Sabtu malam itu, Ara menginap di tempat kos Lintang setelah dari siang hingga jam delapan malam, Ara menemani Lintang di tempat kerjanya. Seminggu pun berlalu sejak Bintang dan Ara menghabiskan waktu ke panti jompo, sejak itu pula tak ada komunikasi diantara keduanya meski sekedar lewat mimpi. Waktu pun sudah sangat larut, menunjuk ke angka setengah sebelas malam ketika Ara dan Lintang sama-sama sudah terlelap dalam tidurnya. Malam itu Ara kembali bermimpi. Ia melihat sosok Bintang sedang dipukuli oleh tiga orang dan Bintang yang berusaha memberi perlawanan terlihat tidak berdaya karena jumlah lawan yang tak seimbang. Tak ada seorang pun tampak membantu Bintang saat itu, Bintang seolah hanya bisa menerima ketika pukulan demi pukulan itu mendarat di tubuhnya.
"Tolong jangan pukul lagi... tolong hentikan... tolong tolong... tolong...," terdengar suara Ara, membuat Lintang yang tertidur disebelah Ara terbangun kemudian bergegas membangunkan Ara yang terlihat panik dalam tidurnya.
"Bintanggg...," ucap Ara lirih ketika ia terbangun dari tidurnya. Lintang terlihat sedang menatap agak cemas dan setengah bertanya-tanya kearahnya.
"Kamu mimpi buruk, Ra?"
Ara memandangi sahabatnya itu sejenak lalu mengangguk pelan. Ara mengatur nafasnya perlahan, tak ada satu kalimat keluar dari mulutnya. Bayangan Bintang di mimpinya membuat Ara buru-buru mengambil handphonenya yang ia letakkan di bawah bantalnya.
"Bintang, apa kamu baik-baik saja?" ketik Ara.
Sementara itu Lintang hanya mengamati setiap gerak-gerik Ara, seolah menunggu sahabatnya itu sedikit lebih tenang untuk ia melanjutkan pertanyaannya. Ara masih menatap layar handphonenya. "Semoga kamu baik-baik saja, Bin," ujarnya di dalam hati ketika handphone Ara bergetar. Ada panggilan dari Bintang, Ara buru-buru mengangkatnya, rasa khawatir yang dirasakannya itu membuat Ara melupakan rasa malunya ke laki-laki itu.
"Assalaamualaikum, Bintang...," ucap Ara.
"Waalaikumsalam. Raaa...". Suara Bintang terdengar lirih dan parau seperti menahan sakit.
"Ya...", jawab Ara singkat, ia seolah menunggu Bintang untuk bicara meski kekhawatiran gadis itu makin menjadi.
"Ra..., aku habis dikeroyok orang di taman dekat tempat kita pernah bertemu. Aku...".
"Jadi apa yang aku lihat di mimpi itu beneran terjadi. Aku segera kesana, Bin," jawab Ara memotong ucapan Bintang sebelumnya.
"Tapi Ra..., kamu perempuan dan ini sudah sangat malam, Ra," ujar Bintang.
"Kamu tenang aja, Bin. Aku bakal minta tolong teman aku buat menemani aku kesana".
"Makasih. Aku bakal tunggu kamu," jawab Bintang mengakhiri percakapan diantara keduanya.
Ara menatap kearah Lintang.
"Bintang habis dikeroyok orang, dia butuh bantuan buat nganterin dia ke rumah sakit dan balik ke rumahnya, Tang. Aku harus kesana, apa kamu mau menemani aku?"
"Dikeroyok, kok bisa? Memangnya kondisi Bintang parah Ra? Dia nggak bisa minta tolong ke orang-orang di sekitar sana?" tanya Lintang.
"Bintang nggak bicara banyak, Tang. Dan aku lupa menanyakan kondisi Bintang dan kemungkinan dia bisa meminta bantuan orang-orang di sekitar taman itu. Tapi... dari yang aku lihat di mimpi, Bintang sepertinya perlu bantuan, Tang...," jawab Ara.
"Jadi tadi itu kamu panik dalam tidur karena kamu mimpi Bintang dan lihat dia dikeroyok?"
Ara mengangguk pelan. Lintang tak lagi menanyai sahabatnya itu. Meski ia tidak terlalu suka Ara berhubungan dengan Bintang, tapi sebagai sahabat, Lintang memahami apa yang dirasakan Ara saat itu. Tanpa mengulur waktu, Lintang bergegas menelepon tukang ojek langganannya di pangkalan depan kompleks tempat kos-nya.
"Makasih banyak ya, Tang. Kamu itu benar-benar sahabat yang baiiik banget," ucap Ara tersenyum ke Lintang sambil mereka bersiap-siap.
Lintang balas tersenyum lebih lebar diantara rasa kantuknya. "Karena aku tahu sahabat aku ini orang yang baik dan tulus". Keduanya pun tertawa.45 menit kemudian, Ara dan Lintang pun akhirnya sampai di taman itu. Tak banyak orang yang masih menghuni taman di malam itu. Ara pun bergegas mencari keberadaan Bintang ditemani Lintang.
Ara baru akan menelepon Bintang ketika ia melihat seseorang sedang terduduk setengah meringkuk sambil memegangi perutnya di salah satu bangku tak jauh dari tempat Ara bertemu Bintang sebelumnya di taman itu.
"Bintang, " panggil Ara setelah ia melihat lebih jelas.
"Kamu datang, Ra," jawab Bintang lirih berusaha tersenyum dan menegakkan tubuhnya untuk duduk sambil memandangi Ara dan Lintang.
Terlihat luka lebam di wajah laki-laki itu.
"Kamu kesini berdua sama Lintang, Ra? Aku pikir kamu bakal ajak teman laki-laki. Beresiko dan tidak aman perempuan seperti kalian keluar rumah malam-malam begini, Ra" sambung Bintang justru terdengar gantian khawatir.
Ara tersenyum dan duduk di sebelah Bintang.
"Ini bukan waktunya kamu mengkhawatirkan aku dan Lintang. Gimana kondisi kamu, Bin?"
"Cuma lebam-lebam aja, Ra. Untungnya mereka mabuknya agak parah dan ga bawa senjata tajam, jadinya akhirnya aku bisa melarikan diri dan sembunyi sampai mereka pergi, Ra. Sekarang tolong temani aku pulang ya".
Ara mengangguk. "Iya, aku dan Lintang bakal temani kamu pulang setelah kita bawa kamu ke rumah sakit, Bin".
"Tapi Ra aku bisa kompres lebam-lebam aku sendiri...," jawab Bintang dengan ekspresi berusaha menahan sakit ketika matanya bertemu dengan mata Ara. Gadis itu terlihat mengkhawatirkannya sehingga Bintang pun memutuskan mengikuti ucapan gadis itu.
Bintang terlihat kesulitan untuk berdiri apalagi berjalan hingga Ara dan Lintang pun membantu memapah Bintang berjalan menuju taksi yang sebelumnya dipesan oleh Lintang. Ketiganya bergegas menuju ke rumah sakit terdekat yang searah dengan tempat tinggal Bintang. Lintang sengaja memilih duduk di sebelah sopir menyisakan Ara yang menemani Bintang di bangku belakang. Bintang terlihat duduk agak meringkuk kesakitan sambil memegangi perutnya.
"Sakit ya, Bin? Maaf aku lama datangnya," ujar Ara dengan nada sedikit khawatir.
"Gapapa, Ra. Terima kasih karena kamu mau datang. Maaf udah mengganggu istirahat kamu juga Lintang," sambung Bintang merasa tidak enak ke kedua gadis itu.
Baik Ara maupun Lintang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kearah Bintang.
"Btw, kok kamu bisa sampai dikeroyok, Bin?" tanya Lintang.
"Aku lagi menghabiskan waktu duduk di taman melihati bintang-bintang yang lagi terang ketika pas mau pulang tiba-tiba aku lihat ada tiga orang mabuk malah mau menyiksa kucing. Aku berusaha nolongin kucing itu, eh malah jadinya dikeroyok he he". Bintang terlihat berusaha tertawa sambil meringis kesakitan.
"Sudah, jangan cerita lagi, Bintang... aku tahu kamu lagi kesakitan. Sebaiknya kamu coba pejamin mata kamu aja, biar sakitnya ga terlalu terasa," sambung Ara yang diiyakan oleh Lintang. Bintang tersenyum menganggukkan kepalanya pelan. Ia mengambil earphone dari saku jaketnya dan kemudian memejamkan matanya sambil memutar lagu di handphonenya. Sayup terdengar di telinga Ara yang duduk di sebelah Bintang, laki-laki itu sedang mendengarkan suara Ara dengan nyanyian bintang kecilnya. Ara pun tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Konstelasi Hati BINTANG Buat ARA
Художественная прозаKarena namamu seperti nama konstelasi bintang dan namaku adalah BINTANG, aku akan membuat konstelasi hati aku untukmu, ARA. Konstelasi Ara adalah salah satu yang cantik. Ia membuatku tersentuh, membuatku ingin melihatnya lagi dan lagi seperti halnya...