Yuda POV
Saat ini gue sedang sibuk memikirkan rencana kejutan hari jadian kami yang pertama, gak kerasa gue sama Tian udah pacaran selama satu tahun. Sekarang kami udah kelas tiga, otomatis waktu untuk bersama udah lebih berkurang. Karena sibuk mempersiapkan ujian kelulusan dan tes masuk universitas, tapi gua gak mau hal itu membuat hubungan kami merenggang. Makanya sekarang gue lagi usaha buat memperat hubungan kami.
Gue menuliskan beberapa ide rencana kencan romantis, tapi langsung gue coret lagi. Gak puas dengan apa yang gue tulis. "Gak, enggak. Tian gak bakal suka yang romantis-romantis gitu!" guman gue serius, lalu mulai menuliskan ide berikutnya.
"Ah... ini mah norak!" gumam gue sekali lagi, lalu mencoret hasil tulisan baru itu. Tangan gue gantal memutar-mutar ujung pulpen sambil memikirkan rencana lainnya, tanpa gue sadari seseorang telah berdiri di hadapan gue dengan marahnya.
"Yuda Pratama, membuat rencana kencan di kelas matematika, hah? Dinner di cafe tepi pantai dan ke taman safari?" ucap orang itu dengan nada bicara menyindir, seraya membaca coret-coretan gue. Gue pun tersadar dari lamunan, anak satu kelas pada ngakak ngetawain gue yang bakal dihabisi oleh guru killer satu ini. Yap! Orang itu adalah Pak Pitter, guru matematika gue sejak kelas satu, guru dengan penghargaan guru ter-killer dalam sejarah sekolah ini.
"Ehehe..." tawa gue garing, saking takutnya. Wajah gue kini udah berpeluh segede biji jagung.
"KELUAR DARI KELAS SAYA SEKARANG DAN LARI KELILING LAPANGAN 20 KALI!! BIARKAN PINTU KELAS TERBUKA, SAYA AKAN MENGAWASI KAMU!! DAN SEKARANG PERGI KELUAR YUDA PRATAMA!!" Bentakan kemarahan Pak Pitter nyaring banget sampai gak perlu lagi pakai toa.
Gue pun langsung ngacir ke halaman sekolah. Mampus. Kelas gue pas di depan halaman, gak bisa ngabur. Merutuki kebegoan gue dalam hati. Alhasil setelah setengah jaman gue berlari mengelilingi lapangan segede jaban itu, gue pun terkapar begitu saja di meja gue.
"Gila... gak kuat gue!" ngeluh gue dengan napas ngos-ngosan kepanasan, ketika Fabian datang menghampiri gue sambil menyodorkan sebotol air mineral yang langsung gue minum sampai kandas.
"Thanks banget My Babe Fabi," ucap gue. Berterima kasih dengan baik, tapi kepala gue ditempeleng oleh Fabian. Dia pun protes, "Itu panggilan sayang dari Alex buat gue, lo gak boleh panggil gue gitu!" Ia bersedekap di hadapan gue dengan wajah datarnya, gue balas dengan nyengir kuda.
"Bercanda kok, Fabian. Lo sewot benar sih. Ngomong-ngomong Tian gue ke mana?" tanya gue, saat sadar meja Tian sudah kosong.
"Dipanggil pelatih klub basket, biasa... bantu-bantu adik kelasnya yang mau ikut turnamen," jawab Fabian, gue hanya bisa ber-oh ria. Walaupun Tian udah gak ikut klub basket lagi, tapi pelatih nyebelinnya itu masih sering cariin Tian buat bantu-bantu melatih adik kelasnya. Kan ngeselin, bikin waktu gue sama Tian makin tipis aja.
"Ngomong-ngomong tadi Agustian tertawain lo lho, soal rencana kencan bodoh lo yang ngebuat lo dihukum Pak Pitter," kata Fabian mengadu. Soalnya dia duduk sebangku sama Tian sejak naik kelas tiga. Karena Tian bilang gak mau sebangku dengan gue lagi, entar gue malah resek godain dia, bukannya belajar katanya. Kan jahat!?
"Huuu... ternyata emang rencana bodoh ya?" tanya gue minta pendapat. Ya, kan Fabian tahu benar jalan pikiran Tian yang menurut gue rumit, ribet, gak kebayang.
"Ya, itu rencana bodoh. Agustian mah gak tertarik dengan rencana kayak gitu, perayaannya besok kalau gak salahkan?"
"Heeh, besok. Lo ingat banget, Fab?"
"Gimana gak ingat, kalian jadiannya drama banget gitu."
"Jadi gimana?" tanya gue lagi. Setelah obrolan ringan kami yang d imana Fabian belum menjawab pertanyaan gue tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate You, But Love You Too [END]
Teen FictionYuda dan Agustian sudah berteman sejak SMP, hingga mereka mulai dekat dan menjadi sahabat di SMA. Hanya saja Agustian tidak pernah menyadari perasaan cinta Yuda untuknya. Hingga suatu hari saat Agustian tertidur, Yuda yang tidak mampu mengendalikan...