Agustian POV
Berhari-hari setelah itu, Yuda tetap gak masuk sekolah. Gue sudah cari info ke sana-sini, tapi gak nemu juga. Sampai-sampai wali kelas kami hubungi keluarganya. Namun, mereka juga gak tahu Yuda ke mana. Ternyata gak hanya gue, bonyok Yuda juga menangis menyesal karena kehilangan Yuda, mereka menyesal terlalu egois dan mengabaikan anak semata wayangnya karena alasan yang sama dengan gue. Mereka kira dengan diabaikan, suatu saat Yuda bakal ngalah dan kembali ke mereka. Nyatanya setelah perang dingin bertahun-tahun, Yuda malah menghilang tanpa kabar.
Gue akhirnya tersadar seberapa berharganya cowok itu bagi gue. Menyesal menolak cintanya dan mengatakan benci padanya. Gue tersadar bahwa ada bagian yang hilang di hati gue saat Yuda menghilang. Gue sadar ternyata gue juga mencintai cowok itu. Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?
"Fabian, gue janji bakal terima cinta Yuda kalau dia kembali. Gue gak peduli lagi, biar jadi gay sekalipun. Gue sayang ke Yuda, gue gak mau kehilangan dia." Fabian hanya diam menarik kepala gue bersandar ke pundaknya, mendengarkan segala keluh kesah gue.
***
Yuda POV
"Yud, lo gak pergi sekolah? Gue lihat di barang-barang lo ada seragam SMA," tanya Kak Sam, mendadak saat kami lagi sibuk cuci motor bertiga bareng Kak Toni juga.
"Gue gak mau kembali ke sekolah," jawab gue singkat.
"Jangan gitu. Biar anak geng juga belajar tuh penting. Lo lihatkan, gue sama Sam tetap rajin pergi kuliah," Tegur kak Toni.
"Memangnya di sekolah kenapa? Lo di-bully?" Kak Sam kembali bertanya.
Gue hanya geleng-geleng kepala, gak jawab. Mengingat sekolah, gue kembali mengingat Tian. Gue benci ke elo! Ngerti gak sih! Mana bisa gue sahabatan dengan cowok homo yang lihatin gue dengan niat mesum kayak lo! Tanpa sadar gue kembali menangis. Hati gue kembali tersayat mengingat ucapan terakhir Tian, iya ucapan terakhir karena sejak itu Tian terlalu jijik ke gue sampai-sampai gak sudi lagi bicara ke gue. Walau cuma makian sekalipun. Dan setelah ini pun, gue yakin kami gak bakal ketemu lagi.
"Lo kenapa Yuda?" Kak Sam dan Kak Toni kayaknya shock melihat gue tiba-tiba nangis gitu, mata mereka sampai melotot gitu. Lengkap dengan nada suara yang mendadak meninggi.
"Gak apa-apa, Kak. Gue udah selesai, gue tinggal ya," pamit gue. Lagi-lagi menghindar saat ditanya. Gak mau membahas soal Tian, padahal gue bahkan gak bisa menguasai emosi gue sendiri. Membuat mereka cemas berkali-kali, menangis seperti anak kecil dan lari setelahnya.
Setelah itu gue tinggalin gitu aja motor yang belum selesai dicuci. Gue sempat lihat Kak Toni mau ngejar gue, tapi tangannya ditahan Kak Sam. Thanks Kak Sam, udah ngertiin gue. Saat ini gue emang lagi butuh waktu untuk sendiri.
***
Malam harinya, kami ngumpul di tempat biasa. Ga seramai dulu, sejak kekalahan kami dulu, kak Toni benaran keluarin anak-anak yang kabur. Melihat itu, banyak anggota kami yang keluar juga. Menyisakan sekitar 30-an orang yang loyal, kebanyakan anggota yang udah gabung dari geng ini terbentuk. Gue sih santai aja, malah lebih asik kayak gini. Cewek Kak Sam yang menjadi masalah perkelahian kemarin pun malah putusin Kak Sam, gak tahu diri banget! Padahal demi dia Kak Sam sampai luka-luka gitu. Kasihan Kak Sam, untung aja ada Kak Toni yang ngehibur.
Karena hari ini ada geng lain yang nantang buat balap, kami hanya bentaran di gudang buat ngecek keadaan motor yang mau dipakai. Lalu setelah selesai, langsung cabut ke tempat balapan.
Suasana sangat ribut, ramai banget didominasi oleh anggota kedua geng yang berduel. Ada sebagian dari geng lain yang datang buat nonton juga. Kak Toni udah siap dengan motor gedenya di garis start. Dia perwakilan kami kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You, But Love You Too [END]
Ficção AdolescenteYuda dan Agustian sudah berteman sejak SMP, hingga mereka mulai dekat dan menjadi sahabat di SMA. Hanya saja Agustian tidak pernah menyadari perasaan cinta Yuda untuknya. Hingga suatu hari saat Agustian tertidur, Yuda yang tidak mampu mengendalikan...