Chapter 3 : Poltergeist

145 13 2
                                    

Aku,Harry dan Scott berdiri di depan Apartemen yang berada di sudut New York.Tak terlalu besar dan tak terlalu kecil,kalau dilihat sekilas tidak ada yang menyangka kalau apartemen itu adalah bekas sebuah rumah sakit--yah,dont judge books from the covers eh?

"Shall we?"Ucap Harry mencondongkan badannya ke apartemen itu.Scott dan aku mengangguk,kemudian si ginger head berkacamata itu memutar kenop pintu.Pintu terbuka dengan pelan,suara gesekannya antara lantai entah kenapa sangat keras dan menyeramkan di keheningan ini.Aku menelan ludah,Harry masuk diikuti Scott.Aku masih ragu untuk masuk.

"Robin!"

"Iya!Iya! Aku masuk!"

Flatnya tidak terlalu menakutkan seperti yang kubayangkan,kamar tidur di samping kiri tepat disebelahnya pintu kamar mandi.Tv,sofa,dan laptop yang berada di meja berjejer rapi di ruangan tengah.

Harry menyapu pandangannya ke seluruh ruangan,bulu kuduknya berdiri,tangannya bergetar,keringat dingin turun dari pelipisnya.Aura negatif bisa ia rasakan dengan kuat.

"Harry?"Aku melihat Harry dengan bingung,ia tampak melamun.

"Sst.."Ia lalu menaruh telunjuknya di depan bibirnya,Ia menyuruh Scott untuk mematikan lampu.Scott mengangguk pelan,kemudian saat semua cahaya tidak bisa ditangkap mata lagi suara kaki berlari terdengar.

"Astaga apa itu?!"Pekik Scott,setengah panik setengah takut.

Aku sendiri memeluk lengan Harry,bulu kudukku berdiri.Kakiku bergetar.

"Apa tujuanmu?!"Harry tiba-tiba berteriak ke udara kosong.

Tidak ada jawaban,suasana sangat mencekam sekarang.Entah kenapa suhu ruangannya menjadi dingin sekali,seakan-akan ada kulkas yang sedang terbuka di depan mereka bertiga.Betul-betul layaknya film horor.

"Siapa kau?!Aku berbicara kepadamu!"Harry memekik sekali lagi,sepertinya dia sedang berusaha untuk berbicara dengan 'orang' yang menghantui kamar ini.

PRANG!!

Seketika bola lampu pecah,pecahannya jatuh diiringi oleh teriakanku.

"Katakan siapa namamu!Atau aku akan terpaksa untuk mengusirmu!"

Suara tawa yang mencekam terdengar,oke oke oke ini semua sangat seram.Aku ingin pulang aku ingin pulang.

Tiba-tiba tv hidup sendiri,mata kami semua mengarah ke tv dengan bingung.Dan yang membuatku hampir pingsan adalah tulisan yang tiba-tiba muncul di dinding.

LILITH

Tulisan itu seperti ditulis dengan kuku,suaranya sangat memekakkan telinga.

Sekarang aku bisa melihat karena cahaya tv,Scott pucat pasi--tidak sanggup untuk berbicara.Harry tetap kelihatan tenang,ia masih menatap tulisan 'LILITH' di dinding.

"Namamu Lilith?"

Suara gesekan terdengar lagi,aku segera menutup telingaku.

YA

Harry menghela nafas,sepertinya lega karena bisa berkomunikasi dengan roh ini.

"Apa aku boleh mengajukan beberapa pertanyaan lagi?"Tanya Harry.

Hening sejenak,kemudian suara gesekan dan huruf terurai lagi di dinding.

TENTU

"Lilith,apa kau poltergeist?"

Suara tawa lengking kembali terdengar,aku mengenggam lengan Harry dengan erat.

Pada detik itulah aku mulai yakin pada hal-hal yang dikatakan banyak orang tidak ada.

Seorang gadis berkulit putih pucat dengan rambut panjang hitam melayang di depan hidungku,kuulangi,didepan hidungku.

Dia tersenyum menatapku,aku yang sudah pucat pasi berteriak sekencang-kencangnya sebelum Harry menutup mulutku dengan tangannya.Ia mengisyaratkanku untuk tidak berteriak dengan jarinya.

Setelah menenangkanku,Harry kembali menaruh perhatiannya ke si gadis tembus pandang ini.

"Lilith ya?"

Dia mengangguk.

"Apakah kau yang mengganggu Scott disini?"

Dia menggeleng.

Setelah itu Harry tampak kebingungan,ia melanjutkan pertanyaannya

"Kalau bukan kau...jadi siapa?"

"Bukan poltergeist"Suaranya melengking tinggi,ia masih melayang-layang seakan-akan dia berada di luar angkasa layaknya astronot.
"Lebih kuat dari poltergeist"Ia melanjutkan lagi,wajahnya menampakkan raut yang tidak senang
"Bengis,jahat,dan lebih iseng daripada poltergeist.Kami tidak bisa merasuki orang,tapi yah...sesuatu yang melakukan ini semua bukan poltergeist"

"Kalau bukan kau yang melakukannya,kenapa kau ada disini Lilith?"Tanya Harry.

"Aku hanya lewat,terus aku merasakan kau sedang memanggil 'kami' "

Harry kemudian diam sejenak,tampak berpikir keras.Aku mulai melepaskan genggamanku dari Harry,tapi aku masih enggan untuk melihat si Lilith ini.

"Sesuatu yang lebih kuat daripada poltergeist...."Harry mengusap-usap dagunya sembari mondar mandir.

Ia kemudian tampak terkejut,setelah itu ia melihat Lilith lagi

"Demon.....?"

"Entahlah aku tidak tahu"Lilith mengangkat pundaknya.

Tiba-tiba lampu hidup sendiri diikuti oleh kepergian Lilith.Harry menyapu pandangannya ke seluruh ruangan,ia menatap ke lampu yang pecah.

"Kalau yang dikatakan dia memang betul,bukan poltergeist yang melakukannya"Kata Harry ia menyibak gorden di sudut kamar,melihat pemandangan malam yang dihiasi lampu warna warni

"Kau ada ide?"Tanya Scott,dia tampak pucat pasi.

Harry menggeleng "Aku tidak begitu yakin,tapi kamarmu sementara ini tidak bisa dipakai--ada beberapa hal yang harus kuperiksa.Dan...kapan deadline thesis-mu,Scotty?"

"2 minggu"Scott menggerutu "Aku terpaksa harus mencari tempat tinggal baru"

"Kalau kau mau kau bisa tinggal di apartemenku dan asistenku.Masih ada 1 ruangan kosong.Juga,kami perlu beberapa keterangan sewaktu-waktu darimu"

Scott diam sebentar,kemudian setuju untuk tinggal bersamaku dan Harry.

Scott tidak pulang bersama kami karena ada janji bersama temannya di sebuah kafe.Kami pulang naik taksi.

"Harry?"Ujarku,pelan hampir seperti bisikan.

Harry memutar kepalanya ke arahku,hidungnya tampak sangat bersemu merah--seperti baru saja dicubit kuat-kuat.

"Maaf kalau aku meragukan pekerjaanmu,kupikir kau main-main soal ini"Aku sedikit menunduk dengan perasaan bersalah.

Harry melihatku sambil tersenyum simpul "Ketahuilah Robin.Aku tidak pernah berbohong"

22th Avenue Street Paranormal InvestigatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang