Selly duduk di ranjangnya, di kegelapan malam sambil memegang ponselnya. Berkali-kali dia berusaha menghubungi Rolan, tetapi nomor hp kekasihnya itu tetap tidak aktif.....
Apakah Rolan masih di rumah sakit? Bersama Sabrina? kenapa Rolan tidak menghubunginya? Perasaan Selly terasa sedih, bergayut dengan rasa kecewa yang mendalam, diliriknya jam dinding di kamarnya, sebentar lagi lewat dari jam dua belas malam.
Ulang tahunnya akan berakhir, dan Rolan bahkan belum memberikan satupun ucapan selamat ulang tahun kepadanya....
Setetes air mata bergulir dari sudut mata Selly ketika dia membaringkan tubuhnya ke tempat tidur, meringkuk miring dalam posisi janin yang baru lahir dan memejuamkan matanya.
***
Ketukan di pintu flatnya membuat Selly membuka matanya. Ketukan itu terdengar bersemangat dan semakin lama semakin kencang, hingga sampai ke kamarnya.
Selly terduduk, berusaha mengumpulkan kesadarannya setelah terbangun dari tidurnya, dan kemudian mengernyitkan kening, kembali melirik ke arah jam dinding.
Masih pukul empat dini hari, siapa gerangan yang bertamu sepagi ini?
Dengan hati-hati Selly meraih sweater yang tersampir di kursi di sebelah ranjangnya dan memakainya untuk melapisi gaun tidurnya, Dia kemudian melangkah ke luar kamarnya, sambil menyalakan lampu-lampu ruangan karena keadaan masih gelap.
Ketika sampai di depan pintu, Selly tertegun ketika mendengarkan suara itu.
"Selly, sayang, bukakan pintu, ini aku Rolan..."
Tanpa pikir panjang, Selly langsung membuka pintunya, jemarinya sedikit gemetar ketika melakukannya.
Rolan datang!
Pintupun terbuka, dan diambang pintu berdiri Rolan dengan wajah sedih dan menyesal. Lelaki itu tampak kusut, seperti tidak tidur semalaman.
"Maafkan aku sayang..." Suara Rolan begitu serak, lelaki itu melangkah maju, tampak ragu, tetapi kemudian karena tidak ada penolakan dari Selly, dia langsung bergerak dan merengkuh Selly ke dalam pelukannya, erat-erat sampai napas Selly terasa sesak.
***
Gabriel duduk termenung di kegelapan, di ruang kerjanya yang luas dan dingin. Matanya hanya tertuju kepada satu titik.
Sebuah foto.... foto mamanya, senyumnya lebar dan ceria... ketika itu penyakitnya belum sampai merenggut senyum itu dari wajahnya.
Dahi Gabriel mengerut.. kalau saja waktu itu Matthias memutuskan untuk menolong ibunya, apakah Gabriel akan menjadi orang yang berbeda?
Seluruh dirinya dipenuhi oleh dendam, kebencian yang mendalam kepada kekuatan terang dan keinginan kuat untuk menghancurkannya. Mungkin kekuatan kegelapan telah mempengaruhinya, dan membuatnya begitu kejam, tetapi Gabriel masih teringat rasa putus asanya ketika berlutut di depan Matthias dan memohon kepadanya demi nyawa mamanya, hanya untuk diabaikan.
Kekuatan terang bukanlah kekuatan kebaikan, tidak jika Matthias bahkan tega menolak permohonan seorang anak kecil - yang sangat mencintai mamanya - dan putus asa.
Gabriel mengernyit. Tiba-tiba merasa tekanan di dalam dirinya, tekanan yang tidak pernah dirasakannya. sebuah pertanyaan terus berkutat di benaknya,
Kenapa Rollan harus memiliki Selly sebagai cinta sejatinya?
***
"Sayangku, maafkan aku... maafkan aku...." Rolan mengucap kalimat itu berulang-ulang seolah-olah satu kalimat saja tak cukup untuk menebus kesalahannya, "Maafkan aku Selly, aku telah membuatmu kecewa." Lelaki itu memeluk Selly semakin erat, mengecup rambut dan pelipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another 5%
RomanceBagaimana jika kau bisa mengaktifkan kekuatan otakmu hingga 95% ? Bagaimana jika kau mempunyai kekuatan hampir setara kekuatan Tuhan? Bagaimana jika kehancuran dunia ini ada dalam genggamanmu? dan bagaimana jika pilihannya adalah memiliki kekuatan...