7. Sekarang dan Masa Lalu

686 30 2
                                    

Sudah 2 minggu berlalu. Dan Adit semakin sering menemui Aira. Mulai dari rumah sampai ke butik. Semakin banyak pegawainya yang mengira mereka adalah sepasang kekasih, termasuk Melly. Pernah suatu saat Aira sampai menjelaskan hubungannya dengan Adit kepada Melly, agar asistennya itu tak salah paham.

Orang - orang rumahnya juga tak kalah heboh. Apalagi Adit pernah datang ke rumahnya ketika ada arisan keluarga besar di rumahnya. Langsung saja hal itu jadi sorotan dan bahan gosip di keluarganya. Aira hanya bisa tersenyum kikuk ketika sepupunya bertanya tentang kedekatannya dengan Adit. Percuma, pikirnya. Sepupunya yang satu ini tak akan berhenti bertanya jika Aira menjawab.

Belum lagi adiknya, Celine yang tak pernah berhenti menggodanya. Sebenarnya Aira lelah harus terus menghadapi Adit. Belum lagi, Aira takut Adit menganggap Aira php, pemberi harapan palsu. Jika bukan karena mamanya, sekali - sekali dia ingin mengabaikan kehadiran Adit.

"Kaaak, pangeran ganteng udah datang. Lagi di ruang tv, ngobrol sama mama dan papa." Tiba - tiba Celine berdiri di hadapannya.

"Celine, kamu kebiasaan deh. Sebelum masuk tuh ketuk pintu dulu."

"Iya, maaf. Ini darurat kak."

"Darurat apanya?"

"Kak Aditnya ganteng banget hari ini pakai kemeja garis - garis."

Aira hanya bisa menghela napas mendengar jawaban adiknya yang kadang tak masuk akal.

Aira berjalan menuju ruang tamu untuk menemui Adit. Daster tidur kaosnya yang berwarna pink sedikit berayun. Celine mengikutinya di belakang.

"Hai." Aira menyapa Adit.

Adit tersenyum manis. Benar kata Celine. Hari ini Adit terlihat lebih tampan dari biasanya. Kalau dilihat bebet bibit dan bobotnya, sebenarnya Adit itu paket komplit. Fisik oke, keluarga jelas dan pekerjaan mapan. Tapi sayang, hati Aira tak pernah untuknya.

"Adit tadi bilang sama papa, katanya dia mau ajak kamu jalan keluar. Papa sih sudah kasih izin, sekarang terserah kamu."

Aira mengangguk mendengar ucapan papanya.

"Aku ganti baju dulu, ya."

"Cie yang mau malam Mingguan." Siapa lagi kalau bukan Celine?

*****

"Ra, jalan yuk" ajak Adit kepada Aira setelah mengobrol kesana - kemari.

"Kita keliling Sidney. Masa aku 5 hari disini, belum main kemanapun," tambahnya lagi.

Aira duduk bersisian dengan Adit di dalam kereta yang akan membawa mereka ke jantung kota. Tempat tujuan mereka adalah Opera House. Adit yang mengusulkan untuk datang kesana, karena ini pertama kalinya dia datang ke Sydney dan ingin melihat langsung Opera House yang terkenal di seluruh dunia.

Setelah menempuh waktu sekitar 30 menit, mereka tiba di Circular Quay. Dari sana mereka memilih untuk berjalan kaki ke kawasan Opera House sambil menikmati pemandangan Parramatta River yang bermuara ke Sydney Harbour.

Pelataran gedung dipadati oleh wisatawan, baik lokal maupun asing. Kebanyakan dari mereka sedang mengabadikan foto dengan latar belakang gedung opera. Terinspirasi dari pengunjung lain, Adit mengajak Aira untuk berselfie dengan latar gedung berbentuk cangkang tersebut. Adit tersenyum lebar, senang bisa mengunjungi salah satu tempat impiannya bersama dengan seorang gadis pujaan.

Mereka menghabiskan waktu seharian berkeliling di Opera House. Mulai dari makan di restoran, melihat - lihat ruangan yang ada dalam gedung, seperti Opera Theatre, Drama Theatre dan lainnya. Mereka juga tak melewatkan pertunjukan dansa yang sedang berlangsung pada hari itu.

Hari sudah sore. Langit sudah mulai gelap, semburat merah terlihat. Adit dan Aira kini berdiri di pinggir sungai, bersandar pada tembok pembatas setinggi pinggang orang dewasa. Menikmati udara sore hari dengan angin yang bertiup cukup kencang.

Tiba - tiba Adit menggengam kedua tangan Aira erat. Matanya menatap ke dalam kedua mata Aira.

"Aira, terima kasih banyak untuk semuanya. Untuk hari ini dan beribu hari sebelum hari ini. Untuk membuat aku merasakan indahnya dunia. Untuk membuat aku merasakan artinya cinta. Aku sayang kamu, Ra. Hari ini, kemarin dan jauh hari sebelum kemarin. Dan akan tetap seperti itu sampai aku gak bisa lagi menyayangi kamu. Aira, will you be my girlfriend?"

Aira terdiam, lidahnya kelu. Ingin rasanya dia menangis. Bagaimana bisa dirinya menjadi begitu jahat. Hatinya tak pernah untuk Adit. Kesempurnaan fisik yang dimiliki Adit, entah mengapa tak bisa melumpuhkan hatinya.

Waktu berjalan begitu lambat. Ketika Adit menatap mata Aira yang basah, dia sudah tahu jawaban apa yang akan Aira berikan.

"Hei, kamu gak usah nangis. Gak apa - apa kalau kamu gak bisa jawab, aku ngerti kok. Tapi please, kasih aku izin supaya tetap bisa disamping kamu dan jangan jauhi aku karena ini."

Adit membawa Aira ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat. Menumpahkan segala rasa di hatinya untuk Aira lewat sebuah pelukan.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Wedding OrganizerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang