Jam 4 sore hari. Langit terlihat cerah. Burung-burung saling berkicauan dengan indahnya. Gadis Indigo ini membiarkan angin melambai-lambaikan rambutnya yang panjang lurus itu. Mata lavender itu tak juga lepas memandang langit. Menggenggam sebuah foto dengan erat. Pandangannya berubah, tertuju pada foto itu. Menampakkan seorang lelaki berambut blonde sedang melakukan shoot.
Kurasa, tanpa kuberitahu sepertinya kalian sudah tahu sendiri siapa lelaki itu. Ya, Uzumaki Naruto. Laki-laki pertama yang bisa membuatnya insomnia berminggu-minggu. Tapi, kalian pasti bertanya-tanya kalau Hinata benar-benar sangat mencintai Naruto, mengapa dia dulu berpacaran dengan Sasori?
Saat pertama masuk Konoha High School, Hinata sudah menyukai Naruto. Begitu pula dengan Naruto. Sudah menyukai Sakura. Hinata mengetahui hal itu. Tentu saja, hati Hinata terasa hancur. Pecah berkeping-keping. Ia merasa, tak ada harapan lagi untuk menyukai Naruto lagi. Disaat itulah Sasori menyatakan cinta pada Hinata. Hinata menerima begitu saja karena dia ingin menutupi luka yang dibuat oleh Naruto dan berusaha melupakan Naruto walau dia rasa itu mustahil baginya.
Tapi, Hinata merasa dirinya memang bodoh. Kenapa dia bisa memilih orang yang berniat mencelakainya? Bukan menyembuhkan lukanya? Bahu Hinata bergetar. Kejadian itu mengingatkan Hinata pada traumanya. Terlalu buruk untuk diingat.
Tetapi, beberapa hari ini Naruto tampak sangat memperhatikan dirinya. Ini membuat kepercayaan dirinya bangkit lagi. Walau masih sangat malu-malu, Hinata tetap yakin bahwa suatu saat Naruto pasti akan membalas perasaannya karena dia tetap tidak akan menyerah.
Ada 1 hal lagi. Foto Naruto yang digenggam Hinata itu bukanlah Hinata yang memfoto. Bagaimana bisa Hinata mengambil gambar Naruto secara diam-diam, kalau saja baru dilirik Naruto dia sudah menjatuhkan diri ke tanah? Hal yang mustahil bagi seorang Hyuuga Hinata.
Miru lah yang mengambilkan gambar Naruto secara diam-diam. Tak tega juga Miru setiap hari melihat Hinata yang selalu membayangkan Naruto. Lalu dia berinisiatif untuk mengambilkan gambar Naruto untuk Hinata. Kalian membayangkan seperti apa wajah Hinata setelah Miru memberinya foto Naruto?
Merah seperti cherry. Nafasnya tersengal-sengal seperti orang habis berlari sejauh 10 km. Dan, pasti kalian menduga dalam kehitungan ke tiga Hinata pasti sudah ambruk dengan indahnya ke bumi. Itu benar.
"Hinata, apa aku boleh masuk? Ini aku."seseorang mengetuk pelan pintu kamar Hinata. Hinata tersentak. Buru-buru disembunyikannya foto itu di bawah bantal. Dan, seseorang itu sudah berada di depan pintu kamar Hinata.
"Ah, Neji-niisan. Tumben sekali ke kamarku. Ada apa?"tanya Hinata begitu melihat Neji sudah di depan ambang pintu. Hanya pada Neji dan Hanabi, gaya bicara Hinata tidak gagap lagi.
"Aku hanya ingin melihat adikku yang manis ini. Tidak boleh?"Neji menepuk kepala Hinata sambil mencubit gemas pipi Hinata yang empuk. Hinata tersenyum riang.
Mungkin kalau di sekolah, teman-teman Hinata dan Neji menganggap Neji sebagai orang yang sangat dingin dan cuek. Neji memang tidak pernah bercanda seperti dia dengan Hinata. Di sekolah, Neji biasa bersikap stay cool dan cuek. Dia memang dikenal sebagai orang yang cuek tak mau peduli orang lain. Tapi, lain hal lagi bila di rumah. Apalagi kalau Neji, Hinata dan Hanabi sedang berkumpul. Neji bisa berubah drastis 180 derajat dari orang sedingin Sasuke menjadi orang yang seheboh Lee.
"Boleh kok niisan. Tidak ada yang ngelarang kok. Malahan, aku senang banget niisan mau maen ke kamarku. Oh ya, Hanabi-chan kemana?"tanya Hinata celingukan melihat luar kamar.
"Biasa.. Paling lagi kencan dengan Konohamaru. Dasar, kecil-kecil sudah punya pacar saja. Padahal, aku yang sudah kelas 3 SMA PDKT saja belum berhasil."keluh Neji mengingat ketika ia berusaha melakukan pendekatan dengan Tenten dan membuatnya malu habis-habisan.
"Hihi, tenang saja Neji-niisan. Aku pasti bantu niisan dekat dengan Tenten-chan."kata Hinata bergelayut di tangan Neji. Neji mengelus rambut Hinata.
"Hinata, sebenarnya ada yang ingin kutanyakan padamu."
"Apa niisan?"
"Ehm.. Apa kamu menyukai pria bernama Uzumaki Naruto, seorang cowok dari kelas 11-3 yang nilai olahraganya di atas rata-rata?"tanya Neji dengan nada yang berubah menjadi serius. Hinata tersentak kaget. Jantungnya berdegup kencang. Darimana Neji tahu?
"Ehm.. Ehm.. I-itu.."
"Hehehehe.. Tidak usah takut.. Aku tidak akan marah padamu. Cuma, aku hanya ingin kau lebih berhati-hati. Jangan sampai kejadian kau dengan Sasori terulang kembali."Neji mewanti-wanti Hinata. Mendengar nama Sasori, Hinata langsung mendekap tubuhnya erat. Tubuhnya gemetar, wajahnya kelihatan ketakutan. Neji kaget.
"Hi.. Hinata? Kenapa kamu? Ah, maafkan niisan ya. Niisan lupa kalau nama terlarang itu tidak boleh diucapkan. Maafkan Niisan ya."kata Neji menutupi tubuh Hinata dengan selimut. Hinata mengangguk.
"Niisan tahu darimana aku suka pada Naruto-kun?"tanya Hinata. Neji tersenyum.
"Aku ini saudaramu. Kakakmu. Masa sih adiknya menyukai teman kakaknya tidak mengetahuinya? Aneh sekali."jawab Neji dengan senyuman jahil. Hinata melotot kaget.
"Loh, jadi niisan dan Naruto-kun itu.."
"Ya Hinata. Aku dan Naruto itu teman satu tim taekwondo. Kau tidak mengetahuinya kan? Naruto bergabung di taekwondo Hyuuga sejak 3 bulan yang lalu. Saat itu kau belum mengenalnya kan? Nah, dari situlah aku tahu bahwa kau menyukainya. Tapi, sebenarnya bukan dari Naruto sih aku dapat info itu."Hinata mengerutkan dahinya.
"Aku dapat info itu dari Miru."
"APA?!! MIRU-CHAN?!!"teriak Hinata histeris. Neji menutup kupingnya.
"Pelan-pelan Hinata. Tidak usah sampai segitunya. Ya, jadi kalau kau ingin melihat Naruto, tidak hanya di sekolah. Di tempat latihan dojo Hyuuga kau bisa melihatnya setiap hari Rabu dan Sabtu jam 5 sore."goda Neji berhasil membuat wajah Hinata merona merah.
"Niisan!"
"Hahahahahaha. Kau lucu sekali, Hinata. Sudah ya, aku mau mandi dulu. Sebaiknya kau juga mandi dan bersiap-siap. Sebentar lagi dia datang."kata Neji membuat Hinata lagi-lagi mengerutkan dahi lalu keluar kamar Hinata.
"Apa sih maksud dari Niisan? Aneh sekali."kata Hinata menyambar handuk hijaunya lalu masuk ke kamar mandi.
15 menit kemudian, Hinata keluar dengan tubuh dibalut handuk hijau. Rambutnya diusap-usap dengan handuk kecil. Ia membuka lemari bajunya. Neji tadi mengatakan dia harus bersiap-siap karena sebentar lagi 'dia' datang. Siapa 'dia' itu? Penasaran, akhirnya Hinata menuruti kata-kata Neji.
Hinata memilih sebuah sex dress biru langit dengan sebuah pita putih di bagian dadanya. Dan tampak mutiara berkelap-kerlip di bagian bawahnya. Gaun yang sangat cocok dengan Hinata. Segera saja dia memakai gaun itu, lalu berdandan.
"Hinata! Ada yang mencarimu!"teriak Neji dari bawah. Hinata yang sedang memoleskan lips gloss transparan. Segera saja Hinata turun ke bawah untuk menemui 'dia'. Dan, langkahnya ter-pause ketika tahu siapa yang ada di depan ambang pintu itu. Wajahnya yang putih terkena bedak tadi, berubah merah.
"Konichiwa, Hinata-chan!!"
"Na.. Naruto-kun??"
"Hehehe, aku datang mendadak ya? Maaf ya tidak sempat kuberitahu. Tapi, Neji pasti sudah memberitahu kamu kan? Buktinya kamu sudah rapi begini."kata Naruto menyengir. Sekarang Hinata tahu. Neji berkata seperti itu agar ia cepat-cepat bersiap agar saat Naruto datang dirinya sudah rapi.
"I-iya.. Ti-tidak apa-apa kok."kata Hinata menundukkan wajahnya yang merah. Naruto tersenyum dewasa. Cowok pirang ini terlihat sangat dewasa sekali dengan penampilannya sekarang.
Kemeja putih berlengan panjang (dan, lengannya itu di gulung sampai siku) dengan celana jins hitam, sepatu kets putih dan aroma parfum seperti coklat membuatnya terlihat keren dan manis. Tentu membuat Hinata semakin memerah wajahnya.
"Ehm, kamu manis sekali Hinata-chan."puji Naruto dengan semburat merah di pipi coklatnya itu.
"Ah, Naruto-kun.."yang di puji hanya tersipu malu.
"Apa kau sudah siap? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."kata Naruto ingin menarik tangan Hinata.
"Eh, tunggu sebentar..."Hinata kembali ke kamarnya mengambil sesuatu. Ketika dia kembali, sudah tersemat jepit rambut berbentuk pita berwarna ungu muda. Naruto hampir saja nosebleed kalau saja dia tidak sadar sedang dimana dia.
Gila.. Sumpah, nih cewek manis banget. Kayak dewi khayangan. Ahhh.. Pantes aja gue ga bisa tidur seminggu ini. Insomnia gara-gara nih cewek. Wauuuw..
"Naruto-kun?"tegur Hinata membuat Naruto kembali sadar dari alam bayangannya. Naruto memalingkan wajahnya yang sedikit memerah itu.
"Ehm.. Gomen Hinata-chan.. Aku hanya terpesona saja ngeliat kamu.. Hehehehehe."Naruto cengir kuda menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Salah tingkah. Hinata pun juga begitu.
"Kalau begitu, ayo! Hari sudah mau sore."Naruto menarik tangan Hinata ke sepeda pancalnya.
Hinata duduk miring karena tidak memungkinkan kalau dia duduk ke arah depan. Tentu saja karena dia pakai gaun. Naruto mengayuh pelan sepedanya. Angin sore begitu segar. Meniup-niup rambut kedua muda mudi ini. Dan, saat itu pun sedang musim gugur. Daun-daun merah maple berjatuhan melewati Naruto dan Hinata seakan-akan menyambut pengantin baru.
Dengan background matahari sore yang hampir tenggelam, di tambah pepohonan maple merah seperti api yang sedang berkobar membuat suasana bertambah romantis. Hinata mengeratkan pegangannya di pinggang Naruto saat Naruto sengaja mengencangkan laju sepedanya. Orang-orang yang melihat itu mengira mereka adalah sepasang pengantin baru yang sedang menikmati bulan madu mereka dengan bersepeda ria di sore hari di musim gugur. Sungguh indah..
"Kita sudah sampai Hinata-chan.."kata Naruto menghentikan kayuhannya. Hinata memang daritadi tidak memperhatikan jalan karena terlalu senang dan gembira bisa memegang Naruto. Hinata buru-buru melepaskan pegangannya.
"A-ano.. Gomenasai Naruto-kun.. A-aku tidak tahu sudah sampai.."kata Hinata menunduk. Naruto tersenyum.
"Lihat itu."Naruto menunjuk ke sebuah arah. Saat berangkat tadi, Naruto tak memberitahu kemana ia akan mengajak Hinata pergi. Dan, di sinilah mereka akhirnya.
Di sebuah padang bunga yang luas. Terdapat macam-macam bunga di situ. Ada mawar, dandelion, lavender, matahari dan masih banyak lagi. Hinata terpukau melihatnya. Apalagi banyak kupu-kupu berterbangan di sana. Segera saja Hinata berlari kecil bermain-main dengan kupu seperti anak kecil hendak menangkap kupu-kupu. Naruto tersenyum. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celananya. Hinata memetik satu bunga mawar biru dan menciumnya.
"Hmm.. Naruto-kun, lihatlah. Cantik sekali ya mawar ini? Indah sekali."puji Hinata mendekap mawar itu. Naruto baru menyadari bahwa gaya bicara Hinata tak lagi gagap.
"Kamu tahu? Bunga ini, akan lebih cantik apabila disematkan di rambut indigomu."Naruto mengambil mawar itu dari tangan Hinata dan menyematkan di antara pita yang dipakai Hinata. Hinata tercengang. Wajahnya memerah kembali.
"A-arigatou, Naruto-kun.."Hinata tersenyum manis. Membuat Naruto tercekat.
Tanpa sadar, seekor kupu-kupu hinggap di bunga mawar yang sedang berada di rambut Hinata. Naruto mengerutkan dahinya heran.
"Hinata-chan, ada kupu-kupu di kepalamu."
"Eh? Benarkah? Hihihi, lucu sekali."belum sempat Naruto mengambilnya, kupu-kupu itu terbang. Seekor kupu-kupu lagi datang menghampiri kupu-kupu itu. Dan, 2 kupu-kupu itu tampak menari-nari di depan wajah Naruto dan Hinata.
"Eh, kupu-kupu pelangi?"seru Naruto dan Hinata berbarengan. Mereka saling pandang dan akhirnya tertawa bersama. 2 kupu-kupu itu terbang menjauhi Naruto dan Hinata.
Mungkin karena tidak hati-hati, Naruto tersandung sebuah batu kecil dan jatuh menimpa tubuh Hinata. Hinata terkesiap. Di padang bunga ini hanya ada dirinya dan Naruto. Wajah Naruto dan Hinata sangatlah dekat. Hanya berjarak sekitar 1 cm. Nafas Naruto terdengar menderu.
"Na.. Naruto-kun?"gumam Hinata. Matanya menatap dalam-dalam mata biru langit itu.
"Hinata-chan.."
Hinata memejamkan matanya. Jantungnya terasa berdegup kencang seakan mau keluar dari tubuhnya. Naruto yang tanpa diberi perintah atau isyarat, mengerti apa yang diinginkan Hinata. Perlahan, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata. 2 detik kemudian, bibir Naruto dan bibir Hinata sudah saling menyatu. 2 kupu-kupu tadi menyaksikan di atas bunga lavender dan bunga matahari.
"Ehm... Hmm.."
"Hemm.. Uhmm.." Mereka saling bergumam. Melumat satu sama lain. Beradu lidah di dalam bibir mereka masing-masing. Saat matahari sudah terbenam pun mereka belum juga menghentikan apa yang mereka lakukan.
Di menit ke 3, baru mereka sadar apa yang telah mereka perbuat. Naruto dan Hinata saling memandang dengan tatapan kaget dan tak percaya. Mereka bangun lalu saling membelakangi. Mereka ingin sekali membenamkan wajah mereka ke dalam lumpur.
"Hi.. Hinata-chan.. Gomenasai.. Tadi, aku sedang tidak sadar. Maafkan aku ya? Apa kamu marah sama aku?"tanya Naruto sedikit gugup. Lidahnya terasa kelu dan kaku setelah kejadian tadi.
"Ti-tidak kok, Naruto-kun.. A-aku malah senang.. Sebab, k-kamu adalah first kiss aku..."jawab Hinata dengan wajah yang sudah semerah paprika. Naruto menyengir kuda. Membalikkan badannya dan menarik badan Hinata agar berhadapan dengannya.
"Arigatou, aku senang sekali! Bagaimana kalau sekarang kita makan? Hari sudah gelap. Dan, aku lapar sekali! Hehehehehe."celoteh Naruto riang. Hinata tertawa kecil melihat sikap Naruto seperti anak kecil.
"Kamu mau pesan apa?"tanya Naruto pada Hinata yang sedang membaca menu itu. Seorang pelayan berambut biru agak ungu diikat ke atas bermata hitam dengan lisptik merah, ada sebuah tag name di dada sebelah kirinya bertuliskan 'Guren' sedang menunggu pesanan Naruto dan Hinata.
"Ehm.. Aku pesan chicken teriyaki saja..."kata Hinata sambil menutup buku menu itu lalu menyodorkan buku menu itu ke Naruto.
"Dan minumnya, aku pesan Blue Coral Tea saja.."
"Kalau begitu, aku pesan... sashimi saja.. Minumnya Sweet Ice Moccacino."kata Naruto menyodorkan buku menu itu ke pelayan yang berada di sampingnya itu.
"Baiklah, saya ulangi lagi pesanan anda. 1 chicken teriyaki, 1 sashimi, 1 Blue Coral Tea, 1 Sweet Ice Moccacino. Makanan bisa ditunggu selama 15 menit, terima kasih."kata pelayan itu seraya tersenyum lalu pergi meninggalkan Naruto dan Hinata.
"Hinata-chan, hari ini aku senang sekali. Kau mau menemaniku jalan-jalan. Menyenangkan sekali jalan-jalan denganmu."ucap Naruto memain-mainkan sumpit yang ada didepannya.
"A-aku juga senang Naruto-kun.. Sebab, a-aku.."belum sempat menyelesaikan kata-katanya, tangan Hinata tak sengaja menyenggol kecap yang ada di depannya. Spontan saja, kecap itu akan jatuh.
"Eit!"Naruto menangkap kecap itu yang hendak jatuh ke gaun Hinata. Dan, lagi-lagi wajah mereka sangat dekat. Ralat, terlalu dekat. Seseorang yang jauh dari mereka melirik mereka dengan tatapan benci lalu segera pergi dari restoran itu.
"Ma-maaf Hinata-chan.. Hehehehehe.."kata Naruto salah tingkah. Hinata hanya tersipu malu. Makanan datang, mereka pun menikmati berdua.
"Naruto-niichan!! Sedang apa kau di sini?"seorang anak kecil berambut hitam menepuk punggung Naruto dengan keras. Naruto tersentak kaget.
"Inari?? Sedang apa kau di sini?!"tanya Naruto kaget. Inari hanya menyengir kuda.
"Aku sedang jalan-jalan dengan temanku. Eh, aku sengaja lihat niichan dengan neechan ini. Siapa neechan ini, niichan? Pacarnya ya? Cantiknya.."cerocos Inari membuat wajah Naruto dan Hinata memerah seperti udang rebus.
"Neechan namanya siapa? Pacarnya Naruto-niichan ya?"
"Hey, ini bukan urusan anak kecil! Hush! Hush! Sana pergi!"usir Naruto mendorong-dorong Inari. Inari hanya merengut kesal. Lalu, ia mendekatkan mulutnya ke telinga Naruto.
"Niichan, neechan ini sungguh manis. Sepertinya dia juga baik. Cocok sekali dengan niichan. Lebih cantik dari Sakura-neechan. Hihihi.. Aku tunggu di rumah ya!! Ja matte!"bisik Inari lalu pergi membuat Naruto mematung sejenak.
"Ke-kenapa Naruto-kun?
"Eh, tidak kok. Tidak apa-apa!! Hehehehehehe!!"kata Naruto salah tingkah.
"Itu adikmu ya?"
"Ya, dia adikku. Adikku yang kedua. Aku punya 2 adik. Karena aku adalah anak pertama."
***
GUBRAK!!! Sasuke membanting pintu keras sekali. Ia melempar jaket kulit hitamnya dengan kasar ke atas sofa. Menjatuhkan dirinya di samping Itachi yang sedang nonton tv. Wajahnya ditekuk, bibirnya maju ke depan.
"Ada apa kau datang-datang wajah kau ditekuk seperti itu? Tidak enak tahu di pandangnya."seru Itachi tanpa melihat ke arah Sasuke sedang asyik mengganti-ganti chanel.
"Aku lihat mereka lagi."jawab Sasuke singkat.
"Siapa? Naruto dan Hinata?"Sasuke mengangguk.
"Aku lihat mereka berdua di restoran Delicious. Mereka sedang makan malam berdua. Dan, itu membuatku muak!!" BUAK!! Sasuke melempar asbak di depannya ke arah pintu kamar mandi. Itachi hanya diam. Dia memaklumi sifat Sasuke yang arogan itu.
"Sudah malam. Tidur sana."perintah Itachi. Sasuke merengut lalu naik ke kamarnya. Itachi hanya menghela nafas begitu melihat asbak kesayangannya sudah hancur.
***
"Selamat malam Hinata-chan.. Cepat tidur ya. Jangan kemana-mana lagi."kata Naruto setelah sampai di depan rumah Hinata. Hinata mengangguk sambil tersenyum.
"Selamat malam Naruto-kun.. Ja ne.."Hinata melambaikan tangan ke Naruto. Naruto membalasnya kemudian mengayuh sepedanya sampai bayangan dirinya menghilang.
Hinata masuk ke dalam kamarnya. Mengganti pakaian dengan piyama coklat dan naik atas kasurnya. Mengambil sebuah foto Naruto dan memandanginya lama.
Hal itu juga dilakukan oleh Sasuke. Sasuke memandang langit-langit kamarnya. Mengambil sebuah foto dimana terdapat seorang gadis Hyuuga bermata lavender sedang tersenyum manis pada seorang temannya. Sasuke mengambil gambar Hinata ketika ia melihat Hinata dan Miru sedang berada di Cafe Apanzzi. Kebetulan Sasuke melihat Hinata dan memfotonya.
Memandang lekat-lekat foto itu membayangkan gadis itu menjadi miliknya. Tapi itu tentu mustahil. 1 penghalang baginya hanya seorang sahabatnya itu. Dia mau bersaing dengan siapa saja. Dia sanggup meruntuhkan semua penghalangnya. Tapi, tidak untuk sahabatnya. Sahabatnya yang jadi penghalang itu Sasuke tak mampu meruntuhkannya. Sampai kapan dia harus berharap dan berkhayal di alam mimpinya? Sasuke juga bukan orang sekuat yang orang-orang pikirkan.
Naruto melempar kemejanya. Menggantinya dengan sebuah kaos oblong putih dan celana pendek biru. Tangannya mencari-cari sesuatu di bawah bantal. Sebuah foto. Hyuuga Hinata. Sudah seminggu ini gadis itu membuat Naruto insomnia. Entah apa yang dimiliki gadis itu sehingga membuat Naruto terbuai di alam mimpinya. Di foto itu, Hinata sedang tersenyum lembut ketika sedang membaca buku di Taman Konoha.
3 orang, dalam waktu sama menatap foto orang yang mereka sayangi. Mereka merebahkan diri mereka di bantal yang empuk. Menerawang ke langit-langit kamar. Menutup mata mereka. Membuka mata mereka dan mengucapkan satu kalimat dalam waktu yang sama.
"Kami-sama, kapan aku bisa memilikinya?"
***
Jam 6.45. Miru datang ke sekolah pagi-pagi. Hanya beberapa anak yang sudah berada di kelas. Tentu saja, ini kan masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah. Dan lagi, anak-anak yang datang jam segitu rumahnya jauh. Yah, maklum saja mereka datangnya pagi sekali. Miru sengaja datang pagi karena hari ini dia ada jadwal piket. Kalau saja bukan karena Ibiki-sensei atau wali kelasnya itu, mana mau Miru datang pagi-pagi hanya untuk piket. Daripada disuruh nimba air 2 ember pake sendok, mending diturutin aja.
Ketika Miru sudah selesai piket, kelas mulai ramai. Beberapa anak telah datang dan duduk di bangkunya masing-masing. Karena bel sekolah berbunyi 15 menit lagi, Miru menyempatkan diri untuk membaca buku.
Greek.. Pintu kelas terbuka. Seorang gadis lavender tengah berdiri di depan pintu itu. Senyum yang juga tak hilang-hilang dari wajahnya. Tampak sangat manis. Membuat semua cowok di kelas itu nosebleed dan membayangkan gadis itu di imajinasi mereka masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan. Ada yang membayangkan sedang jalan berdua, makan berdua, nonton berdua, malah ada yang membayangkan (ehm..) mereka tidur berdua dan melakukan -sensor-
"Miru-chan!!!"Miru yang merasa ada yang memanggil namanya menengok ke pemanggilnya. 2 detik kemudian, Hinata sudah memeluk erat Miru membuat buku Miru jatuh.
"Agh!! Hinata-chan, kau mengagetkanku saja! Ada apa sih? Pagi-pagi udah teriak-teriak seperti itu! Tidak seperti kau biasanya!"omel Miru melepaskan rangkulan Hinata yang erat.
"Go-gomenasai Miru-chan, so-soalnya aku lagi senang sekali. A-aku ingin cerita padamu."sahut Hinata memainkan kedua telunjuknya.
"Oh kau lagi senang. Kenapa?"tanya Miru mengambil bukunya. Hinata tersenyum-senyum malu dan wajah sedikit memerah. Miru mengangkat 1 alisnya pertanda dia heran dengan tingkah laku sahabatnya itu.
"Ehm.. A-aku berhasil mendapatkan first kiss Naruto-kun.."
"HUAAAAPPPPPPAAAAAAHHH???!!!"teriak Miru histeris. Hinata buru-buru membekap mulut Miru yang mengundang perhatian sekelas.
"Ssst.. Miru-chan, jangan keras-keras!"
"Gomen.. Gomen.. Tapi, apakah itu benar? Serius? Kau tidak bohong?"kata Miru dengan nada tidak percaya. Hinata mengangguk.
"Aahhhh!!! Hinata-chan, kau hebat sekali! Sekarang aku yakin kalau Naruto benar-benar menyukai dirimu! Wah, Hinata-chan kau masih ada harapan!"ujar Miru memberi semangat.
"A-arigatou Miru-chan.." Saat bersamaan, bel sekolah berbunyi. Dan seorang guru cantik bernama Kurenai masuk ke kelas dengan membawa map tebal.
KRIIINGG!! Istirahat tiba. Seperti biasa, Hinata dan Miru berjalan ke arah kantin. Sambil tertawa-tawa riang, mereka melihat Sakura dan Fuuka dengan gaya mereka yang sedikit centil dan genit membagi-bagikan sebuah kartu undangan berwarna merah muda.
"Jangan lupa ya datang ke pesta ulang tahunku jam 5 sore nanti! Ow, ada Hinata. Hay Hinata!!"Sakura melihat Hinata dan menyapanya ramah. Lebih tepatnya, pura-pura ramah. Ini membuat alis Miru naik.
"H-hay Sakura-san.."
"Oh ya, nanti jam 5 sore akan ada pesta ulang tahunku yang ke 16 di rumah. Kau datang ya! Aku sangat mengharapkan kedatanganmu loh, Hinata. Aku tunggu ya!!"kata Sakura memberi undangan kepada Hinata lalu pergi bersama Fuuka. Hinata hanya melongo keheranan.
"Hinata-chan, aku sungguh tidak percaya ini. Sakura mengundangmu ke pesta ulang tahunnya? Pasti dia merencanakan sesuatu yang buruk."ketus Miru tak percaya. Hinata menepuk bahu Miru.
"Miru-chan, kau tidak boleh berprasangka buruk seperti itu. A-aku akan tetap datang ka-karena Sakura-san sudah mengundangku. Le-lebih baik kita sekarang segera ke kantin sebelum kehabisan takoyaki."Hinata menarik Miru ke arah kantin. Mereka tidak menyadari 4 pasang mata melirik mereka sinis.
"Benar-benar bodoh. Mau saja dia kuundang ke pesta ulang tahunku. Padahal dia tidak tahu aku mengundangnya karena ingin membuatnya malu di depan orang-orang."kata Sakura melipat tangannya angkuh.
"Kau memang pintar, Sakura. Idemu benar-benar cerdik. Aku sudah membayangkan wajahnya yang akan memerah itu. Pasti aku tertawa terus-menerus membayangkan wajahnya itu. Hahahahaha!"sahut Fuuka.
"Tentu saja aku pintar. Jangan panggil aku nona Haruno kalau aku tidak secerdik rubah.."
***
Hinata duduk di depan pos satpam. Menunggu Miru yang sedang menghampiri Kiba di lapangan sepak bola. Dari wajahnya ia terlihat sangat bosan. Sudah hampir 20 menit Miru belum juga kembali. Sedang apa mereka? Pacaran? Jangan sekarang, nanti saja kalau hari sudah gelap kalian bisa berduaan sepuasnya tidak membuat orang menunggu.
"Hoy, Hinata-chan!"Hinata tersentak kaget ketika seseorang menepuk bahunya pelan yang padahal menurut dia itu cukup keras untuk mengagetkannya.
"Na.. Naruto-kun?"
"Kau belum pulang? Sedang apa di sini?"
"Hmm.. A-aku sedang menunggu Miru-chan.. Ta-tadi dia bilang ingin menghampiri Kiba-kun di lapangan sepak bola. Tapi, sudah 20 menit Miru-chan belum juga kembali.."keluh Hinata melihat jam tangan coklat yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Oh.. Ehm, Hinata-chan.. Aku ingin ngomong sesuatu nih."ucap Naruto sedikit gugup. Hinata sedikit heran dengan gaya bicara Naruto yang sedikit gugup itu. Apa Naruto mau meniru gaya bicaranya?
"Ngomong apa?"
"Hmm.. Ehmm.. K-kamu mau ga.. Nanti sore.."
"Hinata-chan!!!!!"suara melengking dari kejauhan 20 meter menyedot perhatian Naruto dan Hinata yang sedang duduk berdua. Naruto langsung mengumpat-ngumpat Miru di dalam hati.
SHIT!! SHIT!! Kenapa nih bocah datang di saat ga di butuhkan?! Giliran gue ga mau ngomong penting ma Hinata-chan, dia ga muncul! Dasar sial!!
"Aduh, gomenasai!! Kiba-kun tadi lagi diceramahi sama Gai-sensei. Kau tahu sendiri kan kalau Gai-sensei ceramah??"kata Miru dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Ti-tidak apa-apa kok, Miru-chan.. Oh ya, Naruto-kun tadi mau ngomong apa?"tanya Hinata beralih ke Naruto.
"Eh.. ehm.. i-itu.."
"Hinata-chan, pulang yuk! Aku sudah ditunggu okasaan nih. Soalnya, aku janji pulang cepat mau bantu beres-beres rumah karena sebentar lagi kakek dan nenekku datang."pinta Miru setengah memaksa Hinata dan menarik Hinata menjauhi Naruto. Hinata tak bisa melawan karena begitu keras cengkraman Miru. Hinata hanya bisa menampakkan wajah seperti berkata gomenasai-nanti-dilanjutkan kepada Naruto.
"Ah, Miru menganggu saja!! Dasar! Padahal aku ingin mengajak Hinata-chan untuk pergi bersama ke pesta ulang tahun Sakura. Huh, pergi sendiri deh jadinya."keluh Naruto berjalan pulang dengan lunglai.
"Aduh, Miru-chan.. Pelan-pelan.. Tanganku sakit.. Kenapa kau begitu terburu-buru?"tanya Hinata merintih pelan ketika pergelangan tangannya ditekan Miru dengan keras.
"Hehehehe, gomen Hinata-chan. Aku buru-buru banget. Kau tahu sendiri kalau okasaanku sudah marah, bisa kayak raja iblis keluar dari kuali."ucap Miru membuat Hinata tertawa kecil.
"Pa-padahal tadi Naruto-kun se-sedang ingin mengatakan sesuatu.. Ta-tapi, kamu keburu narik aku.."sahut Hinata memainkan kedua jarinya. Miru menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum dengan wajah tidak bersalah.
"Hehehehe, maaf banget ya Hinata-chan. Jadi menganggu waktu berduamu dengan Naruto."
"Ti-tidak apa-apa kok, Miru-chan.."
"Eh, Hinata-chan. Kau yakin mau datang ke pesta ulang tahun Sakura? Aku jadi sedikit khawatir denganmu. Nanti, Sakura melakukan sesuatu yang buruk padamu."kata Miru. Hinata menghela nafas.
"Tidak baik berprasangka buruk dengan orang lain, Miru-chan. Sakura-san sudah mau mengundangku berarti dia sudah mau menganggapku sebagai temannya."seru Hinata dengan dewasanya. Miru melengos.
Inilah susahnya mempunyai sahabat yang baik atau bisa dibilang terlalu baik pada orang lain. Hinata memang tidak pernah berburuk sangka pada orang yang mempunyai niat untuk mencelakainya sepertinya halnya Sakura. Hinata menganggap bahwa Sakura mengundangnya berarti Sakura sudah mau menganggapnya sebagai teman.
"Ya sudahlah, kau memang terlalu baik pada orang lain sekalipun orang itu adalah musuhmu. Aku juga tidak memaksamu. Tapi, jangan lupa. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku. Karena aku tidak mau Sakura membuatmu malu."ujar Miru sedikit mengepalkan tangannya.
"Ke-kenapa kau tidak ikut saja ke pesta ulang tahun Sakura-san denganku, Miru-chan?"
"HEEH?? Ah, aku tidak mau!"pekik Miru.
"Ke-kenapa?"
"Kau lihat kan tadi? Dia saja tidak mengundangku. Walaupun dia mengundangku, aku tidak akan datang! Kau tahu sendiri aku tidak suka pada si setan jidat lebar itu!"ketus Miru melipat tangannya.
"Y-ya sudah kalau kau tidak mau. A-aku tidak memaksa. Hmm.. A-aku pulang dulu, Miru-chan. Ja ne!"Hinata melambaikan tangannya ke Miru yang bersiap masuk ke rumahnya itu.
Hinata meletakkan tasnya ke atas kasur. Ia duduk termenung. Menatap kertas mungil berwarna merah muda yang dipinggirannya ada gambar kelinci dan balon. Hinata menghela nafas. Sebenarnya, dia juga agak takut untuk menghadiri pesta ulang tahun Sakura. Ia takut apa yang dikatakan Miru benar. Bukankah Sakura membencinya? Hanya karena Sasuke saat itu mengantarnya ke sekolah. Lagipula, bukan keinginan Hinata juga kalau saat itu dia bareng berangkat sekolah dengan Sasuke.
"Ehm.. Apa aku tidak ikut saja? Tidak, tidak. Aku harus menghadiri undangan ini. Masa sudah diundang tidak datang?"gumam Hinata. Ia melirik jam tweety yang tertempel di dinding kamarnya.
"Hah? Sudah jam setengah 4?! Pesta dimulai 3 setengah jam lagi. Aku harus siap-siap."kata Hinata beranjak dari tempat tidurnya dan membuka lemarinya. Hinata mengambil sebuah gaun yang dia kira sangat cocok untuk ke pesta ulang tahun.
***
Naruto membenarkan letak dasi hitamnya yang sedikit miring itu. Penampilannya benar-benar membuat orang berdecak kagum. Blazer coklat dengan kemeja putih dipadukan dengan celana hitam dan sepatu milik ayahnya (yang author ga tahu sepatu apa namanya yang biasanya ayah author pakai buat ke kondangan). Rambutnya di biarkan acak-acakkan. Sungguh keren. Tetapi, pakaian itu sepertinya hanya cocok untuk ke undangan formal, bukan ke acara ulang tahun. Kalau bukan karena dress code yang Sakura minta di undangan itu menyuruh semua undangan memakai dress code (cowok memakai blazer,dasi dan sepatu hitam, cewek memakai sex drees, bando dan high heels) mana mau Naruto memakai ini. Menurutnya, lebih enak pakai celana dan kaus santai.
"Hihihi, Naruto-niichan pasti mau kencan sama neechan yang aku temui di restoran kemarin."gumam seorang anak kecil dari balik pintu kamar Naruto. Naruto menngerutkan dahinya.
"Darimana kau tahu, Inari? Seperti apa neechan itu?"tanya seorang anak kecil lagi yang lebih tinggi dari Inari dan ada sebuah giginya yang tanggal.
"Konohamaru-niichan, dia cantik sekali. Matanya indah, warna ungu gitu. Terus, senyumnya cantiiiiikkk banget. Aku suka sama neechan itu. Kelihatannya baik daripada Sakura-neechan yang seperti monster itu. Bweek.."kata Inari.
"Hah? Mata warna ungu? Seperti Hanabi bukan neechan itu?"tanya Konohamaru seakan menodong Inari.
"Iya! Iya! Kayak Hanabi-neechan! Tapi, agak beda. Neechan yang bersama Naruto-niichan itu rambutnya biru. Kalau Hanabi-neechan kan coklat."
"APA?!! ITU KAN KAKAKNYA HANABI?!! BERARTI, AKU DAN NARUTO-NIICHAN NANTI JADI IPAR DONG??"teriak Konohamaru kaget membuat kuping tuli.
"Hey, kalian berdua ini berisik sekali sih! Sedang apa di sini, hah? Kalau mau bisik-bisik yang pelan dong! Bodoh sekali kalian berdua!"omel Naruto yang sudah di depan mereka.
Huh.. Dasar Konohamaru bodoh. Biar aku dan kau memacari kakak dan adik, kau tetap adik kandungku! Sejak kapan saudara kandung bisa jadi ipar? Idiot..
"Ehehehehe.. Naruto-niichan.. Mau kemana kak? Mau kencan sama Hinata-neechan ya?"tanya Konohamaru memamerkan cengiran kudanya yang menurut Naruto bukan tambah lucu malah bikin eneg.
"Sok tahu kalian! Sudah, ini bukan urusan kalian. Niichan pergi dulu. Kalau ojii-san cari niichan, bilang saja niichan pergi ke ulang tahun teman. Sudah ya!"Naruto buru-buru keluar rumah karena dia hampir saja terlambat.
Sasuke turun dari mobil BMW hitamnya. Kedatangannya langsung disambut oleh jeritan dan teriakan dari para gadis disitu yang langsung mendadak pingsan melihat Sasuke begitu tampannya. Blazer hitam dengan kemeja biru dan dasi hitam, rambutnya yang disisir rapi, sepatu formal hitam yang mengkilat tak heran menyedot semua perhatian gadis di situ terutama Sakura.
"Sasuke-kun!!!"teriak Sakura memeluk erat Sasuke bergelayut di tangan Sasuke. Sasuke risih dan ingin melepaskan cengkraman Sakura.
"Sakura, lepaskan aku."pinta Sasuke. Bukan dilepaskan, Sakura malah memperat cengkramannya membuat Sasuke ingin berteriak, 'Woy sakit!!! Arrgg!! Lenganku!! Lenganku!!'
"Aku sungguh merasa senang sekali kau mau hadir dalam pesta ulang tahunku. Masuk yuk! Semua sudah menunggu loh."Sakura menarik Sasuke masuk ke dalam rumahnya yang besar itu. Sasuke menghela nafas.
Kalau seandainya saja, Sasuke saat itu tak melihat Sakura mengundang Hinata dan tak mengetahui bahwa Hinata diundang Sakura, mana mau dia datang ke pesta gadis yang tergila-gila pada dirinya? Membuat dirinya tersiksa saja. Karena ada Hinata, biar pun ada Sakura, Sasuke pasti datang. Yah, cinta memang rela melakukan apa saja walau mereka sebenarnya tak mau melakukannya.
Naruto menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Rasa gugup datang kembali menyerang dirinya. Ia merasa minder karena semua yang diundang Sakura adalah orang kaya. Apa Sakura mengundangnya ingin membuatnya tidak PD karena hanya dia yang statusnya sederhana? Naruto menggeleng membuang jauh-jauh pikiran buruk itu. Dengan langkah tegap, ia masuk ke rumah Haruno itu.
Tak disangka, beberapa gadis yang melihat Naruto sedikit terpukau dan terpesona dengan dandanan Naruto. Naruto malam itu benar-benar terlihat keren. Beda sekali dengan Naruto yang biasanya ada di sekolah yang selalu memegang bola basket.
"Itu Naruto?"
"Wah, keren ya! Aku tak percaya Naruto bisa sekeren itu."
"Iya, iya. Tampan sekali. Wangi lagi."
"Naruto jadi tidak kalah kerennya dengan Sasuke."Bisikkan-bisikkan itu terdengar di telinga Naruto. Naruto hanya tersipu malu.
Pesta hampir dimulai. Tetapi, yang ditunggu Sasuke belum juga datang. Apa dia tidak datang? Sasuke gelisah. Sakura menghampiri Sasuke yang terlihat gelisah itu.
"Sasuke-kun? Sedang apa di sini? Pesta sudah mau dimulai."kata Sakura menggaet lengan Sasuke.
"Aku menunggu seseorang."
"Mungkin dia tidak datang. Ayo, pesta sudah mau dimulai."kata Sakura menarik Sasuke ke dalam. Sasuke pasrah.
Sakura sudah berdiri di depan kue ulang tahunnya yang kira-kira setinggi 45 cm. Dipinggirnya, dihiasi cherry dan coklat putih beberapa buah. Di kue itu tertulis, 'HAPPY BIRTHDAY CHERRY BLOSSOM'. Saat Ino yang menjadi MC di ulang tahun Sakura itu akan berbicara, tiba-tiba seorang anak berteriak.
"Hey, siapa itu? Cantik sekali."Perhatian semua orang tersedot ke luar rumah.
Mereka melihat sesosok gadis Indigo yang sedang keluar dari limosin. Tubuh mungilnya dibalut dengan sex dress putih dari dada sampai lutut, wajahnya yang tak pernah dipoles make-up malam ini tampak cantik dengan lipstik ungu muda dan blush on peach. Kaki mungilnya dibalut high heels hitam. Rambutnya dihiasi dengan bando pita hitam. Naruto dan Sasuke langsung menganga tak menyadari bahwa 2 nyamuk sudah masuk ke mulut mereka karena terpana melihat Hinata yang begitu cantik malam ini.
"Go-gomenasai, Sakura-san. A-aku terlambat. Silahkan lanjutkan."kata Hinata setengah membungkuk. Para cowok di situ langsung nosebleed melihat kecantikan Hinata.
Sakura mendengus sebal. Gara-gara Hinata, semua perhatian undangannya tertuju pada Hinata. Tapi, dia berusaha menahan amarahnya. Dia tidak mau rencananya berantakan hanya karena moodnya jadi down.
"Ow.. Ow.. Hinata, kau tampak cantik sekali malam ini! Aku sampai terkejut dan terpana. Sampai-sampai aku hampir tidak mengenalmu."sapa Sasame yang muncul dari belakang Hinata. Hinata tersipu malu.
"Baiklah, karena semua undangan sudah hadir kita bisa lanjutkan pestanya. Sekarang, kita persilahkan Sakura untuk meniup lilinnya!"ujar Ino dengan semangatnya. Sakura menebar pesona dan dengan perlahan meniup lilin angka 16 itu.
"Horeeeee!!!"seru para undangan menepuk tangan mereka. Sakura tersenyum manis.
"Oh ya, karena Sakura ingin memberikan potongan kue pertama pada seseorang yang spesial pada tengah malam nanti, kalian dipersilahkan terlebih dahulu menikmati hidangan yang ada."kata Ino lalu meletakkan mic-nya kembali.
Naruto ingin menghampiri Hinata. Tapi, sepertinya sulit karena Hinata dikerubuti oleh teman-teman cowoknya. Bisa-bisa dia habis babak belur oleh teman-teman Hinata karena ingin mengajak Hinata berdansa. Naruto menghela nafas dan menuju ke tempat hidangan.
"Hinata, kau manis sekali sih. Aku jadi tambah suka padamu."kata Pain, seorang senior kelas 12-3.
"Te-terima kasih, senpai. A-aku mau mengambil makanan dulu."kata Hinata buru-buru ke tempat hidangan yang juga bermaksud melarikan diri dari gerombolan Pain. Hinata kan masih trauma terhadap laki-laki gombal dan genit.
"Fuuka, target menuju ke tempat hidangan. Jalankan rencana A."bisik Sakura yang disambut anggukan Fuuka. Fuuka mengambil sebotol minyak dari bawah meja. Celingak-celinguk, dan menumpahkan minyak itu ke lantai. Lalu, buru-buru dia pergi dari situ.
Fuuka dan Sakura ingin menyaksikan Hinata yang akan terpleset oleh minyak yang ditumpahkan Fuuka. Rencana mereka, ketika Hinata ingin mengambil makanan disaat itu Fuuka menumpahkan minyak dan membuat Hinata terpeleset.
Tapi, yang mereka harapkan tidak terjadi. Saat kaki Hinata menginjak minyak itu..
"Kyaaaaaaa!!!"
"Hupp.."Tiba-tiba Naruto yang sedang mengambil sandwich itu, refleks menangkap tubuh Hinata. Wajah Hinata memerah, begitu pula dengan Naruto. Ia bisa melihat wajah indah Hinata dari dekat. Sungguh manis.
"A-arigatou Naruto-kun.."kata Hinata menunduk malu. Naruto memalingkan wajahnya malu. Tentu saja kejadian itu juga disaksikan Sasuke yang tak jauh dari tempat mereka.
"Argh! Sial!"Sasuke segera menjauh dari tempat Naruto dan Hinata berada.
"Tidak apa-apa kok. Lain kali hati-hati."kata Naruto menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Kikuk.
"Uhm... Go-gomenasai.."
"Hinata-chan, ma-maukah kau berdansa denganku?"pinta Naruto merentangkan telapak tangannya ke Hinata. Hinata terkejut senang. Ia menyambut tangan Naruto dan perlahan mulai berdansa dengan mesranya.
"Sakura, mission failed.."bisik Fuuka memanas-manasi Sakura. Sakura memukul meja dengan kuatnya.
"Brengsek! Tapi, kita masih punya rencana yang kedua. Dan, pasti akan berhasil!"
Jam berdentang pukul 12 malam. Tengah malam sudah datang dan saatnya untuk memberikan potongan kue pertama dari Sakura untuk seseorang yang spesial. Semua undangan bernyanyi bersama untuk Sakura yang sedang memotong kue.
"Potong kuenya.. Potong kuenya.. Potong kuenya sekarang juga.. Sekarang juga.. Sekarang juga.."
"Oke, aku akan memberikan potongan kue pertama ini untuk seseorang yang spesial."kata Sakura. Menatap Sasuke yang berada di belakang Hinata yang menurut Sasuke seperti tatapan monster hendak menerkam seseorang.
Tidak sengaja atau tepatnya pura-pura tidak sengaja, Sakura melangkah ke arah Sasuke yang berada di belakang Hinata. Dengan senyuman liciknya yang juga Fuuka lakukan, Sakura menjatuhkan dirinya. Piring kecil berisi kue itu juga ikut terjatuh atau tepatnya terlempar. Tepat ke wajah dan dada Hinata. Mengotori wajah dan gaun Hinata. Tentu saja itu membuat semua orang tertawa. Kalian bisa bayangkan wajah Hinata yang penuh dengan krim kue? Sungguh memalukan bukan?
"Hahahahahahahahahaha!!!"
"Hinata..."
"Hinata-chan.."
Hinata malu. Sangat malu. Benar kata Miru, Sakura hanya ingin mempermalukannya saja di pesta ulang tahunnya. Sambil menahan air mata yang ada di pelupuk matanya, Hinata berlari keluar dari rumah Sakura. Sakura tersenyum kemenangan.
"Hinata-chan!!!"Naruto mengejar Hinata yang terisak-isak itu. Naruto bersumpah, ini pertama dan terakhir kalinya dia tidak akan membiarkan Sakura mempermalukan Hinata lagi.
"Hinata!"Sasuke hendak mengejar Hinata juga, tetapi tangannya keburu ditarik Sakura dan dicegah Sakura.
"Sasuke-kun mau kemana? Di sini saja. Hinata sudah ada Naruto. Lebih baik kau bersamaku di sini.."kata Sakura manja. Sasuke melengos. Ya.. Lebih baik Naruto. Meski dia yang mengejarnya, toh Hinata juga tidak akan merespon.
"Hinata-chan, tunggu.."Naruto berhasil menarik Hinata. Melihat wajah Hinata yang belepotan krim kue. Air matanya jatuh. Terisak-isak karena menahan malu. Naruto mengeluarkan sapu tangannya dan pelan-pelan membersihkan krim di wajah Hinata.
"Jangan menangis. Biar pun wajahmu belepotan seperti ini, kau akan tetapi manis. Aku tidak bohong."kata Naruto menggoda Hinata. Hinata sedikit tersenyum.
"A-arigatou, Naruto-kun.."
"Jangan menangis ya. Aku tidak bisa melihat wanita menangis. Apalagi wanita seperti dirimu."kata Naruto memeluk hangat Hinata. Hinata membalas pelukan Naruto dengan erat.
2 insan yang sedang berpelukan di bawah pohon maple merah. Sang bulan menjadi saksi dimana mereka saling mencintai meski orang itu mempunyai kekurangan. Naruto berjanji, sangat berjanji akan melindungi Hinata dari siapa pun. Dan, dia mengumpat Sakura yang telah mempermalukan Hinata.
Sakura.. Betapa jahatnya dirimu..