdania, adalah tanah yang gersang, tidak memiliki pohon. Udara tercemar, sulit bernapas, oksigen yang sedikit, adalah tiga hal yang merupakan ciri khas bagi kota tersebut. Angka kehidupan di kota itupun tidak melebihi 50.

Itu dulu.

Sekarang, tanah Zerdania tempat semua makhluk tinggal di atasnya sudah tidak lagi bisa dipijak. Ada pohon di mana-mana.

Semua yang ada di kota itu kini melayang, jalanan melayang, mobil melayang, kereta melayang. Bahkan, rumah.

Tanah yang dulu dapat dipijak sekarang dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan, pepohonan rindang yang seluruhnya berwarna hijau. Nampak dilihat, itu merupakan hal yang asri. Tetapi, tidak ketika mendatanginya.

Seluruh tanah tempat yang ditanami pepohonan di Zerdania telah dialiri listrik bertenaga tinggi. Jika terjatuh, sangat mustahil untuk bertahan hidup.

Pohon-pohon tersebut telah dikembangkan oleh para ahli agar dapat menahan aliran listrik. Jadi, pohon-pohon tersebut tetap terlihat seperti pohon pada umumnya.

***

Dua remaja perempuan yang baru saja pulang dari sekolah itu sedang berbincang. Keduanya berbicara dengan nada yang santai, tapi terdengar serius.

"Aku tidak mengerti apa yang telah leluhur kita lakukan dulu, Trey," ucap Laffita. Salah satu dari dua remaja tersebut.

"Ntahlah, Laf. Tapi katanya, kota kita ini dulu tidak memiliki oksigen yang cukup. Hingga pada akhirnya banyak manusia mati karena kekurangan oksigen," balas Treya, lalu memperhatikan tempat kakinya berpijak. Bukan tanah, melainkan selapis kaca.

Tepat di bawah kaca itu, terdapat ribuan bahkan jutaan pohon yang hidup dan dialiri tegangan listrik.
"Dan, mungkin karena ulah mereka dulu, sekarang kita tidak bisa menginjak tanah. Kita tidak bisa memegang pohon dan duduk di bawah rindangnya dedaunan," lanjut Treya.

"Katanya, manusia-manusia yang dulu tinggal di kota ini selalu menebang setiap pohon yang ada. Hingga akhirnya ada seorang profesor memikirkan sebuah cara agar pohon-pohon itu tidak bisa ditebang lagi," ucap seorang tiba-tiba.

"Kamu siapa?" tanya Laffita.

Orang itu merupakan seorang laki-laki, dengan kacamata, jaket kulit dan celana panjang serba hitam, membuat dirinya terlihat menyeramkan di mata Treya dan Laffita.

"Kalian gak perlu tau saya siapa."

Laffita dan Treya beranjak mendekat, mengikis jarak di antara mereka. Orang yang berada di depan mereka sekarang terlihat aneh dan sepertinya bukan orang yang baik.

"Kalian tau? Ribuan pohon di bawah sana sedang diincar oleh orang-orang dari negara lain," ucap orang tersebut.

"Bagaimana bisa?" tanya Treya.

"Puluhan tahun lalu, profesor itu menciptakan pohon listrik untuk menambah pasokan oksigen di kota ini yang nyaris tidak ada, tanpa diketahui oleh negara asing. Tidak lama, pihak-pihak asing itu mengetahui tentang adanya pohon listrik ini yang tidak bisa ditebang sembarangan. Hingga akhirnya, mereka ingin mencuri hasil penemuan itu dengan tujuan untuk menguntungkan mereka."

"Lalu?"

"Profesor yang tau penemuannya akan dicuri oleh orang lain akhirnya memutuskan untuk memusnahkan seluruh penelitiannya tentang pohon listrik. Tetapi, belum terlaksanakan. Hingga akhirnya profesor itu tewas mengenaskan sebelum seluruh penemuannya dimusnahkan."

"Kenapa kamu bisa tau sebanyak itu?" Laffita bertanya. Kebingungan menyelimuti pikirannya.

"Aku adalah tangan kanan profesor itu. Tentu aku tau," ucapnya percaya diri.

"Terus, kenapa kamu memberi tahu kita tentang hal itu?"

"Aku ingin, kalian mengambil hasil penelitian dan penemuan profesor lalu membuangnya, agar hasil penemuannya tidak dapat dicuri oleh orang lain."

Treya mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa harus kita?"

Laffita mengangguk, "Kenapa kamu tidak melakukannya sendiri?"

"Karena aku rasa, kalian tau banyak tentang pohon listrik itu, berbeda dengan orang lain yang seperti tak acuh dengan lingkungannya, dan jika aku bisa, aku sudah mengambilnya sejak lama. Aku sudah tidak memiliki akses untuk bisa masuk ke dalam laboratorium itu."

"Lalu bagaimana caranya agar kami bisa masuk?"

"Kalian hanya perlu menunjukkan kartu pelajar kalian dan penjaga laboratorium itu pasti akan mempersilahkan kalian untuk masuk," jelas orang itu.

Keesokan harinya, Laffita dan Treya berkemas, mengikuti kata-kata lelaki kemarin dan akhirnya masuk ke dalam laboratorium milik profesor penemu pohon listrik di kotanya.

Setelah melalui berbagai rintangan untuk mendapatkan hasil penelitian milik profesor, Laffita dan Treya keluar dari laboratorium itu dan mencari tempat yang pas untuk membuang semua bukti pembuatan pohon listrik.

"Buang aja ke bawah deh, Laf, hangus terbakar pasti," kata Treya kepada Laffita.

"Yakin, nih?"

Treya mengangguk lalu Laffita mengarahkan tangannya ke luar batas kaca, melepaskan genggamannya pada puluhan lembar kertas, flashdisk, serta bukti-bukti lain tentang adanya pohon listrik. Kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.

Dan yang tidak mereka ketahui, kebakaran besar terjadi setelah mereka meninggalkan tempat itu.

Mini ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang