Kecemasan Selly sampai pada puncaknya ketika ponselnya akhirnya berbunyi.
Rolan.
"Selly sayangku? Maafkan aku! Kau ada di mana? Kumohon katakan kau sudah ada di rumah."
Tidakkah Rolan ingat bahwa dia menyuruh Selly menunggu? Bahwa dia berjanji akan menjemput Selly sepulang kantor dan itu sudah dua jam yang lalu?
"Rolan aku..." Selly hendak berkata-kata ketika Rollan menyela,
"Maafkan aku tadi aku tidak bisa datang, aku menengok Sabrina sebelum berencana menjemputmu... Tetapi kemudian Sabrina mengalami serangan, dia muntah darah Selly, kondisinya kritis, sejak tadi aku berusaha menghubungimu tapi ponselku kehilangan sinyal, mungkin karena hujan deras... Maafkan aku Selly aku tidak bisa meninggalkan Sabrina, tidak di kondisinya sekarang... Kau tahu aku pernah mengalami serangan seperti ini, aku tahu rasanya Selly..... Sabrina.... dia butuh seseorang..." Rolan menelan ludahnya, "Maafkan aku Selly, kau sudah di rumah bukan? Jangan katakan kau sedang menungguku."
Kepala Selly terasa sakit ketika mendengarkan penjelasan Rolan, semburan rasa kecewa langsung menyakiti hatinya, membuat dadanya terasa sesak. Tetapi dia berusaha membuat suaranya terdengar ceria. Dia kemudian berbohong, "Aku sudah di rumah, Rolan."
"Syukurlah." Suara Rolan terdengar lega, "Hujan di luar sangat deras dan angin begitu kencang. Aku mencemaskanmu setengah mati, syukurlah kau sudah di rumah. Selly."
Selly memandang ke pintu kaca di luar lobby kantornya, hujan turun dengan deras di luar sehingga menutupi malam,angin dan petir bertiup kencang, membuat pohon-pohon bergetar. Jemari Selly yang memegang ponsel bergetar menahan perasaan.
"Kau tenang saja Rolan. Semoga Sabrina baik-baik saja ya. Aku sedang menyeduh teh hangat di sini."
"Maafkan aku Selly maafkan aku.. Sungguh ini bukan rencanaku, aku.."
"Rolan, tidak apa-apa, sungguh, aku mengerti."
Setelah itu Selly hanya bergumam menanggapi perkataan Rolan sebelum lelaki itu mengatakan mencintainya dan menutup pembicaraan.
Selly masih duduk di sana beberapa menit setelah percakapan itu berlalu. Air mata berlinang mengaliri pipinya, dan kepalanya terasa berdentam-dentam.
***
Gabriel sampai di kantor hanya sepersekian detik setelah dia berpakaian. Dia muncul diruangan kantornya, dan bergegas turun melalui lift, bersikap sebiasa mungkin karena dia tahu ada satpam berjaga di depan, dan mungkin juga Selly di sana yang pasti kaget meihatnya muncul tiba-tiba dari dalam, padahal Gabriel sudah pulang sejak tadi.
Begitu Gabriel keluar dari lift, satpam yang berada di pintu langsung berdiri karena kaget. Dia mengira semua orang sudah pulang.
Sementara Gabriel hanya menganggukkan kepalanya singkat kepada satpam itu, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
Dimana Selly? Gabriel mengerutkan keningnya, merasa marah karena kekuatannya tidak mempan terhadap Selly, hal itu menyebabkannya tidak bisa melacak keberadaan Selly.
"Saya pikir anda sudah pulang, sir." Satpam itu menganggukkan kepalanya dengan hormat.
Gabriel menatap satpam itu dengan tatapan mata tajam.
Apakah Rolan sudah menjemput Selly pada akhirnya? Tidak. Pengelihatannya jelas-jelas menunjukkan bahwa Rolan masih ada di rumah sakit. Dan tidak ada Selly di sana.
Jadi dimanakah Selly? Apakah dia pulang?
Gabriel sedikit banyak tahu sifat Selly, perempuan itu begitu percaya pada kekasihnya dan pasti akan menunggu selama dia bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another 5%
RomanceBagaimana jika kau bisa mengaktifkan kekuatan otakmu hingga 95% ? Bagaimana jika kau mempunyai kekuatan hampir setara kekuatan Tuhan? Bagaimana jika kehancuran dunia ini ada dalam genggamanmu? dan bagaimana jika pilihannya adalah memiliki kekuatan...