Twenty Four

282 33 6
                                    

"Ashley kau tak apa?" Ujar Luke saat mendengar Ashley yang berada disebelahnya meringis kesakitan.

"A-aku tak apa- ouch" jawab Ashley disertai ringis kesakitan di akhir kalimat. Wajahnya berwarna biru dan ungu layaknya galaksi.

"Beep.. beep.. beep.." Luke dan Ashley mengerutkan keningnya secara bersamaan ketika mendengar suara yang asing di telinga mereka.

"Beep- Beep- Beep- Beep-" suara itu semakin cepat, maka Luke dan Ashley langsung menoleh ke kursi belakang, mata mereka membulat saat mendapati sebuah benda persegi dengan layar yang menampilkan angka menghitung mundur.

10- 9- 8- 7-

"Ashley keluar!" Teriak Luke, sedetik kemudian, mereka berdua sudah terdampar di jalan, mereka segera bangkit dan berlari sejauh mungkin dari mobil.

Mata mereka berdua terasa terbakar saat menyaksikan meledaknya mobil yang mereka tumpangi tadi.

"Luke- menunduk!" Ashley menarik rambut Luke dengan kasar saat sebuah besi hampir mengenai kepala Luke, "astaga! Aku minta maaf!" seru Ashley saat Luke meringis kesakitan. Luke mengangguk pelan.

"It's not a big deal, lagi pula, terima kasih" ujar Luke. Luke pun segera menggandeng tangan Ashley dan membawanya pergi dari tempat mobil mereka yang sedang terbakar.

"Dasar penghianat" ujar Luke saat memikirkan apa yang baru saja terjadi.

"Pardon?"

"Oh maaf, maksudku Michael dan Calum." ujar Luke pelan. Ashley mengangguk setuju. Luke yang menyadari langkah Ashley yang begitu lemah langsung berjalan mendahuluinya dan berjongkok memunggungi Ashley.

"Naiklah kepunggungku, aku tau kau sangat lelah" ujar Luke yang memunggungi Ashley.

"Tidak, Luke. Aku baik" ujar Ashley, Luke mendecak sebal.

"Ayo" ujar Luke, terdengar Ashley menghela nafasnya lalu naik ke punggung Luke. Luke tersenyum dan menggendong Ashley. Luke berjalan sembarang arah, karena ia tidak tahu apa-apa.

"Aku tidak tahu dimana kita" gumam Luke, saat menginjakkan kakinya melewati sebuah gerbang. Tempat ini begitu asing dan sepi, sepertinya ini adalah kota yang telah ditinggalkan.

Luke dengan asal masuk kedalam sebuah rumah yang ternyata tidak di kunci, ia mendudukkan Ashley di sebuah sofa yang berada di rumah itu.

"Aku akan cari air" ujar Luke, Ashley mengangguk.

Luke's POV

Aku berjalan mengitari rumah ini, namun tidak juga menemukan air atau makanan. Aku jadi merasa kurang yakin kalau rumah ini tidak berpenghuni. Karena rumah ini  masih hangat, namun anehnya rumah ini berlendir dan aku tidak tau lendir apa itu. Saat sedang mengobrak-abrik laci di dapur, aku mendengar Ashley berteriak, membuatku langsung berlari ke tempat Ashley.

"LUKE!" Teriak Ashley saat melihatku, Ashley berlari kebelakangku.

"Ada apa?" tanyaku seraya menoleh kearah Ashley yang bersembunyi di belakangku, Ashley menunjuk kedepan, membuatku mengikuti arah yang di tunjuknya.

"Aaaaaaaaaa!" Teriakku kaget, seorang pria dengan kulit berlendir dan begitu busuk, dengan mata yang tertutup sebelah terlihat baru berjalan menuruni tangga dengan sebuah kapak di tangannya. Dengan buru-buru aku menarik Ashley kesebuah pintu yang berada di dapur.

Untungnya, di ruangan ini kosong, dan tidak ada apa-apa. Maksudku benar-benar tidak ada apa-apa, kecuali sebuah pintu dan sebuah jendela.

Aku mengambil pandang keluar, aman.

Aku membantu Ashley yang tampak ketakutan berdiri. Nafasnya begitu memburu, ia benar-benar kaget dan terkejut, juga jijik. Aku meletakan kedua tanganku di bahu Ashley yang bergerak atas-bawah dengan tempo yang cepat.

"Ashley, dengarkan aku. Jangan panik, karena itu akan memperlamban pergerakanmu, oke?" Ashley mengangguk, aku memeluknya, agar ia merasa lebih baik. Ia memelukku balik.

Aku melepaskan pelukanku, "Semua yang harus kita lakukan hanyalah keluar dari jendela ini dan pergi dari kota terkutuk ini."

Ashley mengangguk lagi. Aku pun berjalan kearah jendela dan membukanya, aku keluar terlebih dahulu untuk memastikan situasi aman. Aku pun membantu Ashley untuk keluar, tetapi aku terkejut karena pria berlendir itu membuka pintu dengan kasar. Aku segera menarik Ashley dan menutup jendela. Aku menarik tangan Ashley dan berlari secepat mungkin.

Saat aku dan Ashley sedang berlari dengan ngos-ngosan, terdengar suara yang sangat bising dari rumah yang kami masuki tadi. Sedetik kemudian, para makhluk berlendir keluar dari setiap rumah yang ada di kota terkutuk ini, membuatku membuka langkah kaki lebih lebar. Untungnya Ashley termasuk golongan tinggi, jadi ia dengan mudah menyamakan langkah ku yang lebar ini.

"Sialan!" Seru Ashley, membuatku menoleh kebelakang. Mataku membulat ketika melihat salah satu makhluk berlendir itu sangat dekat dengan Ashley. Membuatku menarik Ashley dengan kuat dan menggendongnya ala bridal style. Aku berlari lebih cepat, aku mengambil pandang kebelakang, dan syukurlah makhluk itu tidak mengejar kami saat aku melangkahkan kaki keluar dari gerbang kota terkutuk ini.

Aku menurunkan Ashley dan kami berdua pun tetap berlari, sampai kami tiba di jalanan beraspal.

"APA ITU TADI?!" teriak Ashley dengan nada yang memburu, aku berusaha mengatur nafasku yang cepat.

"Ahhlieen kuh rasaa" ujarku dengan nafas yang masih memburu.

"Alien?" ujar Ashley, aku mengangguk. "Mereka sangat menjijikkan" sambung Ashley, aku mengangkat sebelah jempolku menandakan aku setuju dengan ucapannya. Aku mendaratkan bokongku di pinggir jalan. Aku benar-benar lelah.

"Untung kau berlari sangat cepat. Aku membayangkan bagiamana jika mereka mendapatkan kita, lalu mereka menyebarkan lendir dan virus mereka kepada kita, dan memakan kita secara perlahan-"

"Itu menjijikkan Ashley" ujarku menyela ucapannya, Ashley tertawa dan duduk disebelahku.

"Aku benar-benar takut tadi" Aku tertawa mendengar ucapan Ashley. 

Tiba-tiba tawa kami berhenti saat mendengar klakson mobil.


The FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang