tien

1K 134 7
                                    

"Jadi kemarin kau pulang jam berapa?" tanya Nick sambil duduk di bench belakang Rumah. Ia menatapku intens, sementara aku hanya diam sambil menatap tanah.

"Jawab!" serunya, membuatku menoleh. Uh, jika bukan karena 'pemecatan nama Garritsen', aku pasti sudah keluar dari Rumah ini tanpa peduli apa yang akan mereka lakukan.

"Jam 1 pagi, Mr," kataku. "Jam 1 pagi? Dan kau bilang kepada istriku kau pulang jam 9 malam? Bah! Kelakuan macam apa ini?"

"Ingat saja, Martijn. Jika ini bukan keinginan kakekmu pasti aku sudah mengusirmu jauh-jauh dari sini. Tidak akan kubiarkan kau menyentuh putriku." kata Nick. "Kau mengajarinya minum-minuman keras, huh? Sampai ia teler begitu.

"Dan kau mengajaknya tidur bersama." Sumpah, dasar orang tua. Siapa yang tidur bersama, sih?

"Saya tidak tidur dengan Aster. Saya hanya ingin mengantarnya ke Kamarnya namun ternyata terkunci, Mr." kataku, "saya tidak macam-macam dengan Aster."

"Oh tidak macam-macam? Terserahlah. Yang jelas aku sudah bilang kakekmu. Dan..kau tidak suka disini, 'kan? Tidak perlu susah-susah keluar, tunggu saja sebentar lagi."

Aku menegang. Seketika bayangan Tomorrowland berkelebat di benakku. Shit, haruskah aku mengikhlaskan Tomorrowland karena keluarga tidak penting ini?

*

"Martin seharusnya menemanimu belanja tadi." kata Lily sambil memakan cookiesnya. Aku melihat layar laptopku, juga memandang Lily yang sedang makan dengan rakusnya. "Tidak perlu."

"Kenapa? Kau sepertinya sangat tidak menyukai Martin." Aku mengangguk, namun dalam hatiku, rasanya aku ingin menggeleng. Loh?

Jadi setelah kupikir-pikir, aku sudah menemukan sisi baik Martin setelah menolongku kemarin. Kupikir ia adalah cowok brengsek tak bertanggung jawab yang tidak punya aturan, tetapi ia masih mau membopongku saat aku mabuk kemarin.

Dan...tidak ada salahnya untuk menyukainya, 'kan?

Eh sumpah, aku ini memikirkan apa, sih?

"Sudah lah, aku bosan melihat wajahmu. Bye."

"Eh tapi tung―" aku menutup aplikasi Skype itu, lalu mematikan laptopku.

Aku berniat untuk berjalan-jalan di taman sambil membeli es krim Sundaé coklat yang sangat menggiurkan, hm.

Keluar kamar, aku mendengar suara Martin sedang berdebat dengan seseorang di telepon. Jadi aku memutuskan untuk menguping.

"Apa?! Kakek pikir gampang membangun karir dari nol lagi? Ayolah, pikirkan saja dulu, kek. Aku tidak bisa! Ia terlalu kalem...aku, tidak menyukainya."

Sepertinya mereka membicarakanku.

"Dia baik namun...aku lebih suka Lynn. Lynn Spoor. Ya! Dia. Cantik kan? Apa?! Jelek? Yang benar saja, kek! Jadi bagaimana? Tetap seperti itu? Terserahlah, percuma bicara denganmu."

Ia menyukai Lynn Spoor. Jadi kau tidak punya hak untuk bisa bersama Martin. Tidak ada harapan. Tidak perlu berandai-andai, Aster.[]


Makin kesini makin ga nyambung ga sih?
Ga peduliin vomments sebenernya, tapi boleh gitu buat bahagiain hati wkw

how martin met sarah   +garrix (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang