Dia

41 12 3
                                    

"Bunda Bunda Fyera pulang!"

Aku membanting sedikit keras pintu rumahku. Dengan langkah terburu - buru aku mencari keliling rumah.

Dimana Bunda? Kemana Bunda?

"Fyera?"

"Bundaaa!"

Aku langsung berlari memeluk Bunda dengan langkah yang tergesa - gesa. Bunda balik memelukku dengan hangat.

Ah, sudah lama sekali rasanya aku tak merasakan pelukan ini. Aku merindukannya. Rindu.

"Fyera hiks. Ayah. Hiks" Bunda mulai terisak saat ia memelukku.
Aku paham sekarang, Bunda sekarang sedang menyadari apa yang sudah terjadi. Setidaknya untuk kali ini, Bunda tidak akan memaki dan menghindar. Untuk sementara waktu.

Hari ini hari sabtu, kebetulan sekali tidak ada kegiatan sekolah hari sabtu. Dan aku dapat menemani Bunda seharian di rumah.

Aku sedikit memikirkan tentang kepindahanku.

Setelah aku mengurus semuanya, wali kelasku berkata lebih baik aku pindah setelah ujian akhir. Agar lebih mudah saat mengirim nilai dan perpindahan dataku.

Aku tidak terlalu mengerti itu, tapi sepertinya aku iyakan saja. Dan itu berarti, mengenai ke pindahanku akan dilaksanakan satu bulan dari sekarang.

"Makan Ayaaah . Ayaah makaaan."

Aku menengokkan kepalaku, menatap Bunda yang sedang melempar - lempar sebuah boneka dengan miris. Aku tidak akan pernah menyerahkan Bunda pada rumah sakit. Aku akan merawatnya sendiri.

"Bunda? Ada apa?"

Aku mendekati Bunda yang tengah bermain dengan bonekanya.

"Fyera, siapkan air panas. Ayah mu ingin mandi baru pulang kerja. Iya yah?" Bunda tersenyum pada boneka yang sedang di pegangnya.

Tidak Bunda, itu bukan Ayah. Bukan Bunda, bukan.

"Bunda, itu bukan Ayah." aku sedikit menarik ujung bibirku.

Tatapan Bunda kemudian dengan tiba - tiba menatapku garang. "Kenapa kau melawan Ayah?! Minta maaf!"

Bunda menyodorkan boneka yang dipegangnya dihadapanku. Aku menahan nafasku, atau lebih tepatnya menahan isakanku agar tidak lolos.

"M-maafkan aku.."

Bintang melangkahkan kakinya berkeliling dari toko ke toko. Mencari sebuah hadiah yang cocok untuk adiknya. Mengibga adiknya tak lama lagi akan berulang tahun.

"Apa yang harus kuberikan?"

Bintang masih terus melangkahkan kakinya sambil menengokkan kepalanya ke kanan dan kiri. Hingga tanpa sadar ia menabrak seseorang.

"Ah! M-m-maaf!"

"Tidak apa tidak apa."

Bintang mengangkat kepalanya, ia menabrak lelaki dewasa.

"Eh, Om Tyo?"

Lelaki dihadapannya hanya mengerjapkan matanya bingung, "Bintang...ya?"

"Iya Om," Bintang memasang senyum ramahnya.

"Sudah lama sekali ya, Bintang."

"Iya."

Om Tyo adalah Ayah dari Fyera. Terakhir Bintang bertemu dengannya adalah saat pengambilang rapor Fyera saat Smp. Selebihnya, Bintang sangat jarang bertemu dengannya. Fyera bilang sih, kalau Ayahnya sedang sibuk untuk bekerja.

"Ah iya. Om, apa benar Fyera akan pindah? Saya baru mendengarnya belakangan ini."

Lelaki dihadapannya mengerjapkan matanya pelan, dan kemudian mulai menggaruk tengkuknya.

"A-ah iya. Aha-ha" ia sedikit tertawa hambar.

"Kenapa om? Kenapa tiba - tiba?"

"T-tidak. Itu hanya- M-mungkin dia ingin suasana baru."

"Mungkin?" Bintang menatap aneh pria dihadapannya ini.

Bintang tiba - tiba teringat kata - kata Fyera kemarin saat dirinya dan Daffa tak sengaja bertemu Fyera dijalan-

"AKU MENCARI PRIA BAJINGAN ITU! PRIA YANG MEMBUAT HIDUP DAMAI KU HANCUR! DAN JANGAN COBA - COBA MENGHALANGIKU!"

-ingatan Bintang berhenti disitu.
"Saya p-pergi dulu ya Bintang."

Melihat pria dihadapannya ini ingin segera melangkahkan kakinya dan pergi. Bintang menahan pergelangan tangannya kuat.

"Om, sudah berapa lama Om tidak pulang?"

FyeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang