Ada apa - apa

82 22 8
                                    

"Fyera. Mau ikut kantin gak?"

Bintang menghampiri mejaku dan berdiri dengan senyumannya yang kuakui selalu dapat membuatku menuruti semua keinginannya. Dia sudah menjadi temanku swjak pertama aku memasuki SMA ini. Dia teman yang baik, aku akui itu. Tapi kali ini, terpaksa aku harus mengatakan tidak Bintang.

Aku menatap Bintang tajam. Aku tahu tatapanku mungkin menyebalkan atau apa. Namun, maafkan aku Bintang. Aku memiliki alasan untuk ini.

"Pergilah sendiri." aku kembali mengalihkan pandanganku kepada buku yang sejak tadi kupegang.

Aku mendengar desahan nafas berat dari arah Bintang. "Lo kenapa sih Ra?" Bintang menyengkram pundakku sedikit kuat.

Aku sedikit meringis dan langsung menampik tangan Bintang. Membuat Bintang menatapku dengan pandangan herannya.

"Udah tiga hari ini, lo ngehindarin gue sama Daffa. Ada apa sih Ra? Kalo ada masalah cerita dong." Bintang menyeret kursi di hadapanku, dan mendudukinya. Aku hanya diam membaca bukuku, tak menanggapi pertanyaan Bintang.
Aku mencoba mengabaikan keberadaan Bintang, berharap Bintang akan pergi meninggalkanku. Namun, ia tak kunjung pergi dari hadapanku. Anak ini memang keras kepala.

Tak lama, datang lagi satu manusia yang saat ini juga tak ingin kudekati. "Wei, apaan nih. Ngumpul gak ngajak - ngajak. Kejem kalian sama gue." Daffa menepuk pundakku pelan.

"Baca apaan sih Ra? Serius banget," Daffa langsung menyaut buku yang sedari tadi kupegang. Ia menutup buku itu, guna melihat judulnya.

"Kisah Melodi Penantian. Apaan nih? Tumben lo baca buku kek gini Ra." Daffa membolak - balik halaman buku yang berhasil ia ambil dariku.

Aku langsung berdiri dan menyaut buku itu kembali dari Daffa, "Balikin." tanpa kusadari aku memandang Daffa dengan tajam.

Daffa sedikit membelalakkan mata melihat sikapku. Ia memasang ekspresi terkejut menatapku. Mungkin bagi Daffa, melihatku yang seperti ini adalah hal yang sangat jarang.

Aku bangkit dari bangkuku dan berniat untuk melangkahkan kakiku ke luar kelas, namjm sebelum itu aku merasakan pergelangan tanganku ditahan oleh sesuatu.

Aku mengalihkan pandanganku, dia, Bintang. "Ra, lo kenapa sih? Kalau ada masalah cerita dong Ra sama kita." Bintang menatapku ragu.

Aku menarik pelan tanganku dari cengkraman bintang. "Aku baik."

Aku mulai melangkahkan kakiku lagi, namun kali ini sebuah suara menghentikanku.

"Gue tahu lo kenapa - napa, Ra."

Suara Daffa.

Aku mencoba mengabaikan perkataan Daffa dan ingin melangkahkan kakiku sekali lagi untuk meninggalkan kelas.

"Jangan pergi Ra, kita butuh jawaban."

Perkataan itu lantas membuatku terhenti. Kumohon teman - teman jangan memaksaku. Aku tidak bisa.

"Kalian gatau apa - apa." ucapku cepat dan segera melangkahkan kakiku keluar dari kelas. Namun saat aku telah melangkahkan kakiku diluar kelas, aku masih dapat mendengar sebuah teriakan yang sedikit membuat hatiku tertusuk.

"Gimana kita tahu, kalo lo gak kasih tahu Ra?"

Aku berusaha menahan isakku. Aku tidak bisa teman - teman. Maafkan aku, tapi ini berat. Berat. Kalian tidak akan mengerti. Kalian tidak akan mengerti.

Aku mempercepat langkahku agar aku dapat dengan segera lebih jauh lagi dari kelasku.
Ya, mungkin untuk pelajaran selanjutnya aku membolos di UKS saja. Aku tidak bisa menatap Daffa dan Bintang untuk sementara ini.

Kuharap dengan sikapku ini kalian akan menjauh dariku. Menjauh dariku, selamanya.

.

.

.

"Daff, kali ini gue yakin. Ada apa - apa sama Fyera." Bintang menatap ke pintu, arah Fyera pergi. Rambut khas ponytailnyabbergoyang mengkuti arah gerak kepalanya.

Daffa yang berada tepat di belakangnya, manggut-manggut kecil. "Mungkin kemaren gue nyangkal. Tapi kali ini gue setuju."

Daffa dan Bintang saling berpandangan.

"Kita cari tahu?" Bintang mengangkat pandangannya ke arah Daffa.

Yang dibalas Daffa mendekatkan tubuhnya ke arah Bintang, "Kenapa enggak?"

Lalu diakhiri dengan kerlingan mata, misi mereka dimulai.

FyeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang