Rhys Whittaker memandang keluar jendela apartemennya yang terletak tepat di tengah jantung kota New York. Matahari sudah mulai terbenam dan dilihatnya orang-orang mulai meninggalkan tempat kerja mereka dan berkendara pulang, baik dengan kendaraan pribadi maupun alat transportasi umum. Hanya dalam waktu singkat, setiap ruas jalan yang ada sudah penuh dan mulai terisi dengan kemacetan yang bukan merupakan hal baru di waktu-waktu sibuk seperti ini.
Menyandarkan dirinya pada bingkai jendela, Rhys menikmati pemandangan di bawah sana, yang biasanya pasti sudah dikutukinya tapi tidak hari ini. Hari ini ia membiarkan dirinya menikmati kemacetan kota New York karena besok ia akan meninggalkan kota ini dan pulang ke London, dimana semua anggota kelurganya menetap.
Memikirkan keluarganya di London, Rhys sama sekali tidak merasa sedih karena harus meninggalkan kehidupan dan teman-temannya di sini. Apartemen yang sudah ditempatinya selama beberapa tahun terakhir ini pun dijualnya tanpa rasa sesal. Rhys dapat membayangkan betapa sibuknya orang tua dan saudara laki-lakinya di London mempersiapkan kepulangannya kali ini.
Sudah 2 tahun terkahir ini mereka meminta Rhys untuk pulang dan menggambil posisinya di perusahaan milik keluarganya. Ayahnya, Howard Whittaker, tidak akan bertambah muda dan memang sudah waktunya bagi Rhys untuk mulai mengemban tanggungjawabnya di Whittaker Holdings bersama-sama dengan kedua saudara laki-lakinya.
Rhys merupakan anak tengah dan memiliki saudara laki-laki yang lebih tua dua tahun darinya, Alastair, dan si bungsu Cameron yang berada satu tahun di bawahnya. Memiliki jiwa yang bebas dan tak pernah bisa diatur membuat Rhys meninggalkan London pada usia 18 tahun, semata-mata hanya karena Ia ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa sekalipun Ia dilahirkan dengan sebuah sendok perak di dalam mulutnya, Ia akan tetap bisa mencapai keberhasilan tanpa fasilitas yang disediakan oleh keluarganya.
Tersenyum, Rhys teringat akan setiap sen uang yang dikirimkan oleh orantuanya yang sampai saat ini hampir tidak tersentuh sedikitpun. Dia berhasil membuktikan pada dirinya sendiri bahwa Ia mampu untuk memiliki hidup yang lebih daripada layak dengan usahanya sendiri, meskipun mungkin masih belum sebanding dengan apa yang dimiliki oleh seorang Whittaker. Tapi tidak apa, karena Rhys sudah puas dan merasa bahwa sekarang saat yang tepat untuk pulang.
Selama 12 tahun terakhir, Rhys hanya bertemu dengan orangtuanya pada saat thanksgiving setiap tahunnya. Pada thanksgiving yang terakhir, Isabel Whittaker, ibunda tercintanya merongrongnya untuk segera kembali dan sejak saat itu muncul rasa rindu untuk pulang. Setelah menimbang selama beberapa waktu, akhirnya Rhys memutuskan untuk pulang.
Segera mungkin ia membereskan urusannya di sini, salah satunya adalah mengundurkan diri dari pekerjaannya di sebuah perusahaan ternama di New York, menjual apartementnya, mengepak sebagian besar barang dan mengirimkannya ke penthouse-nya di London lebih dulu. Itu semua memakan waktu beberapa minggu dan sekarang Rhys siap untuk kembali bersama dengan keluarganya lagi.
Sebenarnya, tidak mudah bagi Rhys untuk memutuskan menetap kembali di London. Semenjak meninggalkan kota kelahirannya, Rhys hampir tidak pernah menetap di satu tempat terlalu lama dan kenyataan bahwa ia tinggal di New York selama 3 tahun terakhir merupakan prestasi terbesar di hidupnya yang menurutnya pantas untuk dicatat dalam buku rekor dunia.
Rhys adalah sosok yang hidup dalam aturannya sendiri. Ia adalah pria berjiwa bebas dan keras. Sayang hanya sedikit orang yang mengetahui hal tersebut. Kebanyakan orang melihatnya sebagai pria kaku yang sulit untuk ditaklukkan -- kebanyakan adalah para wanita yang pada akhirnya selalu mundur secara teratur dan meninggalkannya. Alasan mereka adalah karena Rhys selalu berlari, tidak pernah menoleh ke balik pundaknya, membuat mereka yakin bahwa Rhys sama sekali tidak pernah memikirkan mereka.
Kekasihnya yang terakhir bahkan berkata bahwa Rhys mungkin tidak akan pernah bisa memiliki seseorang dalam hidupnya dan berakhir dalam kesendirian jika ia tidak mencoba untuk berhenti atau memperlambat lajunya. Tetapi, tak peduli sesering apapun ia mencoba, Rhys tidak pernah berhasil dalam menghentikan lajunya. Jangankan berhenti, melambat pun sepertinya tidak pernah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenderly Touched [WBS #1 | SUDAH TERBIT]
Romance[COMPLETED] Part 1-7 : Public Part 8-End : Private TENDERLY TOUCHED Book #1 in The Whittaker Brother Trilogy The Whittaker Brother Trilogy: 1. Tenderly Touched 2. Gently Embraced 3. Eternally Loved =================...