Pria itu

41 14 0
                                    

Aku akan bolos hari ini. Melihat keadaan Bunda yang semakin parah dari hari ke hari, kurasa ini sudah saatnya aku mencari orang itu dan membuat perhitungan.

Dia manusia paling hina yang pernah kutahu di dunia ini.

Manusia paling kejam yang pernah kutemui.

Manusia yang- yang sangat dicintai Bunda.

"Bunda, Bunda tunggu disini. Fyera berjanji akan segera membawa kembali orang itu."

"Hng? Makan?"

"Iya, Fyera akan menyiapkan makan untuk Bunda setelah ini."

"Tidak! Anak bodoh! Aku menyesal memiliki anak sepertimu!"

Brak. Brak.

Buku - buku berjatuhan hanya dengan satu dorongan. Aku menutup mataku keras.

Aku harus bersabar, aku tak boleh marah. Dia bukanlah musuh, dia adalah Bunda. Wanita yang paling kusayangi di dunia ini.

"Maaf Bunda, Fyera harus pergi."
Aku menutup pintu kamar Bunda dan segera pergi meninggalkan rumah. Lihat saja manusia sialan, kau yang membuat Bunda tersayangku seperti ini.

Aku tidak akan membiarkanmu begitu saja. Sudah saatnya aku bertindak.

Bintang menghampiri Daffa yang sekarang terkulai lemas pada bangkunya. Beberapa saat yang lalu bel pulang telah berbunyi, namun Daffa tak kunjung bangkit dari bangkunya. "Kenapa Daff?"

"Hng.."

"Apaan dah, udah pulang nih. Ayo pulang."

Daffa mengangkat badannya lemas, dan mengalungkan tasnya dan lansung berjalan mendahului Bintang.

"Ngapa sih lo?"

"Gapapa."

Bintang menautkan alisnya, "udah buru deh jalannya, lemot banget. Katanya mau ke rumah Fyera. Elu nya malah lemot gini."

"Iya ih, sabar kek." Daffa mempercepat langkahnya berjalan di samping Bintang.

Jalanan hari ini lumayan ramai, agak macet sih sebenernya. Daffa yang menaiki motornya dengan Bintang yang berada di boncengannya mencoba menerobos jalanan sore ini. Biasa lah, jam segini memang waktunya orang - orang pada pulang kerja. Tak heran jika macet.

"Gak bisa jalan Bin."

"Yah, udah sore banget lagi. Ntar kalo ke rumah Fyera malem - malem agak gak enak juga sama tante Diana." Bintang menepuk bahu Daffa pelan.

"Bener - bener gabisa ya Daff?"

Daffa menggeleng lemah, "macet parah."

Disaat Daffa dan Bintang sedang menunggu giliran jalan, alias menunggu jalan terbuka. Mata Bintang tanpa sengaja menangkap surai seorang gadis yang sudah sangat dikenalnya. Gadis itu berlari diantara kerumunan orang, menunjukkan suatu kertas dan bertanya pada tiap orang.

"Daff Daffa! Itu Fyera bukan sih?"

Daffa memicingkan matanya mengikuti arah yang ditunjuk Bintang.

"Kita kesana."

Memang agak susah meminggirkan motor saat jalan macet seperti ini.

"Fyera!"

Fyera menengokkan kepalanya cepat dan memasang wajah terkejutnya.

"Fyera!"

Mendengar suara yang memanggil namaku, aku menengokkan kepalaku cepat. Tapi yang kulihat, Daffa dan Bintang.

Ah sial.

Aku ingin segera melangkahkan kakiku menghindari mereka. Ah, seharusnya mereka tak menemukanku saat ini.

"Mau kemana lo?"

Aku merasakan seseorang menarik kerah baju belakangku, aku tahu tabiat ini. Daffa.

"Lepas!"

Bukannya lepas, malah semakin menarik. Aku merasa jadi pemandangan konyol orang - orang sekarang.

"Jangan panik ra, lo mau ngapain sih?" Bintang menyatukan alisnya.

"Kalian gaperlu tahu, lepas!"

Aku menarik tangan Daffa kuat - kuat. Tapi apa daya, dia lebih kuat.

"..." aku masih mencoba menghentak - hentak kakiku.

Daffa dan Bintang masih terus saja menahanku agar aku tidak pergi.

"Gue gabakal lepas kalo lo gak jawab."

Sejenak aku berhenti, lalu dengan cepat memutar tubuhku dengan kekuatan penuh. Hingga tangan Daffa terlepas.

Daffa menatapku dengan tatapan bingungnya, kala aku menarik tangannya kuat dan mendekatkan wajahku padanya.

"AKU MENCARI PRIA BAJINGAN ITU! PRIA YANG MEMBUAT HIDUP DAMAI KU HANCUR! DAN JANGAN COBA - COBA MENGHALANGIKU!"

Daffa dan Bintang membelalakkan matanya.

Aku mendorong dada Daffa keras dan segera berlari menghindari mereka.

Lari.

Lari.

Lari.

Lari sejauh mungkin.

Benar, aku sudah benar. Yang kulakukan benar. Semua masalah ini adalah salahku.

Bunda telah menahan semuanya, Bunda kesakitan. Ia menangis dan memaki. Ia kehilangan hasrat hidupnya. Karena aku.

Aku tidak akan bisa hidup bahagia jika Bunda tidak. Aku tidak boleh senang jika Bunda tidak. Aku tidak boleh tertawa saat Bunda tidak.

Karena semua ini salahku.

Aku harus menangis dan memaki. Menangis dan terus menangis.

Pergi.

Bunda.

Aku harus kembali menemui Bunda.

Pulang.

FyeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang