8. Konstelasi Hati : Gugusan Rasa (1)

146 9 12
                                    

Jumat malam itu, Ara sedang memasukkan dua stel bajunya ke dalam tas ranselnya ketika ada panggilan masuk di handphone-nya dari Bintang.
"Ra, besok kamu jadi kan mengajak aku ikut menemui nenek kamu?" ucap Bintang. Terdengar tawa kecil laki-laki itu.
"Insyaa Allah jadi, Bin. Kita langsung bertemu di terminal ya jam delapan pagi," jawab Ara tersenyum di tempatnya.
"Aku perlu bawa bekal apa, Ra?"
Ara tertawa mendengarnya.
"Terserah aja, Bin. Ga bawa juga gapapa, yang penting kamu sarapan sebelumnya biar perut kamu nggak kosong selama perjalanan he he. Kamu nanya bekal kayak kita mau piknik aja ya he he".
Terdengar lagi tawa kecil Bintang di telinga Ara membuat Ara ikut tertawa. Setelah berbalas salam pembicaraan mereka pun berakhir.

Di apartemen Bintang, laki-laki itu terlihat mempersiapkan isi tas ranselnya buat besok lalu mengambil sesuatu dari laci kedua di sebelah tempat tidurnya, kotak makan milik Ara. Bintang tersenyum menatapnya.
Tiba-tiba terbelesit di pikiran Bintang, ia akan membuatkan roti bakar buat Ara sekaligus mengembalikan kotak makan gadis itu yang sudah cukup lama tak kunjung dikembalikannya.

Esok paginya, Ara baru saja tiba di terminal bis, melirik arlojinya yang menunjuk ke angka 07.48 ketika ia melihat Bintang sudah duduk di salah satu bangku tunggu di dekat bis yang akan mereka naiki. Laki-laki itu terlihat cool dan tampan seperti biasa tapi natural dengan baju kaos dan celana jeans plus jaket sporty-nya, sambil pandangannya sekali-kali melihati pintu bis menanti Ara.
"Sudah lama nunggunya, Bin?" sapa Ara langsung duduk di sebelah tempat duduk Bintang, sedikit mengagetkannya.
"Baru berapa menit yang lalu, Ra," jawab Bintang balas tersenyum ke Ara.
Ara pun mengajak Bintang naik ke bis, laki-laki itu mengikuti kemana Ara melangkah. Ara segera mencari tempat duduk, Ada dua baris berurutan dimana sepasang kursi di sebelah kiri masih kosong tanpa penumpang dan Ara langsung duduk di bangku yang persis di pinggir jendela.
"Apa aku boleh duduk di sebelah kamu, Ra?" tanya Bintang membuat Ara setengah tertegun menoleh ke laki-laki itu, tak menyangka laki-laki itu akan meminta izin kepadanya.
Ara tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja, Bintang... ini kan angkutan umum, kamu bebas duduk di kursi kosong manapun yang ada... kecuali kursi sopir he he".
Bintang tertawa sembari menganggukkan kepalanya.

"Sudah lama aku nggak pernah naik bis lagi, Ra he he," lanjut Bintang yang sudah duduk di sebelah Ara, "terakhir kali sepertinya waktu aku masih kecil dan seingatku aku beberapa kali mabuk kalau lagi naik bis dulu. Jadi nanti jangan heran kalau aku memilih tidur sepanjang perjalanan biar nggak mabuk he he".
Ara tersenyum menganggukkan kepalanya melihati kearah Bintang yang sedang meneguk obat anti mabuk di perjalanan itu. Ara baru menyadari ada yang berbeda dengan raut wajah Bintang.
"Sepertinya kamu kurang tidur, Bin. Kamu baik-baik aja kan?"
Bintang sedikit tertegun mendengar ucapan Ara itu.
"Aku baik-baik aja, Ra. Iya semalam habis nelpon kamu, ada email terkait kerjaan yang masuk dan harus aku selesaikan sebelum minggu siang. Jadinya semalam aku begadang biar aku bisa tenang pergi dengan kamu sekarang he he".
Ara balas tersenyum. Meski ia dan Bintang tetaplah dua orang asing dengan dua latar belakang berbeda, Ara merasa Bintang makin terbuka dan lebih banyak tersenyum. Di satu sisi Ara merasa senang, meski di sisi lain entah kenapa jantungnya masih suka berdebar lebih kencang saat ia berada di dekat Bintang seperti halnya sekarang ketika laki-laki itu duduk tepat di sebelahnya.
Ara berusaha menjaga dan menetralkan hatinya, mulut perempuan itu terlihat sedang berdoa meski tanpa suara.
Sementara itu, Bintang terlihat mengeluarkan kotak makan Ara dari dalam tasnya ketika ia menoleh ke Ara dan heran melihat gadis di sebelahnya itu sedang terpejam. Raut gadis itu terlihat serius lebih dari biasanya.
"Apa kamu baik-baik saja, Ra?" tanya Bintang membuat Ara menghentikan doanya dan membuka matanya lalu menoleh ke Bintang.
"Aku... aku...aku sedang berdoa aja, Bintang".
Andai laki-laki itu tahu efek yang dia timbulkan buat Ara. Bahkan saat terpejam pun, aroma parfum Bintang yang khas itu membuat Ara agak sulit menetralkan hatinya.
"Tapi kamu nggak apa-apa kan?"
Ara mengangguk ketika ia tak sengaja melihat kearah kotak makan di tangan Bintang, membuat gadis itu tersenyum lebar.
"Oh iya... aku mau kembaliin kotak makan kamu. Maaf ya kalau baru sekarang aku ngembaliinnya he he"
Kotak makan itu pun berpindah tangan ke tangan Ara.
"Tadi pagi aku sengaja bikin roti mentega buat kamu, Ra. Itung-itung ucapan terima kasih aku".
Ara tertawa kecil dan mengucapkan terima kasih ke Bintang.
Tak berapa lama, bis yang mereka naiki pun berangkat, Bintang terlihat kembali memasang earphone-nya dan berpamitan tidur ke Ara.
"Apa kamu mau tukar tempat duduk didekat jendela biar lebih relax, Bintang?" tanya Ara dibalas gelengan kepala Bintang.
"Tidak apa-apa, Ra. Aku disini aja. Laki-laki kan harus melindungi perempuan he he".
Ara lagi-lagi menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menatap sejenak Bintang.
"Nanti kalau aku ketiduran dan kepala aku miring ke bahu kamu, kamu langsung bangunin aku aja ya, Ra. Takutnya kamu mikir aku sengaja curi-curi kesempatan," sambung Bintang meringis membuat Ara tergelak kecil.
Tak perlu waktu lama Bintang pun tertidur di sebelah Ara dengan earphone full musik terpasang di telinganya. Laki-laki itu sepertinya nyaris tak terpisahkan dari earphone saat dia sedang 'menikmati' kesendiriannya.
"Bisa jadi musik adalah salah satu cara buat kamu menemukan zona nyaman buat diri kamu ya, Bin," batin Ara tersenyum melirik sejenak kearah Bintang yang terlihat polos dalam lelapnya.
Ara sedang asyik membaca novel kesukaannya, membunuh waktu selama perjalanannya ketika kepala Bintang miring mendekati bahu Ara.
Ara teringat ucapan Bintang dan hendak membangunkan laki-laki itu, ketika ia melihat wajah letih Bintang yang kurang tidur itu terlihat damai. Ara tak tega membangunkan Bintang yang terlihat pulas itu. Kalau Ara membangunkan Bintang, ia takut laki-laki itu akan kesulitan melanjutkan tidurnya lagi atau malah membuat Bintang merasa pusing dan teringat mabuk perjalanannya. Ara pun mengambil jaket di tas ranselnya lalu dengan ekstra pelan dan hati-hati memindahkan kepala Bintang diatas lipatan jaketnya yang sengaja ia letakkan di atas bahu kanannya. Ara juga sengaja menyandarkan kepalanya ke kaca jendela agar lebih berjarak dan tidak terlalu dekat dengan Bintang sekaligus berusaha mengusir rasa deg-degan yang kembali hadir tanpa diundang di hatinya gara-gara laki-laki itu.
Ara menutup sejenak novelnya, berusaha mengalihkan perhatiannya dengan membuka kotak makannya itu lalu seketika tersenyum lebar.
Ada dua buah roti berbentuk wajah kucing yang lucu disana.
Ara tidak menyangka laki-laki seperti Bintang akan seniat itu membuatkan roti yang lucu untuknya.
Ara hendak memakan sepotong roti itu ketika ia melihat ada secarik kertas terselip dibawah tissue yang jadi alas roti itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Konstelasi Hati BINTANG Buat ARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang