Bab. 1

98.4K 3.7K 551
                                    

Yuda POV

Sekarang gue lagi di lapangan basket sekolah, menonton Agustian Deflin yang lagi latihan buat pertandingan antar sekolah, sahabat gue sejak masa SMP. Walaupun kami baru dekatnya pas di SMA sih. Awalnya kami bersahabat karena Fabian, sahabat dekat gue sejak SMP. Dulu gue sama Fabian satu kelas selama tiga tahun di SMP, kami sering jalan bareng akhirnya menjadi sangat dekat. Sedangkan Tian – panggilan akrab gue buat Agustian, satu klub basket dengan Fabian selama dua tahun sampai akhirnya kami bertiga masuk SMA yang sama dan kebetulan juga satu kelas.

Sampai lupa kenalin diri, gue Yuda Pratama. Kelas 2 IPA 1, masih tetap sekelas sama Tian dan Fabian. Sebagai bocoran, gue lagi dalam proses PDKT sama Tian. Mungkin kedengarannya aneh gue suka sama Tian, karena kami sama-sama cowok. Awalnya juga gue merasa aneh dan menyangkal perasaan gue. Sampai akhirnya, ada murid pindahan di kelas satu. Alexandra, dia dengan terang-terangan menguber-nguber Fabian, sampai akhirnya mereka jadian. Membuat Fabian yang aslinya maniak dada gede jadi belok karenanya.

Sejak saat itu, di sekolah kami mulai muncul beberapa pasangan gay. Ya iyalah, kisah cinta mereka jadi awal tren pasangan sejenis di sekolah kami. Hingga sekarang, kalau lo lihat ada cowok sama cowok yang ciuman di koridor atau kelas, sudah gak aneh lagi.

Apalagi pas kelas satu, kami pernah ke villa bareng-bareng dan gue sama Tian kebagian sekamar. Melihat Tian yang tidurnya topless dengan otot-otot mengiurkan, belum lagi dia tidurnya gak bisa diam sampai menempel ke gue, membuat dinding pertahanan gue runtuh. Sejak itulah gue sadar kalau gue enggak mau cuma menyimpan perasaan gue. Gue pengen jadi pacar Tian.

Saat itu kami memang belum dekat, tapi sepulang dari villa, gak lama ada insiden mengejutkan di sekolah. Abang Alexandra datang ke kelas kami, mengamuk-amuk karena perusahaan itu cowok nyaris bangkrut. Saat itulah kami tahu ternyata dia cewek, bukannya cowok. Alhasil membuat Fabian sakit hati merasa ditipu oleh pacarnya, sahabat gue itu langsung ngegalau habis selama 6 bulan penuh. Selama masa-masa suram itu, gue dan Tian tiap hari menghibur Fabian. Itulah yang membuat kami sering menghabiskan waktu bareng dan jadi dekat sampai sekarang.

Walaupun Tian hanya menganggap gue sahabat dan belum sadar tentang perasaan gue ke dia. Setidaknya dia sudah gak homophobic lagi kayak dulu, awal Alexandra belum jadian sama Fabian, mereka sempat berantem gitu.

Kembali ke Tian, sehabis latihan kami pulang bareng. Dulu kami selalu pulang bareng bertiga sama Fabian, tapi sejak dia sudah berbaikan sama pacarnya, kami jadi pulang berdua saja. Kesempatan bagus buat gue.

"Tian, makan dulu yuk! Lapar gue," ajak gue.

"Oh, oke! Gue juga lapar, kepingin ke PH," ucapnya sambil nyengir.

Habis itu kami langsung menuju ke PH. Lagi asyik-asyiknya makan, Tian tiba -tiba saja meletakkan HP yang dari tadi dimainkannya. "Yud, lo nginap di rumah gue selama seminggu ya, Fabian gak mau katanya. Lo mau, kan?" ajak Tian, sedikit maksa.

Gue langsung tersenyum, lo gak maksa juga gue dengan senang hati okein kok Tian, apalagi boboknya di kamar Tian, asyik! "Oke, tapi nanti gue balik dulu ambil baju," jawab gue sok kalem. Agustian langsung tersenyum. Dia merangkul gue, mengacak-acak rambut gue dengan gemas.

"Thanks banget Bro!! Lo emang sahabat gue!" ucap Tian.

Gue hanya bisa tersenyum tipis mendengar kata-katanya, berharap suatu saat kata 'sahabat' berubah menjadi 'pacar'. Sekadar info, Tian itu anak tunggal dan bonyok-nya sering keluar kota. Karena pembantunya gak nginap, makanya tiap ditinggal bonyok dia sendirian. Walaupun ini cowok badannya gede gitu, tapi aslinya takut ditinggal sendirian. Alhasil, tiap bonyok-nya keluar kota, dia pasti maksa Fabian atau gue nginap di rumahnya. Sedangkan gue anak broken home, sudah empat tahun gue ngekos. Jadi mau nginap selama apa pun, gak ada yang bakal ngelarang gue.

***

Sekarang sudah malam, gue sama Tian lagi main PS bareng di kamarnya yang sudah kayak kamar gue sendiri. Saking seringnya gue nginap di sini. Tiba-tiba saja, Tian meletakkan stick PS-nya begitu saja.

"Argh, bosan. Sudahan yuk mainnya," ucap Tian.

"Ya sudah," balas gue singkat.

Karena Tian sudah baring-baring di kasur, gue pun ikutan ngejatuhin badan gue di sampingnya. Pas gue melihat ke samping gue, matanya terpejam. Apakah Tian sudah tidur? Menatap wajahnya yang tengah terlelap, entah dorongan dari mana, gue beranikan diri mencuri satu ciumanan darinya, manis. Merasa kurang cukup, gue kembali menciuminya, melumat bibir yang begitu menggoda, menjilat dan mengigit kecil bibir bawahnya.

"Hmm ...." Tian mengerang kecil dan mulutnya terbuka, hilang sudah akal sehat gue. Seolah kerasukan setan, gue kembali melumat bibirnya rakus seperti kelaparan. Menyelipkan lidah gue menikmati lidahnya. Tidak cukup sampai di situ, tangan kanan gue sudah mulai menyusup di balik kaus yang ia kenakan, mengelus pelan perutnya pelahan naik ke dadanya.

BRAK!!

Tubuh gue terlempar jatuh ke bawah lantai. Agustian terbangun dengan raut muka sangat marah. Tubuhnya menegang, matanya melotot ke gue, makian pun keluar dari mulutnya, "ANJING LO! APA YANG LO LAKUIN KE GUE, HAH!?"

"Sorry, Tian, gue gak bermaksud kurang ajar ke elo," ucap gue lirih sambil menundukkan kepala. Gue ngerasa bersalah ketahuan ngerepin Tian waktu ia tidur.

"GAK BERMAKSUD LO BILANG!? YANG TADI LO LAKUIN APA? GAK KURANG AJAR EMANGNYA!" bentak Tian kembali.

Tanpa gue sadari, pernyataan cinta gue terucap begitu saja."Gue suka sama lo Tian, sejak kelas satu gue sudah naksir sama lo. Tadi itu, tanpa sadar gue lepas kendali."

Cowok itu kelihatan makin marah, tangannya mengepal erat. "SHIT!! DASAR HOMO! MULAI SEKARANG LO JAUH-JAUH DARI GUE! LO BUKAN SAHABAT GUE LAGI! SELAMA INI GUE PERCAYA SAMA LO, ANGGAP LO KAYAK SAUDARA, NYATANYA APA!?" Tian kembali membentak gue.

"Gue gak bermaksud begitu, gue tulus sayang sama lo. Please maafin gue," pinta gue sedikit memelas.

"NGGAK!! GUE BEGO KALAU SAMPAI PERCAYA SAMA COWOK BRENGSEK YANG NGEREPEIN GUE PAS TIDUR! JANGAN-JANGAN SELAMA INI LO SERING LAKUIN KAYAK GINI?"

Agustian kelihatan shock mendengar ucapannya sendiri. Ia menutup mulutnya dengan tangan kirinya, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat. Kembali ia bertanya dengan suara lirih, "Jawab gue! Lo sering grepein gue? Lo sudah apain saja tubuh gue?"

Gue cepat-cepat membantah. "Nggak, Tian. Percaya ke gue. Ini pertama kalinya. Sebelum-sebelumnya gue gak pernah sentuh lo," ucap gue, memberi penjelasan, tapi Tian gak percaya.

"Bohong lo, Yud!!" bentak Tian.

"Gue gak bohong Tian, lo mau, kan maafin gue," mohon gue. Lalu menggenggam tangan kanannya yang masih mengepal dengan erat. Dengan cepat, Tian menarik tangannya kasar dari genggaman gue. Ia mundur sejauh mungkin dari gue. Melihat itu gue pun mendekat, tapi dengan cepat ia berteriak menghentikan langkah gue.

"STOP!!"

"Tian – " belum gue selesai bicara, Tian kembali menimpali. "KELUAR LO DARI RUMAH GUE! GUE NORMAL BUKAN HOMO KAYAK LO!! PERGI!!"

Sumpah!! Hati gue sakit banget menerima penolakan kayak gini. Dengan langkah gontai, gue ngambil ransel dan kunci motor gue. Berjalan menuju pintu keluar. Sekali lagi gue beranikan diri menatap Agustian, begitu tatapan kami bertemu gue tersenyum, tapi Tian dengan cepat membuang mukanya menghindari tatapan gue. Jlep! Itulah yang gue rasakan sekarang.

"Gue sungguh-sungguh mencintai lo Agustian," ucap gue dengan suara pelan. Lalu menutup pintu dan pergi menjauh darinya.

Hate You, But Love You Too [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang