Bintang meninggalkan rumah sakit setelah papa dan mama Rion tiba. Orang tua Rion memutuskan akan memindahkan perawatan Rion ke rumah sakit yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya setelah kondisi Rion stabil. Sesampai di kantor, Bintang bergegas menyiapkan presentasinya untuk meeting selepas makan siang. Matanya masih terasa berat karena dua hari ini ia kurang tidur. Sambil menyeruput segelas kopinya, ia kembali melihati sekali lagi materinya sambil membuka-buka berkas-berkas di tas ranselnya ketika ia menyentuh kotak makanan milik Ara. Ia pandangi dan pegangi kotak makanan itu beberapa saat kemudian tersenyum tipis. "Siapa pun kamu, terima kasih Ara". Bintang bertekad akan mendatangi kafe tempat ia bertemu Ara kali pertama, sepulang kerja nanti.
Di tempat lain, Ara sedang mempelajari beberapa publikasi penelitian yang baru diterimanya. Hari itu, pengunjung perpustakaan tidak seramai biasa sehingga Ara memutuskan menggunakan waktunya untuk lebih banyak belajar. Tiba-tiba wajah laki-laki asing itu hadir kembali. Entah mengapa apa yang terjadi diantara keduanya meninggalkan kesan tersendiri di memori Ara. "Siapapun kamu, penyuka Bintang Kecil, aku harap bisa melihat kamu lebih banyak tersenyum. Aku akan berusaha membantu semampu aku meski kita tidak saling mengenal," ujar Ara dalam hati.
"Selamat siang, Ara," suara yang tak asing itu membuat Ara tersenyum lebar kepadanya.
"Oktan... kok kamu bisa ada disini?" balas Ara sambil menyilahkan Oktan duduk. Sudah lama Ara tidak pernah bertemu Oktan. Laki-laki di depannya itu masih saja ramah dan hangat seperti saat Ara pertama mengenalnya. Oktan sedang mencari beberapa penelitian untuk data pendukung tempat kerjanya dan Oktan pun teringat Ara. Ara bergegas membantu mencarikan referensi yang mungkin berkaitan dengan data yang diperlukan Oktan. Waktu berlalu saat arloji Ara menunjukkan pukul 11.50 dan Oktan mengajak Ara untuk keluar makan siang bersama. Karena bekal makanannya sudah ia berikan untuk laki-laki di dalam mimpinya, Ara pun dengan senang hati menerima ajakan Oktan. Lagi pula sudah lama Ara tidak pernah berbincang dengan Oktan.
Ara dan Oktan duduk berhadapan saat itu. Mereka sedang menunggu makanan siap, ketika sejenak Oktan memandangi Ara. Ara yang jadi salah tingkah berusaha tersenyum seperti biasa. "Lama kita nggak ngobrol seperti ini lagi, ya Ra... apalagi setelah aku jadian sama Lintang," ujar Oktan balas tersenyum.
"Iya... Oh iya, aku dengar dari Lintang kalo kalian sepakat menjadi teman biasa lagi, ya. Apa kamu yakin ini keputusan yang terbaik, Tan? Aku tahu kalian punya alasan kuat, tapi kamu sama Lintang itu pasangan serasi menurutku, kalian saling mengisi satu sama lain," sambung Ara sembari memberanikan diri balas menatap Oktan. Oktan terdiam masih menatap Ara, Oktan seperti sedang memikirkan kalimat Ara itu. "Apa Lintang memberitahu kamu, alasan itu Ra?" tanya Oktan ragu. Ara mengangguk pelan, "Aku tahu, Tan, tapi aku bisa lihat rasa itu tumbuh diantara kalian seiring waktu. Setelah saling jujur satu sama lain, kalian bisa melanjutkannya dengan suasana hati yang baru, Tan. Kamu sayang sama Lintang kan, Tan?"
Oktan masih terdiam memandangi Ara. Oktan seolah bingung harus menjawab apa. Hatinya seolah mendua, tapi dia tidak bisa membedakan apa yang ia rasakan untuk Ara dan Lintang. Oktan tersenyum lembut, "Menurut kamu, apa aku terlambat untuk memperjuangkan seseorang yang terpinggirkan karena dulu aku ga punya keberanian, Ra? Aku tahu aku cukup pengecut. Aku takut menyatakan sesuatu ke seseorang yang sebenarnya aku sukai dan justru melampiaskannya ke sahabatnya. Meski waktu itu sikonnya emang rumit banget, apalagi Lintang lagi rapuh waktu itu. Kamu sepertinya sengaja mundur teratur, mengambil jarak dari aku dan aku merasa menjadi laki-laki yang diandalkan bagi Lintang saat itu," jelas Oktan kepada Ara. Ara menundukkan kepalanya sejenak, Ara bingung melanjutkan kalimatnya ke Oktan saat itu ketika makanan mereka pun datang. Baik Ara dan Oktan pun membisu diantara aktivitas makan siang mereka.
Waktu menunjukkan pukul 12.40 saat Ara dan Oktan tiba di tempat parkir tempat kerja Ara dan Oktan bersiap untuk pamit kembali ke kantornya. Sesekali Oktan berusaha memecah hening diantara dirinya dan Ara dengan mengalihkan topik pembicaraan terkait data penelitian yang diperlukan oleh kantornya. Oktan sudah menghidupkan mesin sepeda motornya, ketika Ara kemudian berucap, "Ini bukan soal terlambat atau tidak, Tan. Dulu kamu memilih Lintang karena kamu ragu dan tidak punya cukup keberanian memilih aku kemudian kamu menyesalinya. Dan sekarang kamu putus dengan Lintang karena penyesalan kamu itu. Padahal aku bisa melihat dengan jelas rasa itu semakin tumbuh diantara kalian berdua waktu demi waktu. Aku nggak mau kamu menyesal melepaskan sesuatu dengan keraguan untuk yang kedua kalinya, Tan. Jadi aku harap kamu bisa lebih berpikir dengan matang tentang kamu dan Lintang. Terlepas kamu adalah pelarian dia saat dia patah hati waktu awal kalian jadian, aku bisa lihat dengan jelas Lintang perlahan menyayangi kamu, Tan apalagi sekarang". Kalimat panjang itu pun akhirnya diputuskan Ara untuk dikatakan pada Oktan. Lagi-lagi Oktan terdiam menatap Ara sejenak kemudian ia tersenyum tipis. "Aku mengerti, Ra," jawab Oktan lirih sambil menganggukkan kepalanya pelan. Setelah mengucapkan terima kasih dan salam, Oktan perlahan menghilang dari pandangan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Konstelasi Hati BINTANG Buat ARA
General FictionKarena namamu seperti nama konstelasi bintang dan namaku adalah BINTANG, aku akan membuat konstelasi hati aku untukmu, ARA. Konstelasi Ara adalah salah satu yang cantik. Ia membuatku tersentuh, membuatku ingin melihatnya lagi dan lagi seperti halnya...