The Quote
Takdir adalah bagian yang telah Tuhan ciptakan bahkan jauh sebelum bumi terbentuk. Takdir manusia adalah kehendak Tuhan. Tapi Tuhan tak akan mengubah takdir seseorang yang tak mau untuk berubah.
Pengakuan berani Dimas kepada Feby telah mengubah segalanya. Mengubah pola pandang Feby yang selama ini menganggap bahwa dia hanya akan menjadi penguntit.
Feby menyiapkan teh hangat dan membuatkan ommelete untuk Dimas. Ya walaupun keahlian memasaknya masih dibawah standar, tapi untuk sekedar membuat itu dia bisa.
Kak Ten dan Dimas duduk di ruang TV entah sambil mengobrol apa. Yang jelas mereka terlihat asyik dan Dimas pun tak henti-hentinya tertawa. Membuat Feby penasaran.
"Camilan siap."Feby menghampiri mereka.
"Buat kakak ada kan Feb?," celetuk kak Ten.
"Nih." Feby memberikan kepada kak Ten secara malas, masih sebal karna dia membangunkannya tanpa perasaan.
"Wey kakak gak dibuatin teh nih."
"Buat aja sendiri." Sahut Feby sambil menjulurkan lidah mengejek kak Ten.
Dan tidak disangka Kak Ten melemparnya dengan bantal sofa. Tapi dengan cepat Dimas menangkap bantal itu, jadi tidak sampai mengenai Feby.
"Jangan dong kak,nanti gadis gue terluka gimana." Dimas sambil meletakkan bantal ketempat semula dan menyimpulkan sebuah senyuman.
Feby blushing. Untuk menutupinya dia menunduk sambil berkomat kamit tak karuan dalam hati.
Ah sial Dimas bikin aku blushing mulu! Sejak kapan dia romantis gitu? Mana Dimas yang terkenal degan keangkuhannya dan wajah mahal senyum itu? Ah jangan-jangan ini bukan Dimas? Terus siapa dong pangeran ganteng disampingku ini? Hantu? Gila kamu Feb!
Kak Ten pun berdehem mendengarnya. Ia beranjak pergi tanpa perlu diberi aba-aba. Ia tak mau mengganggu pasangan yang sedang dilanda asmara.
Tinggal mereka berdua diruang santai itu. Tidak terjadi interaksi apapun selama beberapa menit. Yang Dimas lakukan hanyalah menyeruput teh sesekali,dan Feby yang hanya memutar-mutar handphone. Pasalnya ini kali mereka berduaan, setelah insiden pengakuannya beberapa hari yang lalu.
"Feb." celetuk Dimas membuyarkan keheningan.
"Eh iya Dim."
"Dingin nih."
"Eh iya aku ambilin selimut ya." Feby cukup peka dengan hanya satu kali melihat Dimas. Membayangkan kehujanan selama dua jam membuatnya miris. Kesalahpahaman mengacaukan segalanya.
Tapi Dimas malah memegang tangan Feby. Membuat langkah kaki terhenti.
"Jangan,bukan badan gue yang dingin," kata Dimas
"Hah lalu?"
"Ini. Disini begitu dingin." Dimas menunjuk bagian dadanya.
Feby hanya bisa melongo dan menggaruk-garuk lutut. Bukan karna gatal, dia memang memiliki kebiasaan itu jika sedang kebingungan.
"Kamu belum jawab soal yang kemaren." Didudukkannya Feby ke sofa, agar sejajar dengannya.
Posisi mereka saling berhadapan satu sama lain. Saling menatap, tapi lebih dalam dari yang sebelumnya. Hasrat ingin saling memeluk pun sudah sangat tinggi. Tapi apa boleh buat, mereka masih remaja dan belum punya keberanian untuk sekedar berpegangan tangan atau saling tatap. Tapi tidak tau nanti.
Mereka hanya saling diam. Hanya suara napas masing-masing dan detak suara dari jam dinding yang terdengar.
Meralat kalimat kalau anak remaja tidak berani memeluk. Mungkin karena benar-benar speechless, yang dilakukan Feby bukan menjawab tapi langsung memeluk Dimas.
Dimas kaget dan tubuhnya menegang beberapa saat. Feby membenamkan kepalanya di dada cowo kurus itu. Tidak peduli bagaimana pikiran Dimas terhadapnya. Karena pelukan adalah jawaban dari semuanya..
Setelah dirasa menemukan jawaban, Dimas membalas pelukannya lebih erat. Membelai rambut dan membisikkan kata sayang ditelinga Feby. Membuat darahnya berdesir dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"aku sayang kamu."
Terlalu nyaman mereka berpelukan sampai tak sadar ada anak laki-laki yang memperhatikan dari depan pintu. Feby tersadar dan segera dia melepaskan pelukan, membuat Dimas sedikit kaget. Feby berdiri dan menyapanya dengan senyum yang paling manis.
Sudah lama Feby tak bertemu dengannya. Rindu sekali ingin memeluk, tapi dia tahan karna ada Dimas. Jadi, Feby hanya melambai-lambaikan tangan dengan semangat kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (TAMAT)
Teen FictionAku terus melihatnya tanpa batas. Hingga suatu saat aku dijuluki sebagai seorang 'secret admirer' oleh ketiga sahabatku. -Feby Alaeta Wijaya- Aku terus memperhatikan dia yang selalu memperhatikanku tanpa dia ketahui. Aku rasa mulai aku mulai mengiku...